Lettori fissi

LAPORAN Penetapan Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dari Kadar Zat Organik

Related


DOWNLOAD FILE DISINI

LAPORAN
ANALISA KIMIA AIR
Penetapan Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dari Kadar Zat Organik



DISUSUN OLEH
NAMA          : WAHYU MUBAROQH HASAN
NPM             : 85AK16028
PRODI         : DIII ANALIS KESEHATAN



PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
 STIKES BINA MANDIRI
GORONTALO
2017


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan ini yaitu Penetapan Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dari Kadar Zat Organik“.  Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw. yang  telah membawakan ajaran Islam yang dengannya dapat mengantarkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1.      Bapak Dede Sutriono, S.Si dan Bapak Adnan Malaha, S.Pd selaku dosen pengampuh mata kuliah praktikum Analisa Kimia Air yang telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan ini.
2.      Ayah dan Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Desember 2017

  Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………..    i
DAFTAR ISI ..……...……………………………………………………    ii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………     iv
BAB I  PENDAHULUAN  ………….…………………………………..   1
1.1.   Latar Belakang ………………………………………………...…....    1
1.2.   Tujuan  ………………………………………………………………    2
1.3.   Manfaat ……………………………………………………………..    2
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA  ……………………………………….   3
2.1.   Pengertian Air  ………………………………...……….……………   3
2.2.   Karakteristik Air ………………………………………………….....    3
2.3.   Sumber Air …………………………………………...……………..    4
2.3.1.      Air Permukaan ………………………………………………    5
2.3.2.      Air Tanah ………………………..………………………….     5
2.3.3.      Air Angkasa ………………………………………………...    6
2.4.   Kualitas Air …….…………………………………...………………    6
2.4.1.      Kualitas Biologi  …………….……………………………...     6
2.4.2.      Kualitas Fisik  ………………………………………………     7
2.4.3.      Kualitas Kimia …..………………………………………….     7
2.5.   Air Limbah ..…………………………..……………………………     7
2.6.   Sumber Limbah Cair …….…………………………….…….……..     8
2.6.1.      Aktivitas Manusia ....……..………………….……………..     8
2.6.2.      Aktivitas Alam ………………..……..……………………..     10
2.7.   Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) ….………………………     10
2.8.   Metode Winkler ……………………....…………………………….    11
BAB III METODE KERJA …………………..…………………………    13
3.1.   Alat ..…….…………………………………………………………..    13
3.2.   Bahan …….…………………………………………………………    13
3.3.   Prosedur Kerja ………………………………………………………    13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..………………………………   14
4.1.   Hasil ………………………………………………………………..     14
4.2.   Pembahasan .………………………………………………………..     14
BAB V PENUTUP ……………………………………………………..     19
5.1.   Kesimpulan ………………………………………………………...      19
5.2.   Saran ……………………………………………………………….      19
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...    20
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
LAMPIRAN III


DAFTAR TABEL
Tabel 2.7.1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan O2 Terlarut ……………..     11
Tabel 4.1.1. Hasil Uji Organoleptik dan Derajat Keasaman …………….     14
Tabel 4.1.2. Hasil Penentuan Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved
Oxygen
) ……………………………………..
……………....    14




BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Air sebagai sumber daya alam yang sangat melimpah dimuka bumi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan setiap makhluk hidup. Kebutuhkan akan air merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat tetap bertahan dan melangsungkan kehidupannya. Air memiliki berbagai macam jenis dan kriteria yang berbeda sesuai dengan tujuan penggunaannya. Namun, kualias air dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan perubahan kandungan di dalamnya sehingga dapat menyebabkan pencemaran terhadap air itu sendiri. Yang menjadi isu permasalahan sekarang ialah banyak sumber air yang digunakan oleh masyarakat yang tercemar. Sehingga perlu adanya koordinasi dari pemerintah untuk melakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Indonesia memiliki peraturan yang mengatur akan kualitas air. Peraturan tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. Dan, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu aspek atau parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas air ialah DO (Dissolved Oxygen). DO (Dissolved Oxygen) menyatakan jumlah oksigen yang terdapat dalam suatu perairan. Kadar oksigen terlarut yang tinggi dalam perairan mengindikasikan bahwa perairan tingkat pencemaran perairan tersebut rendah. Sebaliknya, jika kadar oksigen terlarut rendah maka tingkat pencemaran tinggi. Salah satu aktivitas yang dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut ialah pembangunan dan pendirian pabrik tahu.
Di Gotontalo banyak pengusaha atau pabrik-pabrik tahu yang beroperasi. Mereka membangu dan mendirikan pabrik tahu mereka di dekat sungai sehingga air sisa (limbah) pengolahan tahu dapat langsung dibuang pada sungai tersebut sehingga tidak menghasilkan bau yang tidak sedap disekitar pengukimannya. Pembuangan limbah tersebut menyebabkan peningkatan jumlah kadar zat organik. Peningkatan kadar zat organik menyebabkan tingginya nilai COD sehingga perairan tersebut tercemar karena banyaknya oksigen terlarut yang digunakan untuk mengoksidasi zat organik tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lahagu (2014) oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologi yang dilakukan oleh organisme aerobik dan anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhir adalah nutrient yang ada pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrient dan gas. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) pada perairan tersebut sehingga dapat diketahui kualitas daripada perairan itu sendiri.
1.2.   Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kali ini ialah agar mahasiswa dapat menentukan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dengan metode Winkler.
1.3.   Manfaat
Adapun manfaat dari laporan kali ini ialah memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam menentukan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dengan metode Winkler.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Pengertian Air
Air adalah substansi yang memungkinkan terjadinya kehidupan seperti yang ada di bumi. Seluruh organisme sebagian besar tersusun dari air dan hidup dalam lingkungan yang didominasi oleh air.  Air adalah medium yang biologis di bumi ini. Air adalah satu-satunya substansi umum yang ditemukan di alam dalam tiga wujud fisik materi yaitu padat, cair dan gas.Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai pada manusia (Jeprianto, 2014).
2.2.   Karakteristik Air
Air menutupi 70% permukaan bumi dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3 air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, (ground water), dan gunung es (glacier). Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologiyang berlangsung secara kontinu. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain yakni, memiliki kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yaitu 0° (32°F) - 100°C, air berwujud cair. Suhu 0°C merupakan titik beku  (freezing point)  dan suhu 100°C merupakan titik didih  (boiling point)  air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat di dalam jaringan tubuh mahluk hidup maupun air yang terdapat di laut, sungai, danau dan badan air yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan, sehingga tidak akan ada kehidupan di muka bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel mahluk hidup adalah air (Jeprianto, 2014).
Perubahan suhu air yang berlangsung lambat memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah besar. Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas  yang besar. Proses inilah yang merupakan salah satu penyebab mengapa pada saat berkeringat tubuh terasa sejuk dan merupakan penyebab terjadinya penyebaran panas yang baik di bumi. Selain itu air juga merupakan suatu pelarut yang baik, air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi, suatu cairan dikatakan memiliki permukaan tegangan yang tinggi jika tekananantar-molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher wetting ability) (Jeprianto, 2014).
Kepadatan  (density)  air, seperti halnya wujud juga tergantung dari temperatur dan tekanan barometris (P). Pada umumnya densitas meningkat dengan menurunnya temperatur, sampai tercapai maksimum pada 40°C. Sekalipun demikian, temperatur ini akan mudah berubah, hal ini tampak pada  specific heat air, yakni angka yang menunjukan jumlah kalori yang diperlukan untuk menaikan suhu satu gram air satu derajat celsius. Specific heat bagian air adalah 1/gram/°C, suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan  spescific heat lain-lain elemen di alam. Dengan demikian, transfer panas dari dan ke air tidak banyak menimbulkan perubahan temperatur. Kapasitas panas yang besar ini menyebabkan efek stabilisasi badan air  terhadap keadaan udara sekitarnya, hal ini sangat penting untuk melindungi kehidupan aquatik yang sangat sensitif terhadap gejolak suhu (Jeprianto, 2014).
2.3.   Sumber Air
Pada prinsipnya, jumlah air dialam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi (Limbong, 2008). Dalam siklus hidrologis ini dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar yang dapat diperkirakan kualitas dan kuantitasnya, diantaranya adalah Air permukaan, Air tanah, Air angkasa (Jeprianto, 2014).


