Lettori fissi

LAPORAN PENETAPAN COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) DARI KADAR ZAT ORGANIK


DOWNLOAD FILE DISINI

LAPORAN
ANALISA KIMIA AIR
 PENETAPAN COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) DARI KADAR ZAT ORGANIK



DISUSUN OLEH
NAMA          : WAHYU MUBAROQH HASAN
NPM             : 85AK16028
PRODI         : DIII ANALIS KESEHATAN



PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
 STIKES BINA MANDIRI
GORONTALO
2017


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan ini yaitu Penetapan COD (Chemical Oxygen Demand) dari Kadar Zat Organik“.  Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw. yang  telah membawakan ajaran Islam yang dengannya dapat mengantarkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1.      Bapak Dede Sutriono, S.Si dan Bapak Adnan Malaha, S.Pd selaku dosen pengampuh mata kuliah praktikum Analisa Kimia Air yang telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan ini.
2.      Ayah dan Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Desember 2017

  Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………..    i
DAFTAR ISI ..……...……………………………………………………    ii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………     iv
BAB I  PENDAHULUAN  ………….…………………………………..   1
1.1.   Latar Belakang ………………………………………………...…....    1
1.2.   Tujuan  ………………………………………………………………    2
1.3.   Manfaat ……………………………………………………………..    2
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA  ……………………………………….   3
2.1.   Pengertian Air  ………………………………...……….……………   3
2.2.   Karakteristik Air ………………………………………………….....    3
2.3.   Sumber Air …………………………………………...……………..    4
2.3.1.      Air Permukaan ………………………………………………    5
2.3.2.      Air Tanah ………………………..………………………….     5
2.3.3.      Air Angkasa ………………………………………………...    6
2.4.   Kualitas Air …….…………………………………...………………    6
2.4.1.      Kualitas Biologi  …………….……………………………...     6
2.4.2.      Kualitas Fisik  ………………………………………………     7
2.4.3.      Kualitas Kimia …..………………………………………….     7
2.5.   Air Limbah ..…………………………..……………………………     7
2.6.   Sumber Limbah Cair …….…………………………….…….……..     8
2.6.1.      Aktivitas Manusia ....……..………………….……………..     8
2.6.2.      Aktivitas Alam ………………..……..……………………..     10
2.7.   Chemical Oxygen Demand (COD) …………………………………    10
2.8.   Titrasi Permanganometri ……………...…………………………….     11
BAB III METODE KERJA …………………..…………………………    12
3.1.   Alat ..…….…………………………………………………………..    12
3.2.   Bahan …….…………………………………………………………    12
3.3.   Prosedur Kerja ………………………………………………………    12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..………………………………   13
4.1.   Hasil ………………………………………………………………..     13
4.2.   Pembahasan .………………………………………………………..     13
BAB V PENUTUP ……………………………………………………..     19
5.1.   Kesimpulan ………………………………………………………...      19
5.2.   Saran ……………………………………………………………….      19
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...    20
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
LAMPIRAN III


DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.1. Hasil Uji Organoleptik dan Derajat Keasaman …………….     13
Tabel 4.1.2. Hasil Penentuan Kadar Zat Organik/COD ………………....    13




BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Air sebagai sumber daya alam yang sangat melimpah dimuka bumi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan setiap makhluk hidup. Kebutuhkan akan air merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat tetap bertahan dan melangsungkan kehidupannya. Air memiliki berbagai macam jenis dan kriteria yang berbeda sesuai dengan tujuan penggunaannya. Namun, kualias air dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan perubahan kandungan di dalamnya sehingga dapat menyebabkan pencemaran terhadap air itu sendiri. Yang menjadi isu permasalahan sekarang ialah banyak sumber air yang digunakan oleh masyarakat yang tercemar. Sehingga perlu adanya koordinasi dari pemerintah untuk melakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Indonesia memiliki peraturan yang mengatur akan kualitas air. Peraturan tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. Dan, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu aspek atau parameter yang digunakan untuk mengetahui pencemaran ialah COD (Chemical Oxygen Demand). COD (Chemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi zat organik dalam air secara kimiawi. Semakin banyak oksigen yang digunakan maka secara tidak langsung, COD (Chemical Oxygen Demand) juga menyatakan banyaknya zat orgnik dalam air tersebut. Semakin banyak zat organik yang ada dalam suatu periaran maka semakin tinggi pula tingkat cemaran yang terjadi. Salah satu contoh kegiatan yang menghasilkan limbah cemaran zat organik ialah para pengusaha tahu yang membangun pabrik-pabriknya di pinggi sungai.
Di Gotontalo banyak pengusaha atau pabrik-pabrik tahu yang beroperasi. Mereka membangu dan mendirikan pabrik tahu mereka di dekat sungai sehingga air sisa (limbah) pengolahan tahu dapat langsung dibuang pada sungai tersebut sehingga tidak menghasilkan bau yang tidak sedap disekitar pengukimannya. Namun, pembuangan limbah tahu ini sangat berdampak pada lingkungan sekitar. Menurut Arifin (2012) limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang tinggi terutama protein dan asam-asam  amino. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah industri cair tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik tersebut dapat berupa protein, karbohidrat dan lemak. Senyawa protein memiliki  jumlah yang paling besar yaitu  mencapai 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%. Bertambah lama bahan-bahan organik dalam limbah cair tahu, maka volumenya semakin meningkat. Berdasarkan teori penunjang tersebut, air sungai yang tercemar perlu dilakukan pengujian parameter pencemaran seperti COD (Chemical Oxygen Demand) guna untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi dalam periaran tersebut.
1.2.   Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kali ini ialah agar mahasiswa dapat menentukan kadar zat organik/COD (chemical Oxygen Demand) dengan cara titrasi permanganometri.
1.3.   Manfaat
Adapun manfaat dari laporan kali ini ialah memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam menentukan kadar zat organik/COD (chemical Oxygen Demand) dengan cara titrasi permanganometri.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Pengertian Air
Air adalah substansi yang memungkinkan terjadinya kehidupan seperti yang ada di bumi. Seluruh organisme sebagian besar tersusun dari air dan hidup dalam lingkungan yang didominasi oleh air.  Air adalah medium yang biologis di bumi ini. Air adalah satu-satunya substansi umum yang ditemukan di alam dalam tiga wujud fisik materi yaitu padat, cair dan gas.Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai pada manusia (Jeprianto, 2014).
2.2.   Karakteristik Air
Air menutupi 70% permukaan bumi dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3 air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, (ground water), dan gunung es (glacier). Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologiyang berlangsung secara kontinu. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain yakni, memiliki kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yaitu 0° (32°F) - 100°C, air berwujud cair. Suhu 0°C merupakan titik beku  (freezing point)  dan suhu 100°C merupakan titik didih  (boiling point)  air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat di dalam jaringan tubuh mahluk hidup maupun air yang terdapat di laut, sungai, danau dan badan air yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan, sehingga tidak akan ada kehidupan di muka bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel mahluk hidup adalah air (Jeprianto, 2014).
Perubahan suhu air yang berlangsung lambat memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah besar. Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas  yang besar. Proses inilah yang merupakan salah satu penyebab mengapa pada saat berkeringat tubuh terasa sejuk dan merupakan penyebab terjadinya penyebaran panas yang baik di bumi. Selain itu air juga merupakan suatu pelarut yang baik, air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi, suatu cairan dikatakan memiliki permukaan tegangan yang tinggi jika tekananantar-molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher wetting ability) (Jeprianto, 2014).
Kepadatan  (density)  air, seperti halnya wujud juga tergantung dari temperatur dan tekanan barometris (P). Pada umumnya densitas meningkat dengan menurunnya temperatur, sampai tercapai maksimum pada 40°C. Sekalipun demikian, temperatur ini akan mudah berubah, hal ini tampak pada  specific heat air, yakni angka yang menunjukan jumlah kalori yang diperlukan untuk menaikan suhu satu gram air satu derajat celsius. Specific heat bagian air adalah 1/gram/°C, suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan  spescific heat lain-lain elemen di alam. Dengan demikian, transfer panas dari dan ke air tidak banyak menimbulkan perubahan temperatur. Kapasitas panas yang besar ini menyebabkan efek stabilisasi badan air  terhadap keadaan udara sekitarnya, hal ini sangat penting untuk melindungi kehidupan aquatik yang sangat sensitif terhadap gejolak suhu (Jeprianto, 2014).
2.3.   Sumber Air
Pada prinsipnya, jumlah air dialam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi (Limbong, 2008). Dalam siklus hidrologis ini dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar yang dapat diperkirakan kualitas dan kuantitasnya, diantaranya adalah Air permukaan, Air tanah, Air angkasa (Jeprianto, 2014).


2.3.1.   Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaan bumi. Pada umumnya air permukaan akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Air permukaan ada 2 macam yakni (Limbong, 2008):
1.      Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.
2.      Air Rawa/ Danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh zat-zat organik yang membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu dan sulit untuk dilakukan.
2.3.2.   Air Tanah
Air tanah adalah air yang meresap kedalam tanah sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah maupun oleh batu-batuan. Jika dibandingkan dengan sumber air yang lain, air tanah lebih baik sehingga air tanah banyak dimanfaatkan sebagai keperluan rumah tangga. Air tanah terbagi dalam beberapa golongan yaitu (Limbong, 2008):
1.      Air Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses penyerapan air pada permukaan tanah. Lumpur akan tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Air tanah dangkal ini terdapat dalam kedalaman 15 m. Sebagai sumber air minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas adalah baik tetapi tergantung pada musim.
2.      Air Tanah Dalam
Terdapat setelah lapisan rapat air pertama. Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal.  Kualitas dari air tanah dalam lebih baik daripada air tanah dangkal, karena pada air tanah dalam penyaringannya lebih sempurna dan bebas bakteri.
3.      Mata air
Merupakan air yang mengalami penyaringan menembus kedalaman lapisan mineral, dan muncul kepermukaan setelah melewati penyaringan tersebut. Air mengandung logam-logam yang terlarut dan pada umumnya adalah logam mangan yang akan membentuk endapan kuning kecoklatan pada saat air muncul dari permukaan. Sejumlah mata air mengandung pasir-pasir yang menyebabkan kehidupan organisme menjadi sangat rendah. Sebaliknya karbon dioksida menjadi tinggi dan menghasilkan nilai pH yang rendah.
2.3.3.   Air Angkasa
Air angksa merupakan air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan salju (Jeprianto, 2014).
2.4.   Kualitas Air
Penentuan kualitas air dapat dilakukan dengan melihat beberapa aspek berikut (Jeprianto, 2014) :
2.4.1.   Kualitas Biologi
Menurut ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI), kualitas air ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme dalam air. Jasad-jasad hidup yang mungkin ditemukan dalam sumber-sumber air antara lain golongan bakteri, ganggang, cacing serta plankton. Kehadiran bentuk-bentuk tidak diharapkan dalam air, hal ini dikarenakan berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit di samping pengaruh lain seperti timbulnya rasa dan bau.
2.4.2.   Kualitas Fisik
Karakteristik fisik yang umum dianalisis dalam penentuan kualitas air meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam air seperti lumpur, dan bahan-bahan yang dihasilkan oleh buangan industri.
2.4.3.   Kualitas Kimia
Adanya masalah-masalah seperti senyawa-senyawa kimia yang beracun, perubahan rupa, warna dan rasa, serta reaksi-reaksi yang tidak diharapkan menyebabkan diadakannya standar kualitas kimia air minum. Standar kualitas kimia air dan yang diperkenankan bagi berbagai parameter kimia, karena pada konsentrasi yang berlebihan kehadiran unsur-unsur tersebut di dalam air akan memberikan pengaruh-pengaruh negatif, baik dari segi kesehatan maupun dari segi pemakaian lain.
2.5.  Air Limbah
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan dalam jumlah relatif  sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan–bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Muthawali, 2013).
Air limbah adalah air yang telah mengalami penurunan kualitas karena pengaruh manusia. Air limbah perkotaan biasanya dialirkan disaluran air kombinasi atau saluran sanitasi, dan diolah di fasilitas pengolahan air limbah atau septic tank. Air limbah yang telah diolah dilepaskan ke badan air penerima melalui saluran pengeluaran. Air limbah, terutama limbah perkotaan, dapat tercampur dengan berbagai kotoran seperti feses maupun urin. Sistem pembuangan air adalah infrastruktur fisik yang mencakup pipa, pompa, penyaring, kanal, dan sebagainya yang digunakan untuk mengalirkan air limbah dari tempatnya dihasilkan ke titik di mana ia akan diolah atau dibuang. Sistem pembuangan air ditemukan di berbagai tipe pengolahan air limbah kecuali septic tank yang mengolah air limbah di tempat (Anggraeni, dkk, 2014).
Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan atau air hujan. Air tanah, air permukaan dan air hujan pada kondisi tertentu masuk sebagai komponen limbah cair, karena pada keadaan sistem saluran pengumpulan limbah cair sudah rusak atau retak, air alam itu dapat menyatu dengan komponen limbah cair yang lainnya dan harus diperhitungkan upaya penanganannya (Nurhasanah, 2009).
2.6.  Sumber Limbah Cair
Menurut Nurhasanah (2009), limbah cair bersumber dari aktivitas manusia dan aktivitas alam.
2.6.1.   Aktivitas Manusia 
Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair sangat beragam, sesuai dengan jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair diantaranya:
1.      Aktivitas Bidang Rumah Tangga
Sangat banyak aktivitas rumah tangga yang menghasilkan limbah cair, antara lain mencuci pakaian, mencuci alat makan/minum, memasak makanan dan minuman, mandi, mengepel lantai, mencuci kendaraan, penggunaan toilet, dan sebagainya. Semakin banyak jenis aktivitas dilakukan, semakin besar volume limbah cair yang dihasilkan.
2.      Aktivitas Bidang Perkantoran
Aktivitas perkantoran pada umumnya merupakan aktivitas penunjang kegiatan pelayanan masyarakat. Beberapa contoh antara lain Kantor Pemerintah Daerah, Kantor Skretariat DPR, Kantor Pos, Kantor PDAM, Kantor PLN, Bank, Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN), Kantor Inspeksi Pajak. Limbah cair dari sumber itu biasanya dihasilkan dari aktivitas kantin yang menyediakan makanan dan minuman bagi pegawai, aktivitas penggunaan toilet (kamar mandi, WC, wastafel), aktivitas pencucian peralatan, dan sebagainya.
3.      Aktivitas Bidang Perdagangan
Aktivitas bidang perdagangan mempunyai variasi yang sangat luas.variasi itu ditinjau dari berbagai aspek, yaitu jenis komoditas yang diperdagangkan, lingkup wilayah pemasaran, kemampuan permodalan, bentuk badan/organisasi, jenis kegiatan, dan sebagainya. Kegiatan dalam bidang perdagangan yang menghasilkan limbah cair yaitu pengepelan lantai gedung, pencucian alat makan dan minum di restoran, penggunaan toilet, pencucian pakaian, pencucian kendaraan, dan sebagainya. 
4.      Aktivitas Bidang Perindustrian
Aktivitas bidang perindustrian juga sangat bervariasi. Variasi kegiatan bidang perindustrian dipengaruhi antara lain oleh faktor jenis bahan baku yang diolah/ diproses, jenis barang atau bahan jadi yang dihasilkan, kapasitas produksi, teknik/jenis proes produksi yang diterapkan, kemampuan modal, jumlah karyawan, serta kebijakan manajemen industri.
5.      Aktivitas Bidang Pertanian
Aktivitas bidang pertanian menghasilkan limbah cair karena digunakannya air untuk mengaliri lahan pertanian. Secara alami dan dalam kondisi normal, limbah cair pertanian sebenarnya tidak menimbullkan dampak negatif pada lingkungan, namun dengan digunakannya pestisida yang kadang-kadang dilakukan secara berlebihan, sering menimbulkan dampak negatif pada keseimbangan ekosistem air pada badan air penerima.


2.6.2.   Aktivitas Alam
Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut air larian. Air larian yang jumlahnya berlebih sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama dapat menyebabklan terjadinya banjir. Atas dasar itu air hujan atau air larian perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem limbah cair, agar dapat dihindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat air hujan, baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat.
2.7.  Chemical Oxygen Demand (COD)
COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan dioksidasi oleh kalium bichromat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigen menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik (Nurhasanah, 2009).
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk  mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 L sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air (Muthawali, 2013).
COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidanya adalah K2Cr2O7 atau KMnO4. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum (Muhajir, 2013).


2.8.  Titrasi Permanganometri
Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan  kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran.  Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Permanganometri juga bisa digunakan untuk menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya. Cara titrasi permanganometri ini banyak digunakan dalam menganalisa zat-zat organik. Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida  secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Setyawati, 2015).
Permanganometri  adalah  penetapan  kadar  zat  berdasar  atas  reaksi  oksidasi reduksi dengan KMnO4 mengalami reduksi. Dalam suasana asam reaksi  dapat  dituliskan sebagai berikut (Rodiani, 2013) :
Kalium permanganat secara luas digunakan sebagai larutan standar oksidimetri dan ia dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri (autoindikator). Perlu diketahui bahwa larutan Kalium permanganat sebelum digunakan dalam proses permanganometri harus distandarisasi terlebih dahulu, untuk menstandarisasi kalium permanganat dapat dipergunakan zat reduktor seperti asam oksalat, natrium oksalat, kalium tetra oksalat, dan lain-lain (Herdiansyah, dkk, 2014).










BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1.   Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum Penentuan Kesadahan air ialah Erlenmeyer, buret, statif dan klem, gelas kimia, gelas ukur, hot plate dan pipet tetes.
3.2.   Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Penentuan COD (Chemical Oxygen Demand) ialah sampel air sungai kontaminasi limbah tahu, larutan H2SO4 4 N, larutan KMnO4 0,01 M, dan larutan C2H2O4 0,01 N.
3.3.   Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Langkah awal, ambil 50 mL contoh uji secara duplo, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 5 mL larutan H2SO4 4 N. Kemudian tambahkan larutan KMnO4 0,01 M hingga contoh uji berubah warna merah muda. Panaskan di atas hot plate hingga contoh uji berubah warna bening. Kemudian ditambahkan 10 mL larutan C2H2O4 0,01 N. Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 0,01 M hingga berwarna merah muda. Catat volume larutan KMnO4 yang digunakan. Lakukan interpretasi hasil COD.
Keterangan :
a   = Volume larutan KMnO4 (mL)
b   = Konsentrasi larutan KMnO4 (N)
c   = Konsentrasi larutan C2H2O4 (N)
f   = Faktor pengenceran


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum Penentuan kadar zat organik/COD (Chemical Oxygen Demand) ialah sebagai berikut :
Tabel 4.1.1. Hasil Uji Organoleptik dan Derajat Keasaman
No.
Parameter
Hasil Pengujian
1
Warna
Tidak berwarna
2
Kejernihan
Keruh
3
Bau
Berbau busuk
4
Rasa
Tidak berasa
5
pH
7,45

Tabel 4.1.2. Hasil Penentuan Nilai Kadar Zat Organik/COD
Volume Sampel
(mL)
Volume KMnO4
Konsentrasi
Kadar Zat Organik/COD
( mg KMnO4/L)
VAwal
(mL)
VAkhir
(mL)
VRerata
(mL)
KMnO4
(N)
C2H2O4
(N)
50
7,1
7,9
7,5
0,05
0,01
15,8

4.2.    Pembahasan
 Air merupakan suatu senyawa yang sangat dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup, khususnya manusia. Air oleh manusia banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari untuk dikonsumsi, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Namun kebutuhan akan pasokan air oleh manusia juga berbanding lurus dengan kebutuhan air yang berkualitas bersih. Menurut Widyastuti (2013) kualitas air merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui apakah suatu sumber air tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, seperti kebutuhan air minum, pertanian, perikanan, maupun digunakan untuk keperluan lainnya.
Keterbatasan pasokan air menyebabkan sebagai orang menggunakan sumber air lain untuk memenuhi kebutuhan mereka, misalnya menggunakan air sungai. Namun nyatanya air yang digunakan oleh sebagain kalangan tersebut belum tentu aman dari limbah pencemaran. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pegendalian pencemaran air, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa pencemaran dapat mengakibatkan air tidak dapat digunakan sebagaimana fungsi menurut peruntukkannya.
Salah satu kegiatan masyarakat yang dapat menyebabkan pencemaran ialah adanya pabrik-pabrik pembuatan tahu di area sungai. Pabrik-pabrik tahu ini biasanya menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan zat sisa (limbah) pembuatan tahu. Menurut Arifin (2012) limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang terbuang karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat dikonsumsi. Limbah tahu terdiri atas dua jenis yaitu  limbah cair dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Limbah ini terjadi karena adanya sisa air tahu yang tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tidak sedap bila dibiarkan. Menurut Haitami, dkk (2016) zat organik dalam air menjadi salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air, karena bisa menjadi salah satu ukuran seberapa jauh tingkat pencemaran pada suatu perairan. Makin tinggi kandungan zat organik didalam air, maka semakin jelas bahwa air tersebut telah tercemar.
Senyawa organik sebagai parameter adanya pencemaran dalam perairan dapat ditentukan dengan cara COD (Chemical Oxygen Demand). Menurut Anggraeni, dkk (2014) angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Oleh karena itu, pada praktikum ini dilakukan suatu penentuan kadar COD air sungai yang tercemar limbah tahu yang dilakukan dengan cara titrasi permanganometri. Sampel air sungai yang digunakan ialah sampel air sungai yang berlokasi di Kelurahan Kayu Merah, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Ditempat tersebut terdapat sebuah pengusahan tahu yang membangun usahanya dipinggir sungai.
Sebelum melakukan pengujian kadar zat organik atau COD perlu dilakukan pengujian organoleptik dan derajat keasaman. Uji organoleptik ialah uji yang penilaiannya dilakukan secara langsung dengan mengandalkan panca indera. Dan derajat keasaman merupakan pengujian untuk mengetahui suasana contoh uji (sampel) apakah termasuk dalam asam, netral atau basa.
Dari hasil yang didapatkan, sampel tidak berwarna tetapi kejernihannya kurang sehingga terlihat keruh. Hal ini menendakan bahwa terdapat zat-zat yang tidak larut dalam sampel. Bau sampel juga berbeda yaitu tercium bau busuk yang berasal dari sampel. Bau ini dihubungkan dengan ar yang telah tercemar oleh zat-zat yang mempu mengubah bau air. Sehingga sampel tersebut dapat dikatakan terkontaminasi dengan limbah pabrik tahu. Sampel air tersebut tidak memiliki rasa dan pH-nya mencapai 7,45. Derajat keasaman ini menunjukkan bahwa sampel masih berada di suasana normal yang cenderung ke basa. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, kadar maksimum pH yang diperbolehkan ialah 6,5-8,5. Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel masih berada pada kisaran pH yang normal pada air.
Penentuan COD menurut SNI 6989.73:2009 ialah dilakukan dengan refluks terteutup secara titrimetri dengan prinsip kerjanya yaitu senyawa organik dan anorganik, terutama organik, dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup selama 2 jam menghasilkan Cr3+. Kelebihan kalium dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) menggunakan indikator ferroin. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L). Namun, pada praktikum kali ini untuk menentukan kadar COD didasarkan pada kadar senyawa organik yang terkandung dalam contoh uji (sampel). Penentuan COD cara ini merujuk pada SNI 06-6989.22:2004 dengan prinsip zat organik di dalam air dioksidasi dengan KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4.
Prosedur kerja yang dilakukan ialah mengambil 50 mL contoh uji secara duplo, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 5 mL larutan H2SO4 4 N. Adapun penambahan asam sulfat dimaksudkan agar membuat suasana larutan menjadi asam sehingga jika direaksikan dengan kalium permanganat. Langkah selanjutnya ialah menambahkan larutan KMnO4 0,01 M hingga contoh uji berubah warna merah muda. Reaksi oksidasi KMnO4 dalam kondisi asam menurut SNI 06-6989.22:2004 ialah sebagai berikut :
Dari hasil reaksi tersebut dapat diketahui bahwa terjadi penurunan angka bilangan oksidasi (biloks) atau telah terjadi reduksi dari KMnO4 biloks +7 menjadi MnSO4 biloks +2 sehingga menyebabkan senyawa MnSO4 akan menghasilkan warna merah jambu. Selain itu, produk yang dihasilkan juga berupa oksigen (On) yang dapat digunakan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam sampel.
Selanjutnya proses pemanasan. Proses pemanasan dilakukan pada hot plate hingga contoh uji berubah warna bening. Pada proses pemanasan juga terjadi proses oksidasi terhadap zat organik dalam sampel. Menurut Haitami, dkk (2016) zat organik akan dioksidasi oleh KMnO4 berlebih dengan prosedur lamanya pendidihan selama 10 menit, sehingga pada penetapan ini zat organik dapat dipastikan telah dioksidasi dengan sempurna oleh KMnO4  berlebih dikarenakan lamanya pendidihan telah mencapai waktu 10 menit. Reaksi oksidasi yang terjadi menurut SNI 06-6989.22:2004 ialah sebagai berikut :
Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa oksidasi zat organic dari kelebihan produk oksiden KMnO4 menghasilkan produk gas karbon dioksida dan air. Langkah selanjutnya ditambahkan 10 mL larutan C2H2O4 0,01 N. Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 0,01 M. Sesuai dengan prinsipnya, kelebihan KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebihan. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali oleh larutan KMnO4. Dari hasil titrasi, asam oksalat akan mereduksi kalium permanganat sehingga mengahsilkan warna merah jambu kembali. Reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut :
Menurut Herdiansyah, dkk (2014) kalium permanganat secara luas digunakan sebagai larutan standar oksidimetri dan ia dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri (autoindikator). Oleh sebab itu, penambahan indikator tidak dibutuhkan lagi dalam melakukan titrasi permanganometri. Oleh karan itu, ketika titrasi telah mencapai titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna merah jambu maka titrasi dihentikan. Catat volume larutan KMnO4 yang digunakan. Lakukan titrasi duplo dengan perlakuan yang sama seperti sebelumnya dan lakukan interpretasi hasil zat organik dimana hasil ini berbanding lurus dengan kadar COD (Chemical Oxygen Demand). Oleh karenanya dapat dinyatakan sebagai besaran zat organik yang mencemari perairan tersebut. Hasil yang diperoleh ialah 15,8 mg KMnO4/L.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa terdapat 15,8 mg KMnO4/L zat organik yang terkandung dalam sampel air sungai tersebut. Menurut pada Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, bahwa parameter COD dalam kriteria mutu air dibagi menjadi empat golongan yaitu kelas I untuk air baku air minum batas maksimalnya 10 mg/L, kelas II untuk prasarana/sarana air batas maksimalnya 25 mg/L, kelas III untuk pembudidayaan ikan air tawar batas maksimalnya 50 mg/L dan kelas IV untuk mengairi persawahan batas maksimalnya 100 mg/L. Merujuk pada Peraturan Pemerintah tersebut dapat diketahui bahwa air sungai yang tercemar tersebut telah melebihi batas ambang kriteria mutu air kelas I untuk air baku air minum sehingga tidak layak untuk dikonsumsi oleh warga sekitarnya.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah, baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai salah satunya pengelolaan tahu untuk parameter COD ialah kadar maksimal 300 mg/L dengan beban 6 kg/ton dan kuantitas air limbah paling tinggi 20 m3/ton. Merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tersebut dapat diketahui bahwa sampel air sungai tersebut masih sangat jauh dari kadar maksimal limbah pengolahan tahu. Oleh karena itu, tingkat pencemarannya masih terbilang rendah walaupun telah melebihi batas ambang kriteria mutu air kelas I untuk air baku air minum.
Dari hasil yang diperoleh mengenai penentuan kadar zat organik untuk COD dari sampel air sungai yang tercemar limbah tahu. Hal yang dapat dihimbau kepada masyarakat setempat yang menggunakan air pada sumber air tersebut untuk kegiatan sehari-hari ialah agar tidak memanfaatkan air dari sumber air tersebut untuk dikonsumsi karena air tersebut telah melebihi batas ambang pencemaran limbah untuk kriteria mutu air minum kelas I (air baku air minum). Namun masyakarat setempat tidak perlu berkecil hati karena masyarakat setempat masih dapat memanfaatkan sumber air tersebut seperti digunakan untuk prasarana/sarana air, pembudidayaan ikan air tawar dan juga untuk mengairi pertanaman atau persawahan. Hal ini dikarenakan air suga tersebut belum melampaui batas ambang untuk kriteria mutu air II, III dan IV.




BAB V
PENUTUP
5.1.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai Penentuan kadar zat organik/COD, kesimpulan yang diperoleh ialah penentuan kadar zat organik/COD dilakukan dengan cara titrasi permanganometri yang berprinsip zat organik di dalam air dioksidasi oleh KMnO4 berlebihan dalam suasana asam dan panas dimana kelebihan KMnO4 direduksi oleh C2H2O4 berlebihan. Kelebihan C2H2O4 dititrasi kembali oleh larutan KMnO4 dimana hasil yang diperoleh dari air sungai yang tercemar limbah tahu ialah 15,8 mg KMnO4/L. Kadar zat oragnik/COD tersebut telah melampaui batas ambang kriteria mutu air kelas I unutuk air baku air minum merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 dengan batas ambang COD ialah 10 mg KMnO4/L.
5.2.   Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah perlu untuk melakukan praktikum kembali. Hal ini diutarakan karena pada praktikum sebelumnya tidak dilakukan penentuan kadar zat organik langsung dari air limbah pabrik tahun. Hal ini perlu untuk dilakukan karena untuk mengetahui seberapa banyak zat organik yang dihasilkan oleh pabrik limbah tahu serta menghubungkan kadar yang didapatkan dengan kebijkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah.



DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, D. S., Fina S. S., Irma E., Katerina J. K. W., Maya N., Nunik H. H., dan Shelly W. 2014. ANALISA COD (Chemical Oxygen Demand) Dalam Air Limbah. Universitas Diponegoro. Semarang
Arifin, Farikhah. 2012. Uji Kemampuan Chlorella sp Sebagai Bioremidiator Limbah Cair Tahu. Universitas Islam Negeri Maliki Malang. Jawa Timur
Haitami, Dinna Rakhmina dan Syahid Fakhridani. 2016. Ketepatan Hasil Dan Variasi Waktu Pendidihan Pemeriksaan Zat Organik. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Banjarmasin. Kalimantan Selatan
Herdiansyah, F., dkk. 2014. Titrasi Permanganometri. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jeprianto. 2014. Uji Kualitas Mikrobiologi Air Tanah Di Sekitar Lokasi Peternakan Babi Desa Tumbang Tahai Dengan Metode MPN Coliform. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya. Kalimantan Tengah
Limbong, Aquarina. 2008. Alkalinitas : Analisa Dan Permasalahannya Untuk Air Industri. Universitas Sumetera Utara. Medan
Muhajir, Mika Septiawan. 2013. Penurunan Limbah Cair Bod Dan Cod Pada Industri Tahu Menggunakan Tanaman Cattail (Typha Angustifolia) Dengan Sistem Constructed Wetland. Universitas Negeri Semarang. Semarang
Muthawali, Dede Ibrahim. 2013. Analisa COD Dari Campuran Limbah Domestik Dan Laboratorium Di Balai Riset Dan Standarisasi Industri Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan
Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet Dan Domestik. Universitas Sumatera Utara. Medan
Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Sekretariat Negara. Jakarta
Rodiani, Teni dan Suprijadi. 2013. Analisis Titrimetri dan Gravimetri. Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Setyawati, Yeni. 2015. Analisa Permanganometri Pada Penurunan Kadar Fe Menggunakan Resin Dan Media Filter Karbon Aktif Dalam Air Sungai Kaligarang. Universitas Diponegoro. Semarang
Standard Nasional Indonesia  06-6989.22.  2004.  Air dan Air Limbah – Bagian 73: Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan Refluks Tertutup Secara Titrimetri. Badan Standardisasi Nasional (BSN)
Standard Nasional Indonesia 6989.73.  2009.  Air dan Air Libah – Bagian 22 : Cara Uji Nilai Permanganat Secara Titrimetri. Badan Standardisasi Nasional (BSN)
Widyastuti, M. 2013. Pengaruh Limbah Industri Tahu Terhadap Kualitas Air Sungai Di Kabupaten Klaten. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta




LAMPIRAN I
Proses Pengujian pH
Persiapan Sampel Air
Sampel Air Pegunungan







Setelah Dititrasi (warna biru)
Proses Titrasi Untuk Kesadahan Total
Sebelum Dititrasi (warna ungu)






Setelah Dititrasi (warna ungu)
Proses Titrasi Untuk Kadar Kalsium
Sebelum Dititrasi (warna merah muda)









LAMPIRAN II
SKEMA KERJA
PENENTUAN KESADAHAN TOTAL
Sampel Air
 


Diukur sebanyak 25 ml diencerkan sampai 50 ml.
Masukkan dalam Erlenmeyer.
Tambahkan larutan buffer pH 10 sebanyak 2 ml.
Berwarna Merah Muda
(keunguan)
Tambahkan 30-50 mg indikator EBT.

 

Titrasi dengan larutan baku Na2EDTA.
Berwarna Biru
 


Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
Lakukan titrasi kembali (duplo).
Hitung kesadahan air
Hasil
 






PENENTUAN KADAR KALSIUM DAN MAGNESIUM
Sampel Air
 


Diukur sebanyak 25 ml diencerkan sampai 50 ml.
Masukkan dalam Erlenmeyer.
Tambahkan larutan NaOH 1 N sebanyak 2 ml hingga pH 12
Berwarna Merah Muda
Tambahkan 30-50 mg indikator mureksid.

Titrasi dengan larutan baku Na2EDTA.
Berwarna Ungu
 


Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
Lakukan titrasi kembali (duplo).
Hitung kesadahan kalsium dan magnesium
Hasil
 





LAMPIRAN III
PERHITUNGAN
PENENTUAN NILAI KESADAHAN AIR
Rumus :
Keterangan :
VCU        = Volume larutan Contoh Uji (mL)
VEDTA       = Volume rata-rata larutan baku Na2EDTA (mL)
MEDTA    = Molaritas larutan baku Na2EDTA untuk titrasi (mmol/mL)
VEDTA(a)  = Volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kesadahan total
(mL)
VEDTA(b)  = Volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kadar kalisum
(mL)

Perhitungan kesadahan :





Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN PENETAPAN COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) DARI KADAR ZAT ORGANIK"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel