LAPORAN OKSIDASI BIOLOGI
Related
DOWNLOAD FILE DISINI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena
dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan
laporan ini yaitu “Oksidasi Biologi“.
Dalam penyusunan
dan penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan
senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1.
Bapak Adnan Malaha, S.Pd selaku dosen mata kuliah Kimia Analitik II yang
telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan ini.
2.
Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan
doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan
disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah
wawasan bagi para pembaca. Walaupun laporan ini masih banyak memiliki
kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan rangkaian kata
dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan
saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Gorontalo, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
………………………………………………….. i
DAFTAR ISI
……...……………………………………………………. ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL
……………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN
……………………………………………... 1
1.1. Latar
Belakang ……………………………………………………... 1
1.2. Tujuan
Praktikum ………………………………………………….. 2
1.3. Manfaat
Praktikum ………………………………………………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 3
2.1. Oksidasi
Biologi …….…...…………………………….…………... 3
2.2. Metabolisme
………..….…………………………….…………..... 4
2.3. Enzim
……………….....………………………………………….. 4
2.4. Respirasi ……………..……………………………………….…… 5
2.4.1. Respirasi Aerob ………………..………………………….. 5
2.4.2. Respirasi
Anaerob …………………………………………. 11
2.5. Schardinger
……………………………..………………………… 12
2.6. Antioksidan
…….…………………………………………………. 13
2.7. Uraian
Bahan ……………………………………………………… 14
2.7.1. Formaldehid
(CH2O) ……..………………………………... 14
2.7.2. Fenol (C6H5OH)
………..…………………………………… 14
2.7.3. Asam
Askorbat/Vitamin C (C6H8O6) ………………………. 14
2.7.4. Methylen Blue ……………..……………………………….. 14
2.7.5. Fruktosa ……………….……………………………………. 15
2.7.6. Laktosa ……………………………………………………... 15
2.7.7. Glukosa ……………………………………………………... 15
2.7.8. Amilum (Pati) ………………………………………………. 15
2.7.9. Aquadest
(Air) ……………………………………………… 16
BAB III METODE
KERJA …………………………………………….. 17
3.1. Alat
………………………………………………………………… 17
3.2. Bahan
………………………………………………………………. 17
3.3. Prosedur
Kerja ……………………………………………………... 17
3.3.1. Peragian
…………………………………………………..… 17
3.3.2. Uji
Schardinger …………………………………...………… 17
3.3.3. Kentang
….…………………………………………………. 17
3.3.4. Efek
Antioksidan Vitamin C ………………………………. 18
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN ……..………………………… 19
4.1. Hasil
…….………………………………………………………….. 19
4.2. Pembahasan
………………………………………………………… 20
BAB V PENUTUP …………………………………………………….. 25
5.1. Kesimpulan
……………………………………………………….. 25
5.2. Saran
………………………………………………………………. 25
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………….. 26
LAMPIRAN I ………………………………………………………….. 28
LAMPIRAN II …………………………………………………………. 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.I. Proses
Glikolisis
……………………...……..………… 7
Gambar
II.II. Proses
Dekarboksilasi Oksidatif ……………………… 8
Gambar
II.III. Proses Siklus Krebs ………………………………..….. 9
Gambar
II.IV. Proses Transpor Elektron ……………………………... 10
Gambar
II.V. Fermentasi
Alkohol ………………………………..….. 11
Gambar
II.VI. Fermentasi Asam
Laktat ..……………………………... 12
DAFTAR TABEL
Tabel IV.I. Hasil
Pengamatan Peragaian …………………………...... 19
Tabel IV.II. Hasil
Pengamatan Uji Schardinger ………………….....… 19
Tabel
IV.III. Hasil Pengamatan Kentang ..……………………………... 19
Tabel
IV.IV Hasil Pengamatan Efek Antioksidan Vitamin C …………. 20
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Aktivitas kehidupan seperti
berolah raga, berpikir, berjalan, berlari, tertawa, tidur, atau bekerja
memerlukan energi. Energi tersebut diperoleh dari hasil penguraian makanan yang
dicerna dan berlangsung di dalam sel. Baik tumbuhan, hewan, maupun manusia
memerlukan proses tersebut untuk melangsungkan kehidupannya.
Energi yang dihasilkan sel dari bahan makanan
digunakan untuk melakukan kerja, yaitu bergerak, memperbaiki bagian yang rusak,
menyusun bagian tubuh, dan aktivitas lainnya. Proses perubahan zat makanan
menjadi energi yang siap digunakan, harus melalui suatu rangkaian reaksi kimia
yang tidak sederhana. Reaksi kimia ini disebut metabolisme. Metabolisme terdiri atas reaksi pemecahan makanan
menjadi energi atau katabolisme dan reaksi pembentukan zat makanan atau
anabolisme.
Metabolisme dalam tubuh dapat berlangsung dengan
cepat karena terdapat zat pengkatalis yang berguna untuk membantu kerja tubuh tersebut.
Tanpa adanya zat katalisator ini, segala bentuk reaksi dalam tubuh termasuk
metabolisme akan mengalami perlambatan bahkan prosesnya akan terhenti. Zat yang
berfungsi sebagai katalisator tersebut disebut enzim.
Enzim merupakan suatu protein yang berfungsi sebagai
pengkatalis dalam tubuh. Walaupun merupakan komponen minor tapi perannya sangat
besar bagi setiap makhluk hidup. Selain itu, enzim bersifat non-esensial yaitu
dapat diproduksi dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan Rochmah, dkk, (2009) bahwa
menurut hasil penelitian Beadle dan Tatum, pembentukan enzim berdasarkan pada teori “one gene one enzyme”. Artinya,
pembentukan satu enzim dikendalikan oleh satu gen. Dalam kajian ilmu biokimia,
enzim merupakan zat yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup. Oleh
karena itu, mempelajari enzim merupakan hal yang wajib dilakukan guna untuk
mengetahui berbagai macam jenis enzim serta bagaimana peranannya dalam tubuh.
1.2. Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dalam praktikum kali ini adalah sebagai beikut :
1. Agar
mahasiswa dapat mengetahui cara kerja enzim amilase pada saliva.
2. Agar
mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
enzimatik.
1.3. Manfaat
Praktikum
Adapun
manfaat dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Memberi
pengetahuan dan pemahaman cara kerja enzim amilase pada saliva.
2. Memberi
pengetahuan dan pemahaman faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
enzimatik.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Enzim
Enzim
merupakan protein pengkatalis. Katalis adalah agen kimiawi yang mempercepat
laju reaksi tanpa mengubah struktur enzim itu sendiri. Tanpa adanya enzim,
reaksi kimia pada jalur metabolisme akan terhenti (Ariebowo dan Fictor, 2009).
Oleh karena merupakan katalisator dalam sistem biologi, enzim sering disebut
biokatalisator. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia,
tetapi tidak mengubah kesetimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir
reaksi. Zat itu sendiri (enzim) tidak ikut dalam reaksi sehingga bentuknya tetap
atau tidak berubah (Sembiring dan Sudjino, 2009).
2.2. Komponen
Enzim
Enzim
lengkap atau sering disebut holoenzim,
terdiri atas komponen protein dan nonprotein (Sembiring dan Sudjino, 2009).
2.2.1. Komponen
Protein (Apoenzim)
Komponen
protein yang menyusun enzim disebut apoenzim.
Komponen ini mudah mengalami denaturasi, misalnya oleh pemanasan dengan suhu
tinggi (Sembiring dan Sudjino, 2009). Apoenzim
merupakan bagian protein dari enzim dan bersifat tidak tahan panas (termolabil)
(Firmansyah, dkk, 2009).
2.2.2. Komponen
Non-protein (Kofaktor)
Kofaktor
adalah komponen non-protein berupa ion atau molekul. Berdasarkan ikatannya, kofaktor dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu gugus prostetik, ko-enzim, dan ion-ion anorganik (Rachmawati,
dkk, 2009).
1. Gugus
prostetik merupakan tipe kofaktor yang biasanya terikat kuat pada enzim,
berperan memberi kekuatan tambahan terhadap kerja enzim. Contohnya adalah heme, yaitu molekul berbentuk cincin
pipih yang mengandung besi. Heme
merupakan gugus prostetik sejumlah enzim, antara lain katalase, peroksidase,
dan sitokrom oksidase.
2. Ko-enzim
merupakan kofaktor yang terdiri atas molekul organik nonprotein yang terikat
renggang dengan enzim. Ko-enzim berfungsi untuk memindahkan gugus kimia, atom,
atau elektron dari satu enzim ke enzim yang lain. Contohnya, tiamin pirofosfat,
NAD, NADP+, dan asam tetrahidrofolat.
3. Ion-ion
anorganik merupakan kofaktor yang terikat dengan enzim atau substrat kompleks
sehingga fungsi enzim lebih efektif.
Contohnya, amilase dalam ludah akan bekerja lebih baik dengan adanya ion
klorida dan kalsium
2.3. Sifat
Enzim
2.3.1. Sifat
Umum
Empat
sifat umum enzim sebagai berikut (Ariebowo dan Fictor, 2009).
1. Enzim
bukanlah penyebab reaksi, namun enzim hanya mempercepat reaksi. Tanpa adanya enzim,
suatu reaksi tetap dapat terjadi. Akan tetapi, diperlukan energi yang besar dan
berlangsung sangat lambat.
2. Enzim
tidak berubah secara permanen atau habis bereaksi. Enzim yang sama dapat
digunakan berulang-ulang.
3. Enzim
yang sama dapat digunakan untuk reaksi kebalikannya. Suatu enzim dapat mengubah
substrat A menjadi molekul B dan C. Enzim yang sama dapat bekerja sebaliknya
membentuk substrat A dari molekul B dan C.
4. Setiap
jenis enzim hanya bekerja pada zat tertentu saja.
2.3.2. Sifat
Khas
Enzim
memiliki beberapa sifat khas, di antaranya (Firmansyah, dkk, 2009) :
1.
Enzim bersifat selektif
Enzim
bersifat selektif karena hanya dapat bekerja pada substrat tertentu. Namun,
selain substratnya, enzim dapat juga berikatan dengan zat penghambat
(inhibitor). Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.
2.
Enzim bersifat spesifik
Enzim
bersifat spesifik karena enzim hanya dapat mengkatalisis reaksi tertentu. Satu
jenis enzim hanya bekerja untuk satu jenis reaksi.
3.
Enzim bersifat efisien
Dengan
adanya enzim yang bersifat sebagai katalis, energi aktivasi suatu reaksi dapat
diturunkan. Hal tersebut memudahkan reaksi dan menghemat energi yang dibutuhkan
untuk memulai reaksi.
4.
Enzim bersifat biokatalisator
Oleh
karena enzim bersifat sebagai katalis, enzim tidak akan mengalami perubahan
bentuk. Oleh karena itu, enzim dapat digunakan berkali-kali tanpa mengalami
kerusakan.
5.
Enzim merupakan protein
Oleh
karena enzim terbuat dari protein, enzim dipengaruhi oleh hal-hal yang
berpengaruh terhadap protein. Enzim dapat dipengaruhi oleh suhu, pH, dan adanya
logam berat, sehingga enzim dapat mengalami denaturasi (perubahan bentuk,
struktur, dan sifat).
6.
Enzim diperlukan dalam
jumlah sedikit
Sesuai
dengan fungsinya sebagai katalisator, enzim diperlukan dalam jumlah yang
sedikit (Rachmawati, dkk, 2009).
7.
Enzim bekerja secara
bolak-balik (Reversible)
Reaksi-reaksi
yang dikendalikan enzim dapat berbalik, artinya enzim tidak menentukan arah
reaksi tetapi hanya mempercepat laju reaksi sehingga tercapai keseimbangan.
Enzim dapat menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain. Atau
sebaliknya, menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu (Rachmawati, dkk,
2009)
8.
Enzim bersifat
termolabil.
Aktivitas
enzim dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu rendah, kerja enzim akan lambat. Semakin
tinggi suhu, reaksi kimia yang dipengaruhi enzim semakin cepat, tetapi jika
suhu terlalu tinggi, enzim akan mengalami denaturasi (Sembiring dan Sudjino,
2009).
2.4. Penggolongan Enzim
2.4.1. Berdasarkan Tempat Bekerjanya
1.
Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim
intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di dalam sel. Umumnya merupakan enzim
yang digunakan untuk proses sintesis di dalam sel dan untuk pembentukan energi
(ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel, misal dalam proses respirasi
(Yuliawan, 2015).
2. Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim
ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di luar sel. Umumnya berfungsi untuk
“mencernakan” substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul yang lebih
sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati membran sel.
Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di luar sel tidak
digunakan dalam proses kehidupan sel (Yuliawan, 2015).
2.4.2. Berdasarkan
Tipe Reaksi Kimia yang Dikatalisis
1. Enzim
Hidrolase
Mengkatalisis
penambahan air ke ikatan spesifik dari substrat. Hidrolase merupakan
enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan pertolongan air. Hidrolase dibagi
atas kelompok kecil berdasarkan substratnya yaitu (Ratih, 2012):
1) Karbohidrase,
yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan karbohidrat. Kelompok ini masih
dipecah lagi menurut karbohidrat yang diuraikannya, misal :
a) Amilase,
yaitu enzim yang menguraikan amilum (suatu polisakarida) menjadi maltosa (suatu
disakarida).
|

|
|
b) Maltase,
yaitu enzim yang menguraikan maltosa menjadi glukosa

|
|
c) Sukrase,
yaitu enzim yang mengubah sukrosa (gula tebu) menjadi glukosa dan fruktosa.
d) Laktase,
yaitu enzim yang mengubah laktase menjadi glukosa dan galaktosa.
e) Selulase,
emzim yang menguraikan selulosa ( suatu polisakarida) menjadi selobiosa ( suatu
disakarida)
f) Pektinase,
yaitu enzim yang menguraikan pektin menjadi asam-pektin.
2) Esterase,
yaitu enzim-enzim yang memecah golongan ester, contohnya :
a) Lipase,
yaitu enzim yang menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
b) Fosfatase,
yaitu enzim yang menguraikan suatu ester hingga terlepas asam fosfat.
3) Proteinase
atau Protease, yaitu enzim enzim yang menguraikan golongan protein, Contohnya:
a) Peptidase,
yaitu enzim yang menguraikan peptida menjadi asam amino.
b) Gelatinase,
yaitu enzim yang menguraikan gelatin.
c) Renin,
yaitu enzim yang menguraikan kasein dari susu.
2. Enzim
oksidasi-reduksi
Mengkatalisis
pengambilan atau penambahan hidrogen, oksigen atat elektron dari atau ke
substrat. Enzim Oksidase dibagi lagi menjadi (Ratih, 2012):
a) Dehidrogenase
: enzim ini memegang peranan penting dalam mengubah zat-zat organik menjadi
hasil-hasil oksidasi.
b) Katalase
: enzim yang menguraikan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.
3. Enzim
fosforilase
Mengkatalisis
penambahan atau pengambilan asam fosfat ke atau dari substrat. Aktivasi enzim
inin hampir analog dengan enzim hidrolisis, kecuali yang ditambahkan fosfat dan
bukan air (Ratih, 2012).
4. Enzim
transferase
Mengkatalisis
pemindahan satu gugus dari molekul donor ke satu molekul aseptor. Yang termasuk
dalam kelompok enzim ini transglikolidase, transpeptidase, transmilase,
transmetilase, transasilase. Contoh yang paling terkenal antara lain: enzim
glutamat-aspartat transminase. Enzim ini mengkatalisis pemindahan satu gugus
asam amino dari asam glutamat ke asam oksiloasetat membentuk asam aspartat
(Ratih, 2012).
5. Enzim
karbosilase
Mengkatalisis
pengambilan atau penambahan karbondioksida. Satu enzim yang mengkatalisis
penambahan CO2 adalah karboksidismutase. Enzim ini penting dalam
fotosintesis yang mengkatalisis karboksilase ribolusa-1,5-fosfat (Ratih, 2012).
6. Enzim
isomerase
Mengkatailsis
perubahan gula aldosa dari menjadi ketosa. Misalnya perubahan glukosa-6-fosfat
menjadi fruktosa-6-fosfat yang dikatalisis oleh enzim heksosafosfat isomerase
(Ratih, 2012).
7. Enzim
epimerase
Mengkatalisis
perubahan satu gula atau satu derivat gula menjadi epimernya. Contoh epimerase
adalah perubahan dapat balik xilulosa-5-osfat menjadi ribolusa-5-fosfat (Ratih,
2012).
2.5. Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Enzim
2.5.1. Temperatur


Enzim
memiliki rentang temperatur tertentu agar dapat bereaksi dengan optimal. Pada
temperatur yang tinggi, enzim akan rusak (terdenaturasi) sebagai sifat umum
dari protein. Pada kondisi ini, struktur enzim sudah berubah dan rusak sehingga
tidak dapat digunakan lagi. Adapun pada temperatur yang rendah, enzim berada
pada kondisi inaktif (tidak aktif). Enzim akan bekerja kembali dengan adanya
kenaikan temperatur yang sesuai. Semua enzim memiliki kondisi temperatur yang
spesifik untuk bekerja optimal. Enzim memiliki kecenderungan semakin meningkat
seiring dengan kenaikan temperatur hingga pada batas tertentu. Setelah itu,
enzim kembali mengalami penurunan kinerja. Pada saat kerja enzim optimal maka
dapat dikatakan bahwa pada temperatur tersebut temperatur optimum (Ariebowo dan
Fictor, 2009).
2.5.2. 
Derajat
Keasaman (pH)


Seperti
halnya temperatur, pH dapat memengaruhi optimasi kerja enzim. Setiap enzim
bekerja pada kondisi pH yang sangat spesifik. Hal ini berkaitan erat dengan
lokasi enzim yang bekerja terhadap suatu substrat. Pada umumnya, enzim akan
bekerja optimum pada pH 6-8. Perubahan pH lingkungan akan mengakibatkan
terganggunya ikatan hidrogen yang ada pada struktur enzim. Jika enzim berada
pada kondisi pH yang tidak sesuai, enzim dapat berada pada keadaan inaktif.
Dengan adanya kondisi pH yang spesifik ini, enzim tidak akan merusak sel lain
yang berada di sekitarnya. Contohnya, enzim pepsin yang diproduksi pankreas
untuk mencerna protein dalam lambung, tidak akan mencerna protein yang ada di
dinding pankreas karena enzim pepsin bekerja pada pH 2-4 (Ariebowo dan Fictor,
2009).
2.5.3.
Konsentrasi
Enzim


Konsentrasi enzim yang tinggi akan mempengaruhi kecepatan
reaksi secara linear (kecepatan bertambah secara konstan). Dapat dikatakan
bahwa hubungan antara konsentrasi enzim
dengan kecepatan reaksi enzimatis
berbanding lurus. Kecepatan reaksi suatu
enzim satu dengan yang lain berbeda-beda meskipun mempunyai konsentrasi
enzim yang sama. Konsentrasi enzim yang
sangat tinggi dalam suatu sistem yang kompleks akan berpengaruh terhadap
kecepatan reaksi (Rochmah, dkk, 2009).
2.5.4.
Konsentrasi
Substrat


Penambahan
konsentrsi substrat pada reaksi yang dikatalisis oleh enzim awalnya akan
meningkatkan laju reaksi. Akan tetapi, setelah konsentrasi substrat dinaikkan
lebih lanjut, laju reaksi akan mencapai titik jenuh dan tidak bertambah lagi.
Setelah mencapai titik jenuh, penambahan kembali konsentrasi substrat tidak
berpengaruh terhadap laju reaksi (Firmansyah, dkk, 2009).
2.5.5. Aktivator
(Kofaktor)
Kofaktor
dapat membantu enzim untuk memperkuat ikatan dengan substrat atau kebutuhan
unsur anorganik, seperti karbon. Selain itu, kofaktor juga membantu proses
transfer electron (Ariebowo dan Fictor, 2009). Zat-zat kimia tertentu dapat
memacu atau mengaktifkan kegiatan enzim. Contoh: garam-garam dari logam alkali
dan logam alkali tanah dengan konsentrasi encer, ion kobalt (Co), mangan (Mn),
nikel (Ni), magnesium (Mg), dan klor (Cl) (Rochmah, dkk, 2009).
2.5.6. Inhibitor
Inhibitor
mengganggu kerja enzim. Berdasarkan pengertian dari kata dasarnya (inhibit
artinya menghalangi), inhibitor merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja
enzim. Inhibitor secara alami dapat berupa bisa (racun) yang dikeluarkan oleh
hewan, seperti ular atau laba-laba. Inhibitor akan mencegah sisi aktif untuk
tidak bekerja. Beberapa obat-obatan juga berfungsi sebagai inhibitor, seperti
penisilin yang berguna menghambat kerja enzim pada mikroorganisme. Inhibitor
terbagi atas dua macam, yakni inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif
(Ariebowo dan Fictor, 2009).


1. Inhibitor
Kompetitif
Zat
penghambat ini mempunyai struktur yang mirip dengan substrat. Oleh karena itu,
zat penghambat dan substrat bersaing untuk dapat bergabung dengan enzim membentuk kompleks enzim- substrat. Selain menghambat ikatan
antara enzim dengan substrat, inhibitor
dapat menghambat penguraian dan pembentukan senyawa baru. Inhibitor berikatan lemah (ikatan ion)
dengan enzim pada sisi aktifnya sehingga
inhibitor ini bersifat reversibel. Dengan menambah kepekatan substrat,
inhibitor tidak mampu lagi bergabung dengan
enzim (Rochmah, dkk, 2009).
2. Inhibitor
Nonkompetitif
Berbeda
dengan inhibitor kompetitif, inhibitor nonkompetitif tidak bersaing dengan
substrat untuk berikatan dengan enzim. Inhibitor jenis ini akan berikatan dengan enzim pada
sisi yang berbeda (bukan sisi aktif). Jika telah terjadi ikatan
enzim-inhibitor, sisi aktif enzim akan berubah sehingga substrat tidak dapat
berikatan dengan enzim. Banyak ion logam berat bekerja sebagai inhibitor
nonkompetitif, misalnya Ag+, Hg2+, dan Pb2+
(Firmansyah, dkk, 2009).
2.5.7. Air
Kerja
enzim sangat dipengaruhi oleh air. Rendahnya kadar air dapat menyebabkan enzim
tidak aktif. Sebagai contoh, biji tanaman yang dalam keadaan kering tidak akan
berkecambah. Hal ini disebabkan oleh tidak aktifnya enzim sebagai akibat dari
rendahnya kadar air dalam biji. Biji akan berkecambah jika direndam. Kadar air
yang cukup dapat mengaktifkan kembali enzim (Ariebowo dan Fictor, 2009).
2.6. Cara
Kerja Enzim
2.6.1. Lock and Key Theory (Teori
Gembok dan Kunci)


Teori
ini dikemukakan oleh Fischer (1898). Enzim diumpamakan sebagai gembok yang
mempunyai bagian kecil dan dapat mengikat substrat. Bagian enzim yang dapat
berikatan dengan substrat disebut sisi
aktif. Substrat diumpamakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi aktif enzim
(Sembiring dan Sudjino, 2009).
Selain
sisi aktif, pada enzim juga ditemukan adanya sisi alosterik. Sisi alosterik
dapat diibaratkan sebagai sakelar yang dapat menyebabkan kerja enzim meningkat
ataupun menurun. Apabila sisi alosterik berikatan dengan penghambat
(inhibitor), konfigurasi enzim akan berubah sehingga aktivitasnya berkurang.
Namun, jika sisi alosterik ini berikatan dengan aktivator (zat penggiat) maka
enzim menjadi aktif kembali (Sembiring dan Sudjino, 2009).
2.6.2. Induced Fit Theory (Teori
Ketepatan Induksi)


Berdasarkan
Teori Induced Fit, enzim melakukan penyesuaian bentuk untuk berikatan
dengan substrat. Hal ini bertujuan meningkatkan kecocokan dengan substrat dan
membuat ikatan enzim substrat lebih reaktif. Molekul enzim memiliki sisi aktif
tempat melekatnya substrat dan terbentuklah molekul kompleks enzim-substrat.
Pengikatan substrat menginduksi penyesuaian pada enzim yang meningkatkan
kecocokan dan mendorong molekul kompleks enzim-substrat berada dalam keadaan
yang lebih reaktif. Molekul enzim kembali ke bentuk semula setelah produk
dihasilkan (Firmansyah, dkk, 2009).
2.7. Uraian
Bahan
2.7.1. Asam
Klorida (HCl)
HCl
akan berasap tebal di udara lembab, Gasnya berwarna kuning kehijauan dan berbau
merangsang, dapat larut dalam alkali hidroksida, kloroform,dan eter, merupakan
oksidator kuat, massa atom 36,45, massa
jenis 3,21 gr/cm3, titik leleh -1010C, energi ionisasi
1250 kj/mol, dan kalor jenis : 0.115 kal/gr0C (Thayban, 2014).
2.7.2. Larutan Iodium
Iodium
disebut juga lugol. Lugol pertama kali dibuat pada tahun 1829, merupakan
larutan dari unsur iodium dan iodida kalium dalam air, yaitu setelah dokter
Prancis JGA Lugol. Larutan iodium lugol sering digunakan sebagai antiseptik dan
desinfektan untuk desinfeksi darurat air minum, dan sebagai reagen untuk
deteksi pati di laboratorium dan tes medis Lugol digunakan untuk menguji apakah
suatu makanan mengandung karbohidrat (amilum) atau tidak. Bila makanan yang ditetesi
lugol menghitam, maka makanan tersebut mengandung karbohidrat. Semakin hitam
berarti makanan tersebut banyak kandungan karbohidratnya (Riskullah, 2013).
2.7.3. Amilum (Pati)
Pati
dibentuk oleh rantai a-glikosidat.
Senyawa tersebut yang pada hidrolisis hanya menghasilkan glukosa, merupakan
homopolimer yang dinamankan glukosan atau glukan. Dua unusr utama pati adalah
amilosa (15-20%), yang mempunyai struktur heliks tanpa cabang dan amilopektin
(80-85%), yang terdiri atas rantai bercabang dan tersusun atas 24-30 residu
glukosa yang disatukan oleh ikatan 1-4 di dalam rantai tersebut serta oleh
ikatan 1-6 pada titik percabangan (Husnaeni, 2012)
2.7.4. Natrium Karbonat (Na2CO3)
Na2CO3
berwujud padat (bubuk), tidak berbau, rasa basa (alkali), berwarna putih, berta
molekul 105,99 g/mol, titik lebur 851ºC dan larut dalam air (Anonim, 2005).
2.7.5. Aquades (Air)
Aquades
berbentuk cair, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, titik didih 100 ºC,
berat molekul 18 gram/mol, pH 7 (netral) dan merupakan pelarut murni (Anonim, 2005).
BAB
III
METODE KERJA
METODE KERJA
3.1. Alat
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum enzim ialah rak tabung, tabung reaksi,
gelas kimia, gelas ukur, thermometer, pipet tetes, dan hot plate.
3.2. Bahan
Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum enzim ialah saliva (liur), es batu, air
panas, larutan amilum 0,5% dan 1%, larutan iodium, HCl 2M dan Na2CO3.
3.3. Prosedur
Kerja
3.3.1. Pengaruh
temperatur terhadap aktivitas enzim amilase liur
1. Dengan
suhu 15°C
Siapkan
bahan dan alat yang digunakan. Masukkan 0,25 mL saliva saring ke dalam tabung 1
dan segera masukkan ke dalam gelas kimia berisi air bersuhu 15°C. Siapkan tabung 2
yang telah di isi dengan 5 mL pati 1%, gabungkanlah larutan pada tabung 1 dan
tabung 2. Teteskan iodium sebanyak 3 tetes ke dalam campuran larutan tabung 1
dan tabung 2. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat
perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch).
2. Dengan suhu 60°C
Siapkan alat dan bahan. Masukkan
0,25 mL saliva saring ke dalam tabung 1 dan
segera masukkan ke dalam gelas kimia berisi air bersuhu 60°C. Siapkan tabung 2
yang telah di isi dengan 5 mL pati 1%, gabungkanlah larutan pada tabung 1 dan
tabung 2. Teteskan iodium sebanyak 3 tetes ke dalam campuran larutan tabung 1
dan tabung 2. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat perubahan
yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch). Bandingkan hasil pengamatan terhadap pengaruh suhu 15°C
dan 60°C.
3.3.2. Pengaruh
pH terhadap aktivitas enzim amilase liur
1. Menggunakan
HCl (pH asam)
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Masukkan 5 mL pati 1% dan 5 mL HCl 2 M
serta tambahkan 0,25 mL saliva saring ke dalam tabung reaksi. Segera masukkan
tabung reaksi tersebut ke dalam penangas dengan suhu 40°C dan berikan 3 tetes iodium.
Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat perubahan yang
terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch).
2. Menggunakan Na2CO3
(pH basa)
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Masukkan 5 mL pati 1% dan 5 mL Na2CO3
2 M serta tambahkan 0,25 mL saliva saring ke dalam tabung reaksi. Segera
masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam penangas dengan suhu 40°C dan berikan 3 tetes
iodium. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat perubahan
yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch). Bandingkan pengaruh hasil pengamatan antara pengaruh pH
asam dan basa terhadap aktivitas enzim amilase.
3.3.3. Pengaruh
jumlah enzim terhadap aktivitas kerja enzim amilase liur
1. Menggunakan
0,25 mL saliva saring
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Masukkan 5 mL pati 1% dan tambahkan 0,25 mL
saliva saring ke dalam tabung reaksi. Masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam
gelas kimia berisi air dan letakkan di hot plate dengan suhu 37°C dan tambahkan 3
tetes iodium. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati, dan catat
perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch).
2. Menggunakan 2 mL saliva
saring
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Masukkan 5 mL pati 1% dan tambahkan 2 mL saliva
saring ke dalam tabung reaksi. Masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam gelas
kimia berisi air dan letakkan di hot plate dengan suhu 37°C dan tambahkan 3
tetes iodium. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati, dan catat
perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch). Bandingkan hasil pengamatan antara jumlah saliva saring
terhadap aktivitas enzim.
3.3.4. Pengaruh
jumlah substrat terhadap aktivitas kerja enzim amilase liur
1. Menggunakan
5 mL pati 0,5 %
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Masukkan 5 mL pati 0,5% dan tambahkan 0,25
mL saliva saring ke dalam tabung reaksi. Masukkan tabung reaksi tersebut ke
dalam gelas kimia berisi air dan letakkan di atas hot plate bersuhu 37°C dan tambahkan 3 tetes
iodium. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat perubahan
yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch).
2.
Menggunakan 5 mL pati 1%
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan. Masukkan 5 mL pati 1% dan tambahkan 0,25 mL
saliva saring ke dalam tabung reaksi. Masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam
gelas kimia berisi air dan letakkan di atas hot plate bersuhu 37°C dan tambahkan 3
tetes iodium. Pertahankan suhunya agar tetap konstan. Aduk, amati dan catat
perubahan yang terjadi per 30 detik (dengan menggunakan stopwatch). Bandingkan hasil pengamatan antara jumlah substrat
terhadap aktivitas enzim
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Berdasarkan pengamatan terhadap praktikum enzim,
hasil yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut.
Tabel IV.I.
Hasil Pengamatan Pengaruh Suhu Terhadap Kerja Enzim
Jumlah Substrat
|
Jumlah Enzim
|
Suhu
|
Uji Iodium
|
5 mL Amilum 1%
|
0,25 mL
|
15°C
|
Biru kehitaman
|
60°C
|
Kuning kemudian jadi bening
|
Tabel IV.II. Hasil Pengamatan Pengaruh pH Terhadap Kerja Enzim
Jumlah Substrat
|
Jumlah Enzim
|
Suhu
|
pH
|
Uji Iodium
|
5 mL Amilum 1%
|
0,25 mL
|
40°C
|
HCl 2 M
|
Biru kehitaman menjadi bening
|
Na2CO3
2 M
|
Coklat
|
Tabel IV.III. Hasil Pengamatan Pengaruh Jumlah Enzim Terhadap Kerja
Enzim
Jumlah Substrat
|
Jumlah Enzim
|
Suhu
|
Uji Iodium
|
5 mL Amilum 1%
|
0,25 mL
|
37°C
|
Biru kehitaman
|
2 mL
|
Coklat kekuningan
|
Tabel IV.IV. Hasil Pengamatan Pengaruh Jumlah Substrat Terhadap Kerja
Enzim
Jumlah Substrat
|
Jumlah Enzim
|
Suhu
|
Uji Iodium
|
5 mL Amilum 0,5%
|
0,25 mL
|
37°C
|
Kuning
|
5 mL Amilum 1%
|
Biru kehitaman
|
4.2.
Pembahasan
Enzim merupakan suatu protein yang berfungsi
sebagai katalisator yaitu suatu zat yang bekerja untuk mempercepat laju reaksi
yang terjadi dalam tubuh dimana enzim tersebut tidak ikut bereaksi sehingga
bentuknya tetap atau tidak berubah. Oleh karenanya, enzim disebut juga sebagai
biokatalisator. Terdapat berbagai macam jenis enzim dalam tubuh, salah satunya
yaitu enzim amilase yang terdapat dalam liur (saliva). Menurut Maisaroh (2015) ada tiga macam enzim amilase, yaitu α
amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan
pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam
amilum. Menurut Ansyari (2013) hasil
hidrolisis oleh amilase terutama berupa maltosa, sebagian kecil berupa limit
dekstrin, maltotriosa, dan glukosa.
Dalam praktikum kali ini dilakukan uji aktivitas kerja enzim dengan melakukan
pengamatan terhadap enzim yang dipengaruhi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kerja enzim, yaitu temperatur (suhu), pH (derajat keasaman), jumlah
enzim dan jumlah substrat.
Pada percobaan pertama mengenai kerja enzim yang
dipengaruhi oleh temperatur (suhu), langkah kerja yang dilakukan ialah dengan menyiapkan
dua tabung reaksi dimana keduanya ditambahkan 0,25 mL saliva yang telah
disaring dan 5 mL amilum 1%. Tabung pertama dimasukkan ke dalam gelas kimia
yang telah berisi air dingin (air dan es batu) bersuhu 15°C. Sedangkan, tabung kedua dimasukkan ke dalam gelas
kimia yang telah berisi air hangat bersuhu 60°C. Selanjutnya kedua tabung
tersebut ditetesi dengan larutan iodium. Hasil yang diperoleh ialah pada tabung
pertama larutan enzim dan saliva mengalami perubahan warna menjadi biru
kehitaman. Sedangkan tabung kedua terjadi perubahan warna dari kuning kemudian
menjadi bening setelah dilakukan pengocokkan.
Menurut Firmansyah, dkk (2009) enzim
pada manusia bekerja optimal pada 35–40°C. Pada suhu jauh di bawah suhu
optimal, misalnya pada 0°C, enzim tidak aktif. Berdasarkan teori pendukung
tersebut, dapat dihubungkan dengan hasil percobaan pada tabung pertama bahwa
aktivitas kerja enzim mengalami penurunan. Sehingga enzim amilase tidak dapat
melakukan pemutusan ikatan amilum menjadi maltosa. Hal ini ditandai dengan terjadinya
perubahan warna ketika diuji iodium. Perubahan yang terjadi diakibatkan oleh reaksi
antara iodium dan pati yang semula bening menjadi biru kehitaman. Hal ini
sesuai dengan Maligan
(2014) bahwa prinsip uji iodium ialah pati dan iodium akan membentuk ikatan
kompleks yang berbawarna biru. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada suhu 15°C
enzim mengalami penurunan aktivitas kerja sehingga enzim tidak dapat melakukan
penguraian amilum menjadi maltosa.
Pada tabung kedua, hasil yang
diperoleh ialah terjadi perubahan warna dari kuning menjadi bening setelah
dilakukan pengocokkan. Pada suhu 60°C, aktivitas kerja enzim terjadi penurunan karena
enzim mengalami kerusakan namun masih dapat melakukan hidrolisis pati. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Aditia (2013) pada suhu antara 60–70°C, reaksi enzim
menurun. Hal ini didukung juga oleh Sembiring dan Sudjino (2009) bahwa jika
suhu melebihi batas optimum, dapat menyebabkan denaturasi protein yang berarti
enzim telah rusak. Perubahan warna menjadi kuning merupakan tanda bahwa telah
terjadi hidrolisis pada pati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ismawanti (2014) bahwa pada hidrolisis
pati terdapat titik
akromatik yaitu titik dimana pati tersebut menunjukan warna yang lebih pudar
saat dilakukan penetesan iodin yang menandakan bahwa pati tersebut telah
terhidrolisis.
Selanjutnya dilakukan percobaan kedua mengenai kerja
enzim yang dipengaruhi oleh pH (derajat keasaman). Langkah kerja yang dilakukan
ialah dengan menyiapkan dua tabung reaksi dimana keduanya dimasukkan 5 ml
amilum 1%. Pada tabung pertama ditambahkan asam klorida sebagai pH asam dan
tabung kedua ditambahkan natrium karbonat sebagai pH basa. Kemudian kedua
tabung ditambahkan 0,25 mL saliva saring dan diletakkan dipenangas air bersuhu
40°C
serta dilakukan pengujian dengan iodium. Hasil yang diperoleh ialah pada tabung
pertama menghasilkan perubahan warna dari biru kehitaman menjadi bening setelah
dikocok dan tabung kedua menghasilkan perubahan warna menjadi coklat.
Percobaan kedua pada tabung
pertama, hasil yang diperoleh ialah perubahan warna dari biru kehitaman menjadi
bening setelah dikocok. Warna biru kehitaman mengindikasikan bahwa masih
terdapat pati dalam larutan sehingga dapat dikatakan bahwa enzim amilase tidak
melakukan aktivitas penguraian pati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pratama,
dkk (2015) bahwa ketika di tetesi iodium, larutan
menghasilkan warna biru. Hal ini mengindikasikan bahwa enzim amilase tidak
dapat memecah amilum. Enzim amilase mengalami denaturasi karena perlakuan asam.
Ketika enzim amilase rusak karena pH, maka tidak terbentuk titik akromatik.
Kemudian
pada tabung kedua, hasil yang diperoleh ialah perubahan warna menjadi coklat.
Perubahan warna menjadi coklat ini menandakan bahwa pati sedikit telah
terpecah, namun bukan dikarenakan pH basa dari natirum karbonat melainkan dari
suhunya yaitu 40°C.
Menurut Pratama, dkk (2015) enzim amilase yang ada
di dalam cairan saliva di rongga mulut bekerja pada kisaran pH 6,8 - 7,0. Pada
pH yang relatif rendah atau tinggi aktivitas enzim akan menurun bahkan hilang karena
kemungkinan enzim sudah terdenaturasi. Berdasarkan teori tersebut, jelas bahwa
pH asam maupun basa tidak dapat meningkatkan aktivitas kerja enzim amilase
karena enzim tersebut bekerja pada kisaran pH 6,8 - 7,0.
Selanjutnya
dilakukan percobaan ketiga mengenai kerja enzim yang dipengaruhi oleh jumlah
(kadar) enzim. Langkah kerja yang dilakukan ialah dnegan menyiapkan dua tabung
reaksi dimana keduanya ditambahkan 5 mL amilum 1% kemudian pada tabung pertama
ditambahkan 0,25 mL saliva saring dan tabung kedua ditambahkan 2 mL saliva
saring. Kemudian dipertahankan pada suhu 37°C. Hasil yang diperoleh ialah, pada
tabung pertama terjadi perubahan warna menjadi biru kehitaman sedangkan pada
tabung kedua menjadi coklat kekuningan.
Perubahan warna yang terjadi pada
tabung pertama ialah menjadi biru kehitaman dan tabung kedua menjadi coklat.
Hal ini menandakan bahwa pada kadar enzim 0,25 mL (tabung pertama), belum
terjadi aktivitas enzim amilase untuk mengurai atau memecah pati sehingga
ketika diuji iodium membentuk kompleks warna biru kehitaman. Sedangkan pada
kadar enzim 2 mL (tabung kedua), perubahan warna coklat kekuningan yang terjadi
menandakan bahwa terjadi peningkatan aktivitas enzim amilase yaitu mulai terjadi
pemecahan pati menjadi maltosa. Dari kedua percobaan ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin banyak kadar enzim maka semakin bertambah aktivitas
kerja enzim. Hal ini juga dinyatakan oleh Mardiana (2011) bahwa semakin tinggi
konsentrasi enzim maka semakin efektif dalam mengkatalisis substrat.
Percobaan terakhir yaitu percobaan
mengenai kerja enzim yang dipengaruhi oleh jumlah (konsentrasi) substrat. Langkah
kerja yang dilakukan ialah dengan menyiapkan dua tabung reaksi yang
masing-masing ditambahkan 5 mL amilum 0,5% dan 1%. Kemudian ditambahkan 0,25 mL
saliva saring dan dipertahankan pada suhu 37°C. Hasil yang diperoleh ialah pada
tabung pertama, terjadi perubahan warna menjadi kuning. Sedangkan pada tabung
kedua, terjadi perubahan warna menjadi biru kehitaman.
Pada tabung pertama, perubahan
warna kuning yang terjadi menandakan bahwa telah terjadi pemecahan pati oleh
enzim amilase. Sedangkan pada tabung kedua, perubahan warna biru kehitaman yang
terjadi menandakan bahwa tidak terjadi pemecahan pati oleh enzim amilase. Menurut
Firmansyah, dkk (2009) penambahan konsentrsi
substrat pada reaksi yang dikatalisis oleh enzim awalnya akan meningkatkan laju
reaksi. Akan tetapi, setelah konsentrasi substrat dinaikkan lebih lanjut, laju
reaksi akan mencapai titik jenuh dan tidak bertambah lagi. Setelah mencapai
titik jenuh, penambahan kembali konsentrasi substrat tidak berpengaruh terhadap
laju reaksi. Berdasarkan teori tersebut, jelas bahwa pada penambahan
konsentrasi substrat yang tinggi menyebabkan laju reaksi menjadi jenuh sehingga
terjadi perlambatan reaksi yang menyebabkan tidak terpecahnya pati menjadi
maltosa.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum kali
ini ialah sebagai berikut :
1.
Cara kerja enzim amilase ialah dengan memecah pati (amilum) menjadi
maltose. Mekanisme yang terjadi ialah enzim amilase menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik secara acak pada rantai amilosa dan
membentuk unit maltosa.
2.
Kecepatan reaksi enzimatik dari enzim amilase dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu faktor temperatur (suhu), pH (derajat keasaman),
jumlah (kadar) enzim dan jumlah (konsentrasi) substrat.
5.2.
Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah perlu adanya
praktikum kembali karena praktikum sebelumnya masih belum terlalu maksimal. Dengan
dilakukannya praktikum enzim kembali diharapkan agar mahasiswa dapat
memaksimalkan kegiatan praktikum serta dapat meninjau faktor-faktor kesalahan
pada praktikum sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aditia,
Lasinrang. 2013. Enzim dan Kerja Enzim. Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar. Sulawesi Selatan
Anonim.
2005. Material Safety Data Sheet. Texas.
Diakses pada : https://www.sciencelab.com/ (29 April 2017, 20.30 WITA)
Ansyari, Ahmad Isal. 2013. Aktivitas Enzim Amilase
Saliva dengan Metode Wohlgemut`s. Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarbaru
Ariebowo, Moekti dan Fictor Ferdinand P.
2009. Praktis Belajar Biologi : Untuk
Kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Firmansyah, Rikky., Agus M.H., Muhammad
U.R., 2009. Mudah dan Aktif Belajar
Biologi : Untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu
Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Husnaeni.
2012. Mengenal Lebih Jauh Tentang
Karbohidrat. Universitas Halu Oleo. Kendari
Ismawanti,
Zuhria. 2014. Hidrolisis Amilum. Politeknik
Kesehatan Bandung. Jawa Barat
Maligan, Jaya
Mahar. 2014. Analisis Karbohidrat. Universitas
Brawijaya. Jawa Timur
Mardiana.
2011. Enzim. Universitas Hasanuddin. Makassar
Pratama, Aditya Putra., Meilani
Anggraeni., Jeanne Isbeanny LFH., Mohamad Amin., Roscha Amelia dan Ana
Roudlotul Jannah. 2015. Pengaruh Suhu dan
pH Terhadap Aktifitas Enzim. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah.
Jakarta
Rachmawati, Faidah., Nurul U., dan Ari
W. 2009. Biologi : Untuk SMA/MA Kelas XII
Program IPA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Ratih, Kristin Kusuma. 2012. Enzim. Universitas Negeri Malang. Jawa
Timur
Riskullah,
Faiz. 2013. Reagen. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Rochmah, Siti Nur., Sri W., dan
Mazrikhatul M. 2009. Biologi SMA/MA Kelas
XII. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Sembiring,
Langkah dan Sudjino. 2009. Biologi Kelas
XII : Untuk SMA dan MA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional : Jakarta
Thayban.
2014. Konsep
Dasar Analisis Kualitatif dan Kuantitatif. Universitas
Negeri Gorontalo
Yiliawan,
M. Tri. 2015. Sifat Dan
Peranan Enzim Bagi Makhluk Hidup. Universitas Padjadjaran. Jawa
Barat
LAMPIRAN I
DOKUMENTASI HASIL ANALISA









LAMPIRAN
II
SKEMA KERJA SECARA UMUM
PENGARUH KERJA ENZIM TERHADAP TEMPERATUR
SKEMA KERJA SECARA UMUM
PENGARUH KERJA ENZIM TERHADAP TEMPERATUR
![]() |






|
PENGARUH
KERJA ENZIM TERHADAP pH
![]() |






|
PENGARUH
KERJA ENZIM TERHADAP JUMLAH ENZIM
![]() |




|
PENGARUH
KERJA ENZIM TERHADAP JUMLAH SUBSTRAT
![]() |






|
0 Response to "LAPORAN OKSIDASI BIOLOGI"
Post a Comment