2.3.1.   Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaan bumi. Pada umumnya air permukaan akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Air permukaan ada 2 macam yakni (Limbong, 2008):
1.      Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.
2.      Air Rawa/ Danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh zat-zat organik yang membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu dan sulit untuk dilakukan.
2.3.2.   Air Tanah
Air tanah adalah air yang meresap kedalam tanah sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah maupun oleh batu-batuan. Jika dibandingkan dengan sumber air yang lain, air tanah lebih baik sehingga air tanah banyak dimanfaatkan sebagai keperluan rumah tangga. Air tanah terbagi dalam beberapa golongan yaitu (Limbong, 2008):
1.      Air Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses penyerapan air pada permukaan tanah. Lumpur akan tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Air tanah dangkal ini terdapat dalam kedalaman 15 m. Sebagai sumber air minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas adalah baik tetapi tergantung pada musim.
2.      Air Tanah Dalam
Terdapat setelah lapisan rapat air pertama. Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal.  Kualitas dari air tanah dalam lebih baik daripada air tanah dangkal, karena pada air tanah dalam penyaringannya lebih sempurna dan bebas bakteri.
3.      Mata air
Merupakan air yang mengalami penyaringan menembus kedalaman lapisan mineral, dan muncul kepermukaan setelah melewati penyaringan tersebut. Air mengandung logam-logam yang terlarut dan pada umumnya adalah logam mangan yang akan membentuk endapan kuning kecoklatan pada saat air muncul dari permukaan. Sejumlah mata air mengandung pasir-pasir yang menyebabkan kehidupan organisme menjadi sangat rendah. Sebaliknya karbon dioksida menjadi tinggi dan menghasilkan nilai pH yang rendah.
2.3.3.   Air Angkasa
Air angksa merupakan air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan salju (Jeprianto, 2014).
2.4.   Kualitas Air
Penentuan kualitas air dapat dilakukan dengan melihat beberapa aspek berikut (Jeprianto, 2014) :
2.4.1.   Kualitas Biologi
Menurut ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI), kualitas air ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme dalam air. Jasad-jasad hidup yang mungkin ditemukan dalam sumber-sumber air antara lain golongan bakteri, ganggang, cacing serta plankton. Kehadiran bentuk-bentuk tidak diharapkan dalam air, hal ini dikarenakan berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit di samping pengaruh lain seperti timbulnya rasa dan bau.
2.4.2.   Kualitas Fisik
Karakteristik fisik yang umum dianalisis dalam penentuan kualitas air meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam air seperti lumpur, dan bahan-bahan yang dihasilkan oleh buangan industri.
2.4.3.   Kualitas Kimia
Adanya masalah-masalah seperti senyawa-senyawa kimia yang beracun, perubahan rupa, warna dan rasa, serta reaksi-reaksi yang tidak diharapkan menyebabkan diadakannya standar kualitas kimia air minum. Standar kualitas kimia air dan yang diperkenankan bagi berbagai parameter kimia, karena pada konsentrasi yang berlebihan kehadiran unsur-unsur tersebut di dalam air akan memberikan pengaruh-pengaruh negatif, baik dari segi kesehatan maupun dari segi pemakaian lain.
2.5.  Air Limbah
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan dalam jumlah relatif  sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan–bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Muthawali, 2013).
Air limbah adalah air yang telah mengalami penurunan kualitas karena pengaruh manusia. Air limbah perkotaan biasanya dialirkan disaluran air kombinasi atau saluran sanitasi, dan diolah di fasilitas pengolahan air limbah atau septic tank. Air limbah yang telah diolah dilepaskan ke badan air penerima melalui saluran pengeluaran. Air limbah, terutama limbah perkotaan, dapat tercampur dengan berbagai kotoran seperti feses maupun urin. Sistem pembuangan air adalah infrastruktur fisik yang mencakup pipa, pompa, penyaring, kanal, dan sebagainya yang digunakan untuk mengalirkan air limbah dari tempatnya dihasilkan ke titik di mana ia akan diolah atau dibuang. Sistem pembuangan air ditemukan di berbagai tipe pengolahan air limbah kecuali septic tank yang mengolah air limbah di tempat (Anggraeni, dkk, 2014).
Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan atau air hujan. Air tanah, air permukaan dan air hujan pada kondisi tertentu masuk sebagai komponen limbah cair, karena pada keadaan sistem saluran pengumpulan limbah cair sudah rusak atau retak, air alam itu dapat menyatu dengan komponen limbah cair yang lainnya dan harus diperhitungkan upaya penanganannya (Nurhasanah, 2009).
2.6.  Sumber Limbah Cair
Menurut Nurhasanah (2009), limbah cair bersumber dari aktivitas manusia dan aktivitas alam.
2.6.1.   Aktivitas Manusia 
Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair sangat beragam, sesuai dengan jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair diantaranya:
1.      Aktivitas Bidang Rumah Tangga
Sangat banyak aktivitas rumah tangga yang menghasilkan limbah cair, antara lain mencuci pakaian, mencuci alat makan/minum, memasak makanan dan minuman, mandi, mengepel lantai, mencuci kendaraan, penggunaan toilet, dan sebagainya. Semakin banyak jenis aktivitas dilakukan, semakin besar volume limbah cair yang dihasilkan.
2.      Aktivitas Bidang Perkantoran
Aktivitas perkantoran pada umumnya merupakan aktivitas penunjang kegiatan pelayanan masyarakat. Beberapa contoh antara lain Kantor Pemerintah Daerah, Kantor Skretariat DPR, Kantor Pos, Kantor PDAM, Kantor PLN, Bank, Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN), Kantor Inspeksi Pajak. Limbah cair dari sumber itu biasanya dihasilkan dari aktivitas kantin yang menyediakan makanan dan minuman bagi pegawai, aktivitas penggunaan toilet (kamar mandi, WC, wastafel), aktivitas pencucian peralatan, dan sebagainya.
3.      Aktivitas Bidang Perdagangan
Aktivitas bidang perdagangan mempunyai variasi yang sangat luas.variasi itu ditinjau dari berbagai aspek, yaitu jenis komoditas yang diperdagangkan, lingkup wilayah pemasaran, kemampuan permodalan, bentuk badan/organisasi, jenis kegiatan, dan sebagainya. Kegiatan dalam bidang perdagangan yang menghasilkan limbah cair yaitu pengepelan lantai gedung, pencucian alat makan dan minum di restoran, penggunaan toilet, pencucian pakaian, pencucian kendaraan, dan sebagainya. 
4.      Aktivitas Bidang Perindustrian
Aktivitas bidang perindustrian juga sangat bervariasi. Variasi kegiatan bidang perindustrian dipengaruhi antara lain oleh faktor jenis bahan baku yang diolah/ diproses, jenis barang atau bahan jadi yang dihasilkan, kapasitas produksi, teknik/jenis proes produksi yang diterapkan, kemampuan modal, jumlah karyawan, serta kebijakan manajemen industri.
5.      Aktivitas Bidang Pertanian
Aktivitas bidang pertanian menghasilkan limbah cair karena digunakannya air untuk mengaliri lahan pertanian. Secara alami dan dalam kondisi normal, limbah cair pertanian sebenarnya tidak menimbullkan dampak negatif pada lingkungan, namun dengan digunakannya pestisida yang kadang-kadang dilakukan secara berlebihan, sering menimbulkan dampak negatif pada keseimbangan ekosistem air pada badan air penerima.


2.6.2.   Aktivitas Alam
Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut air larian. Air larian yang jumlahnya berlebih sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama dapat menyebabklan terjadinya banjir. Atas dasar itu air hujan atau air larian perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem limbah cair, agar dapat dihindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat air hujan, baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat.
2.7.  Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Oksigen adalah salah satu unsur kimia yang sangat penting sebagai penunjang utama kehidupan berbagai organisme. Oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan menguraikan zat organik menjadi zat an-organik oleh mikroorganisme. Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis organismeberklorofil yang hidup dalam suatu perairan dandibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi zat hara yang masuk ke dalam tubuhnya (Simanjuntak, 2007).
Kehadiran oksigen terlarut (DO/Dissolved Oxygen) di dalam badan air sungai, merupakan indikator kesehatan (sanitasi) badan air sungai, semakin tingggi kandungan DO semakin sehat sungai tersebut. Oksigen terlarut  di dalam air sungai adalah produk dari proses neraca asupan oksigen dan pemakaian oksigen terlarut di dalam air sungai. Asupan oksigen, berasal dari masukan aliran air dan reaerasi di dalam sungai. Sedangkan penggunaan oksigen adalah untuk oksidasi material terdegradasi dari karbon organik (BOD) dan nitrogen anorganik (NH4 dan NO2) yang berasal dari masukan aliran air anak-anak sungai yang mengandung air limbah atau dari pipa dan saluran keluaran air limbah (Harsono, 2010).
Keberadaan oksigen di perairan sangat penting  untuk diketahui sebab oksigen sangat penting bagi kehidupan. Banyaknya O2 terlarut dalam perairan biasa disebut DO. Dilihat dari jumlahnya, oksigen terlarut  adalah satu jenis gas terlarut dalam air pada urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat  kepentingannya bagi kehidupan, ksigen menempati urutan paling atas. Sumber utama oksigen dalam perairan adalah hasil difusi dari udara, terbawa melalui presipitasi (air hujan) dan hasil fotosintesis fitoplanton. Sebaliknya, kandungan DO dalam air dapat berkurang karena dimanfaatkan oleh aktivitas respirasi dan perombakan bahan organik. Kekurangan oksigen dapat dialami karena terhalangnya difusi akibat strafikasi salinitas yang terjadi. Rendahnya kandungan DO dalam air dapat berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan kehidupan akuatik lainnya, dan jika tidak ada sama sekali DO mengakibatkan munculnya kondisi anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika (Lahagu, 2014).
Menurut Lahagu (2014), hubungan kandungan oksigen terlarut dengan kriteria kualitas air ialah sebagai berikut :
Tabel 2.7.1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan O2 Terlarut
Kandungan O2 Terlarut (ppm)
Kriteria Kualitas Air
> 6,5
Tidak Tercemar
4,5 – 6,4
Tercemar Ringan
2 – 4,4
Tercemar Sedang
< 2
Tercemar Berat
2.8.  Metode Winkler
Mengukur kadar oksigen terlarut dalam air banyak cara yang bisa dilakukan salah satunya dengan menggunakan metode winkler, tetapi secara umum metode yang digunakan untuk mengukur kadar oksigen terlarut adalah metode winkler itu sendiri. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri (Nuswantoro, dkk, 2010).
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan  larutan MnSO4 dan NaOH, sehingga akan terjadi endapan. Dengan menambahkan H2SO4 maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium  (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (2 tetes) (Novianto, dkk, 2012).
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda Winkler lebih analitis, teliti dan akurat   apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran (Novianto, dkk, 2012).
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah  dimana dengan cara Winkler penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan (Novianto, dkk, 2012).










BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1.   Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum Penentuan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) air ialah Erlenmeyer, buret, statif dan klem, gelas kimia, gelas ukur, botol KOB dan pipet tetes.
3.2.   Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Penentuan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) ialah sampel air sungai kontaminasi limbah tahu, larutan Na2S2O3 0,05 N, larutan H2SO4 pekat, larutan MnSO4 0,01 N, larutan alkali iodida azida, dan indikator amilum.
3.3.   Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Langkah awal, ambil 100 mL contoh uji masukkan ke dalam botol DO. Tambahkan 1 mL larutan MnSO4 0,01 N dan 1 mL larutan alkali iodida azida secara berturut-turut. Diamkan 10 menit hingga endapan mengendap. Kemudian tambahkan 1 mL larutan H2SO4 pekat hingga endapan larut. Selanjutnya ambil 50 mL contoh uji dan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,05 N hingga berwarna kuning pudar. Tambahkan indikator amilum hingga berwarna biru. Titrasi dengan  larutan Na2S2O3 0,05 N hingga warna biru menghilang. Catat volume Na2S2O3 yang digunakan dan lakukan perhitungan kadar oksigen terlarut.
Keterangan :
V  = Volume larutan Na2S2O3 (mL)
N  = Konsentrasi larutan Na2S2O3 (N)
F  = Faktor pengenceran


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum Penentuan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) ialah sebagai berikut :
Tabel 4.1.1. Hasil Uji Organoleptik dan Derajat Keasaman
No.
Parameter
Hasil Pengujian
1
Warna
Tidak berwarna
2
Kejernihan
Keruh
3
Bau
Berbau busuk
4
Rasa
Tidak berasa
5
pH
7,45

Tabel 4.1.2. Hasil Penentuan Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Volume Sampel
(mL)
Volume Na2S2O3 (mL)
Konsentrasi Na2S2O3
(N)
Kadar DO
( mg O2/L)
50
17
0,05
138,72

4.2.    Pembahasan
 Air sebagai salah satu kebutuhan pokok makhluk hidup merupakan komponen esensial yang keberadaanya dimanfaatkan oleh setiap makhluk hidup. Manusia banyak memanfaatkan air dalam kehidupan sehari-hari untuk dikonsumsi, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Namun kebutuhan akan pasokan air oleh manusia juga berbanding lurus dengan kebutuhan air yang berkualitas bersih. Menurut Widyastuti (2013) kualitas air merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui apakah suatu sumber air tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, seperti kebutuhan air minum, pertanian, perikanan, maupun digunakan untuk keperluan lainnya.

Ironisnya di Indonesia, pemanfaatan sumber air seperti sungai masih sering disalahgunakan oleh oknum atau kelompok-kelompok tertentu sehingga menyebabkan kualitas air menjadi jauh dari kualitas air yang baik dan bersih. Hal ini disebabkan oleh cemaran yang terjadi dari aktivitas tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pegendalian pencemaran air, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa pencemaran dapat mengakibatkan air tidak dapat digunakan sebagaimana fungsi menurut peruntukkannya.
Di Gorontalo terdapat pabrik-pabrik tahu yang didirikan dekat sungai. Tujuan pendirian atau pembangunan pabrik tahu tersebut tidak lain karena air sungai digunakan sebagai tempat pembuangan akhir limbah pabrik tahu. Limbah dapat menyebabkan pencemaran yang diakibatkan oleh zat organik dari limbah. Secara biologis, zat-zat tersebut mampu dioksidasi oleh oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) pada sungai tersebut sehingga menyebabkan menurunnya angka oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) yang berarti pula terjadi penurunan kualitas air tersebut. Berdasarkan hal tersebut, pada praktikum kali ini dilakukan suatu uji untuk menentukan seberapa banyak kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) yang terdapat dalam perairan tercemar tersebut. Sampel yang digunakan ialah sampel air dari pencemaran limbah tahu yang berasal dari Kelurahan Kayu Merah, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo.
Sebelum melakukan pengujian kadar oksigen terlarut perlu dilakukan pengujian organoleptik dan derajat keasaman. Uji organoleptik ialah uji yang penilaiannya dilakukan secara langsung dengan mengandalkan panca indera. Dan derajat keasaman merupakan pengujian untuk mengetahui suasana contoh uji (sampel) apakah termasuk dalam asam, netral atau basa.
Dari hasil yang didapatkan, sampel tidak berwarna tetapi kejernihannya kurang sehingga terlihat keruh. Hal ini menendakan bahwa terdapat zat-zat yang tidak larut dalam sampel. Bau sampel juga berbeda yaitu tercium bau busuk yang berasal dari sampel. Bau ini dihubungkan dengan ar yang telah tercemar oleh zat-zat yang mempu mengubah bau air. Sehingga sampel tersebut dapat dikatakan terkontaminasi dengan limbah pabrik tahu. Sampel air tersebut tidak memiliki rasa dan pH-nya mencapai 7,45. Derajat keasaman ini menunjukkan bahwa sampel masih berada di suasana normal yang cenderung ke basa. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, kadar maksimum pH yang diperbolehkan ialah 6,5-8,5. Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel masih berada pada kisaran pH yang normal pada air.
Penentuan DO merujuk pada menurut SNI 06-6989.14:2004 ialah dilakukan dengan cara yodometri (modifikasi azida). Prinsip kerjanya yaitu oksigen terlarut bereaksi dengan ion mangan (II) dalam suasana basa menjadi hidroksida mangan dengan valensi yang lebih tinggi (Mn IV). Dengan adanya ion yodida (I-) dalam suasana asam, ion mangan (IV) akan kembali menjadi ion mangan (II) dengan membebaskan yodin (I2) yang setara dengan kandungan oksigen terlarut. Yodin yang terbentuk kemudian dititrasi dengan sodium thiosulfat dengan indikator amilum.
Prosedur kerja merujuk pada menurut SNI 06-6989.14:2004 atau disebut juga dengan metode Winkler. Langkah awal yang dilakukan ialah mengambil 100 mL contoh uji (sampel) dimasukkan ke dalam botol KOB. Tambahkan larutan MnSO4 sebanyak 1 mL dan larutan alkali iodida azida sebanyak 1 mL secara berturut-turut, dikocok dan diamkan selama 10 menit. Menurut Novianto, dkk (2012), jika tidak ada oksigen, endapan  putih  murni  Mn(OH)2 akan terbentuk ketika MnSO4 dan reagen alkali iodida (NaOH+KI) ditambahkan ke dalam sampel. Jika terdapat  oksigen  di dalam sampel, maka beberapa dari Mn (II) dioksidasi menjadi Mn (IV) dan mengendap sebagai mangan dioksida hidrat berwarna coklat. oksidasi Mn (II) menjadi MnO2, kadang-kadang disebut fiksasi oksigen, terjadi perlahan, terutama pada temperatur  rendah.
Setelah 10 menit berlalu, larutan mangan sulfat dan larutan alkali iodida azida bereaksi menghasilkan produk endapan mangan dioksida. Larutan ditambahkan 1 mL asam sulfat (H2SO4) yang mana menurut Nuswantoro, dkk (2010) mengakibatkan endapan menghilang dan warna berubah dari bening menjadi cokelat muda. Selain itu, Menurut Novianto, dkk (2012) penambahan asam sulfat juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Pada kondisi asam, MnO2 mengoksidasi I- dan membentuk I2.
Setelah itu, larutan sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat. Iodium bebas (I2) akan bereaksi dengan larutan natrium thiosulfat. Semakin banyak reaksi yang terjadi antara iodium bebas dengan natrium thiosulfat akan menghasilkan warna bening pada larutan. Oleh kaena itu, titrasi tersebut dilakukan hingga terjadi perubahan warna coklat muda menjadi kuning pudar atau kuning terang saja.
Ketika warna kuning pudar atau kuning terangnya telah tampak selanjutnya ditambahkan indikator amilum (kanji). Indikator amilum berfungsi sebagai penanda bahwa titik akhir titrasi berakhir. Reaksi antara iodium dan amilum menghasilkan kompleks iod-amilum yang berwarna biru. Setelah larutan berubah warna menjadi biru, selanjutnya dilakukan itrasi dengan Na2S2O3 kembali hingga warna biru menghilang.
Setelah titrasi berakhir yang ditandai dengan perubahan warna menjadi bening, maka dicatat volume natrium thiosulfat yang digunakan kemudian dilakukan perhitungan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen). Hasil yang diperoleh ialah 138,72 mg O2/L. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, batas maksimal DO (Dissolved Oxygen) dibagi menjadi empat kriteria mutu yaitu kelas I untuk air baku air minum batas minimumnya 6 mg/L, kelas II untuk prasaran/sarana air batas minimumnya 4 mg/L, kelas III untuk pembudidayaan ikan air tawar batas minimumnya 3 mg/L dan kelas IV untuk mengairi pertanaman batas minimumnya 0 mg/L. Merujuk pada Peraturan Pemerintah tersebut, sampel air tersebut dapat digunakan pada keempat kriteria mutu air tersebut. Selain itu, menurut Lahagu (2014) bahwa kandungan O2 terlarut lebih dari 6,5 ialah tidak tercemar. Berdasarkan teori penunjang tersebut dapat diketahui bahwa sampel air tidak mengalami pencemaran. Namun hal ini belum dapat diterima secara baik karena hasil yang didapatkan terlalu tinggi untuk kadar O2 terlarut. Hal ini didukung pula oleh Anggriawan, dkk (2013) hubungan antara kadar Oksigen dengan suhu ialah peningkatan suhu sebesar 1⁰C akan meningkatkan konsumsi sekitar 10% kadar oksigen terlarut. Berdasarkan teori tersebut, semakin tinggi suhu perairan maka semakin menurun kadar oksigen terlarut. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah suhu maka semakin tinggi pula kadar oksigen terlarut.
Dari hasil yang diperoleh mengenai penentuan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) sampel air sungai yang tercemar limbah tahu. Hal yang dapat dihimbau kepada masyarakat setempat walaupun menurut perhitungan kadar DO menunjukkan bahwa kadar oksigennya tinggi, langkah yang ebaiknya dilakukan masyarakat setempat ialah tetap mencegah penggunaan air tersebut untuk dikonsumsi. Namun, pemanfaatan air tersebut masih dapat dilakukan seperti digunakan untuk prasarana/sarana air, pembudidayaan ikan air tawar dan juga untuk mengairi pertanaman atau persawahan.


BAB V
PENUTUP
5.1.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai Penentuan kadar oksigen teralrut (Dissolved Oxygen), kesimpulan yang diperoleh ialah penentuan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dilakukan dengan metode Winkler secara Iodometri yang berprinsip pada oksigen terlarut bereaksi dengan ion mangan (II) dalam suasana basa menjadi hidroksida mangan dengan valensi yang lebih tinggi (Mn IV) yang selanjutnya dengan adanya ion iodida (I-) dalam suasana asam, ion mangan (IV) akan kembali menjadi ion mangan (II) dengan membebaskan iodin (I2) yang setara dengan kandungan oksigen terlarut. Iodin yang terbentuk dititrasi dengan natrium thiosulfat dengan indikator amilum dimana hasil yang diperoleh dari air sungai yang tercemar limbah tahu ialah  mg KMnO4/L. Kadar oksigen terlarut tersebut ialah 138,72 mg O2/L tergolong tinggi sehingga mengindikasikan tidak terjadi cemaran pada air sungai tersebut. Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 dengan batas minimum oksigen terlarut setiap kelas ialah 6 mg/L, 4 mg/L, 3 mg/L dan 0 mg/L.
5.2.   Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah perlu untuk melakukan praktikum kembali. Hal ini diutarakan karena hasil yang diperoleh dari perhitungan kadar oksigen ialah terlampai tinggi yaitu 138,72 mg O2/L. Oleh karena itu, dengan dilakukan praktikum kembali dapat mengetahui faktor-faktor kesalahan yang menyebabkan tingginya kadar oksigen terlarut pada praktikum sebelumya  sehingga dapat diminimalisir kesalahan yang terjadi.


DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, D. S., Fina S. S., Irma E., Katerina J. K. W., Maya N., Nunik H. H., dan Shelly W. 2014. ANALISA COD (Chemical Oxygen Demand) Dalam Air Limbah. Universitas Diponegoro. Semarang
Anggriawan, Denny., Yuni A., dan Hanan H. 2013. Oksigen Terlarut. Universitas Padjadjaran. Jatinangor
Harsono. 2010. Evaluasi Kemampuan Pulih Diri Oksigen Terlarut Air Sungai Citarum Hulu. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI. Bogor
Jeprianto. 2014. Uji Kualitas Mikrobiologi Air Tanah Di Sekitar Lokasi Peternakan Babi Desa Tumbang Tahai Dengan Metode MPN Coliform. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya. Kalimantan Tengah
Lahagu, Hendri. 2014. Penentuan Kadar Oksigen Terlarut. Universitas Diponegoro. Semarang
Limbong, Aquarina. 2008. Alkalinitas : Analisa Dan Permasalahannya Untuk Air Industri. Universitas Sumetera Utara. Medan
Muthawali, Dede Ibrahim. 2013. Analisa COD Dari Campuran Limbah Domestik Dan Laboratorium Di Balai Riset Dan Standarisasi Industri Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan
Novianto, Himawan., Dini A., dan Khristian A. H. 2014. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen). Universitas Indonesia. Depok
Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet Dan Domestik. Universitas Sumatera Utara. Medan
Nuswantoro, Arjanggi., Zatriana A., Nuril A. A., Nimasih M. S., Angga K., Nizam A. R., dan Ika S. 2010. Analisis Demand Oxygen (DO) Dengan Titrasi Metode Winkler. Universitas Airlangga. Surabaya
Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Sekretariat Negara. Jakarta
Simanjuntak, Marojahan. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk Klbat, Pulau Bangka. Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta Utara
Standard Nasional Indonesia  06-6989.14.  2004.  Air dan Air Limbah – Bagian 14: Cara Uji Oksigen terlarut secara Yodometri (Modifikasi azida). Badan Standardisasi Nasional (BSN)
Widyastuti, M. 2013. Pengaruh Limbah Industri Tahu Terhadap Kualitas Air Sungai Di Kabupaten Klaten. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta




LAMPIRAN I
Proses Pengujian pH
Persiapan Sampel Air
Sampel Air Pegunungan







Setelah Dititrasi (warna biru)
Proses Titrasi Untuk Kesadahan Total
Sebelum Dititrasi (warna ungu)






Setelah Dititrasi (warna ungu)
Proses Titrasi Untuk Kadar Kalsium
Sebelum Dititrasi (warna merah muda)









LAMPIRAN II
SKEMA KERJA
PENENTUAN KESADAHAN TOTAL
Sampel Air
 


Diukur sebanyak 25 ml diencerkan sampai 50 ml.
Masukkan dalam Erlenmeyer.
Tambahkan larutan buffer pH 10 sebanyak 2 ml.
Berwarna Merah Muda
(keunguan)
Tambahkan 30-50 mg indikator EBT.

 

Titrasi dengan larutan baku Na2EDTA.
Berwarna Biru
 


Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
Lakukan titrasi kembali (duplo).
Hitung kesadahan air
Hasil
 






PENENTUAN KADAR KALSIUM DAN MAGNESIUM
Sampel Air
 


Diukur sebanyak 25 ml diencerkan sampai 50 ml.
Masukkan dalam Erlenmeyer.
Tambahkan larutan NaOH 1 N sebanyak 2 ml hingga pH 12
Berwarna Merah Muda
Tambahkan 30-50 mg indikator mureksid.

Titrasi dengan larutan baku Na2EDTA.
Berwarna Ungu
 


Catat volume larutan baku Na2EDTA yang digunakan.
Lakukan titrasi kembali (duplo).
Hitung kesadahan kalsium dan magnesium
Hasil
 





LAMPIRAN III
PERHITUNGAN
PENENTUAN NILAI KESADAHAN AIR
Rumus :
Keterangan :
VCU        = Volume larutan Contoh Uji (mL)
VEDTA       = Volume rata-rata larutan baku Na2EDTA (mL)
MEDTA    = Molaritas larutan baku Na2EDTA untuk titrasi (mmol/mL)
VEDTA(a)  = Volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kesadahan total
(mL)
VEDTA(b)  = Volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi kadar kalisum
(mL)

Perhitungan kesadahan :





Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN Penetapan Kadar Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dari Kadar Zat Organik "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel