Lettori fissi

LAPORAN PENENTUAN KADAR KLORIDA

Related


DOWNLOAD FILE DISINI

LAPORAN
ANALISA KIMIA AIR
PENENTUAN KADAR KLORIDA


DISUSUN OLEH
NAMA          : WAHYU MUBAROQH HASAN
NPM             : 85AK16028
PRODI         : DIII ANALIS KESEHATAN



PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
 STIKES BINA MANDIRI
GORONTALO
2017



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan ini yaitu Penentuan Kadar Klorida “.  Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw. yang  telah membawakan ajaran Islam yang dengannya dapat mengantarkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1.      Bapak Dede Sutriono, S.Si dan Bapak Adnan Malaha, S.Pd selaku dosen pengampuh mata kuliah praktikum Analisa Kimia Air yang telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan ini.
2.      Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, November 2017

  Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………..    i
DAFTAR ISI ..……...……………………………………………………    ii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………     iv
BAB I  PENDAHULUAN  ………….…………………………………..   1
1.1.   Latar Belakang ………………………………………………...…....    1
1.2.   Tujuan  ………………………………………………………………    2
1.3.   Manfaat ……………………………………………………………..    2
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA  ……………………………………….   3
2.1.   Pengertian Air  ………………………………...……….……………   3
2.2.   Karakteristik Air ………………………………………………….....    3
2.3.   Sumber Air …………………………………………...……………..    4
2.3.1.      Air Permukaan ………………………………………………    5
2.3.2.      Air Tanah ………………………..………………………….     5
2.3.3.      Air Angkasa ………………………………………………...    6
2.4.   Kualitas Air …….…………………………………...………………    6
2.4.1.      Kualitas Biologi  …………….……………………………...     6
2.4.2.      Kualitas Fisik  ………………………………………………     7
2.4.3.      Kualitas Kimia …..………………………………………….     7
2.5.   Klorida …………..………………………………….………………    7
2.6.   Titrasi Argentometri ………………………………………………..     8
2.6.1.      Metode Mohr ....………………………………………...…..    8
2.6.2.      Metode Volhard ………………….…..……………………..    9
2.6.3.      Metode Fajans ………………………………..……………..    9
2.6.4.      Metode Guy Lussac/Leibig …………………………………    9
2.7.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan ……..……………    10
2.7.1.      Temperatur ………………………………………………….    10
2.7.2.      Sifat Alami Pelarut ………………………………………….    10
2.7.3.      Pengaruh Ion Sejenis ………………………………………..    10
2.7.4.      Pengaruh pH ………………………………………………..     10
2.7.5.      Pengaruh Hidrolisis …………………………………………    11
2.7.6.      Pengaruh Ion Kompleks …………………………………….    11
BAB III METODE KERJA …………………..…………………………    12
3.1.   Alat ..…….…………………………………………………………..    12
3.2.   Bahan …….…………………………………………………………    12
3.3.   Prosedur Kerja ………………………………………………………    12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..………………………………   13
4.1.   Hasil ………………………………………………………………..     13
4.2.   Pembahasan .………………………………………………………..     13
BAB V PENUTUP ……………………………………………………..     18
5.1.   Kesimpulan ………………………………………………………...      18
5.2.   Saran ……………………………………………………………….      18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………   19
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
LAMPIRAN III


DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.1. Hasil Uji Organoleptik ……………………………..……..       13
Tabel 4.1.2. Hasil Penentuan Klorida ...…………………….…………..      13


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Air sebagai sumber daya alam yang sangat melimpah dimuka bumi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan setiap makhluk hidup. Kebutuhkan akan air merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat tetap bertahan dan melangsungkan kehidupannya. Air memiliki berbagai macam jenis dan kriteria yang berbeda sesuai dengan tujuan penggunaannya. Namun, kualias air dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan perubahan kandungan di dalamnya sehingga dapat menyebabkan pencemaran terhadap air itu sendiri.
Masalah air di Indonesia merupakan masalah utama yang tertuju pada penyediaan air bersih untuk masyarakat. Ketersediaan air bersih masih terbilang kurang karena dapat dilihat pada masyarakat yang masih menggunakan air dari sumber air seperti sungai, danau dan sumur sebagai alternatif pengganti air bersih yang disediakan oleh pemerintah. Dengan demikian, kebutuhan akan air pada masyarakat mulai tertutupi namun masalah dibalik air tersebut masih tetap mengintai, yaitu masalah kebersihan air dari pencemaran. Rentannya sumber air untuk tercemar oleh zat-zat polutan menyebabkan perlunya upaya untuk menguji atau menentukan kualitas air tersebut.
Dalam hal menentukan kualitas air terdapat pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian tersebut dilakukan berdasarkan parameter-parameter yang telah ditetapkan. Parameter ini diperlukan untuk upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap sesuai dengan kondisinya. Salah satu parameter yang digunakan sebagai indikator dari pencemaran ialah parameter kadar klorida. Menurut Sianturi (2013) kadar klorida yang tinggi, misalnya pada air laut, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga kadarnya tinggi dapat meningkatkan sifat korosivitas air serta kadar klorida 250 mg/liter dapat mengakibatkan air menjadi asin. Salah satu zat kimia yang terkandung didalam air minum dan air sumur adalah klorida. Klorida yang berlebih merupakan suatu senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap lingkungan.
Di Gorontalo, seiring meningkatnya jumlah penduduk, terjadi pula peningkatan kebutuhan air yang bersih dan layak untuk dikonsumsi atau dapat digunakan oleh masyarakat Gorontalo. Oleh sebab itu, sumber air seperti sungai, danau atau pun sumur banyak digunakan masyarakat sekitar untuk kepeluan kegiatan sehari-sehari seperti mencuci, memasak, buang air dan sebagainya. Tanpa disadari oleh masyarakat, kegiatan yang dilakukan tersebut memiliki dampak terhadap kualitas air. Kualitas air dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat sekitarnya. Salah satu dampak yang mempengaruhi kualitas air ialah tercemarnya sumber air oleh limbah dimana menyebabkan meningkatnya kadar klorida pada sumber air. Menurut Herlambang (2006) klorida adalah penyebab rasa payau dalam air dan merupakan indikator pencemaran dari air limbah rumah. Oleh karenanya, analisis penentuan kadar klorida perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas sumber air tersebut dari adanya pencemaran.
1.2.   Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kali ini ialah agar mahasiswa dapat menentukan kadar klorida serta natrium klorida pada sampel.
1.3.   Manfaat
Adapun manfaat dari laporan kali ini ialah memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam menentukan kadar klorida serta natrium klorida pada sampel.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Pengertian Air
Air adalah substansi yang memungkinkan terjadinya kehidupan seperti yang ada di bumi. Seluruh organisme sebagian besar tersusun dari air dan hidup dalam lingkungan yang didominasi oleh air.  Air adalah medium yang biologis di bumi ini. Air adalah satu-satunya substansi umum yang ditemukan di alam dalam tiga wujud fisik materi yaitu padat, cair dan gas.Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai pada manusia (Jeprianto, 2014).
2.2.   Karakteristik Air
Air menutupi 70% permukaan bumi dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3 air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, (ground water), dan gunung es (glacier). Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologiyang berlangsung secara kontinu. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain yakni, memiliki kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yaitu 0° (32°F) - 100°C, air berwujud cair. Suhu 0°C merupakan titik beku  (freezing point)  dan suhu 100°C merupakan titik didih  (boiling point)  air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat di dalam jaringan tubuh mahluk hidup maupun air yang terdapat di laut, sungai, danau dan badan air yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan, sehingga tidak akan ada kehidupan di muka bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel mahluk hidup adalah air (Jeprianto, 2014).
Perubahan suhu air yang berlangsung lambat memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah besar. Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas  yang besar. Proses inilah yang merupakan salah satu penyebab mengapa pada saat berkeringat tubuh terasa sejuk dan merupakan penyebab terjadinya penyebaran panas yang baik di bumi. Selain itu air juga merupakan suatu pelarut yang baik, air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi, suatu cairan dikatakan memiliki permukaan tegangan yang tinggi jika tekananantar-molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher wetting ability) (Jeprianto, 2014).
Kepadatan  (density)  air, seperti halnya wujud juga tergantung dari temperatur dan tekanan barometris (P). Pada umumnya densitas meningkat dengan menurunnya temperatur, sampai tercapai maksimum pada 40°C. Sekalipun demikian, temperatur ini akan mudah berubah, hal ini tampak pada  specific heat air, yakni angka yang menunjukan jumlah kalori yang diperlukan untuk menaikan suhu satu gram air satu derajat celsius. Specific heat bagian air adalah 1/gram/°C, suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan  spescific heat lain-lain elemen di alam. Dengan demikian, transfer panas dari dan ke air tidak banyak menimbulkan perubahan temperatur. Kapasitas panas yang besar ini menyebabkan efek stabilisasi badan air  terhadap keadaan udara sekitarnya, hal ini sangat penting untuk melindungi kehidupan aquatik yang sangat sensitif terhadap gejolak suhu (Jeprianto, 2014).
2.3.   Sumber Air
Pada prinsipnya, jumlah air dialam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi (Limbong, 2008). Dalam siklus hidrologis ini dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar yang dapat diperkirakan kualitas dan kuantitasnya, diantaranya adalah Air permukaan, Air tanah, Air angkasa (Jeprianto, 2014).


2.3.1.   Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaan bumi. Pada umumnya air permukaan akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Air permukaan ada 2 macam yakni (Limbong, 2008):
1.      Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.
2.      Air Rawa/ Danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh zat-zat organik yang membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu dan sulit untuk dilakukan.
2.3.2.   Air Tanah
Air tanah adalah air yang meresap kedalam tanah sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah maupun oleh batu-batuan. Jika dibandingkan dengan sumber air yang lain, air tanah lebih baik sehingga air tanah banyak dimanfaatkan sebagai keperluan rumah tangga. Air tanah terbagi dalam beberapa golongan yaitu :
1.      Air Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses penyerapan air pada permukaan tanah. Lumpur akan tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Air tanah dangkal ini terdapat dalam kedalaman 15 m. Sebagai sumber air minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas adalah baik tetapi tergantung pada musim.
2.      Air Tanah Dalam
Terdapat setelah lapisan rapat air pertama. Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal.  Kualitas dari air tanah dalam lebih baik daripada air tanah dangkal, karena pada air tanah dalam penyaringannya lebih sempurna dan bebas bakteri.
3.      Mata air
Merupakan air yang mengalami penyaringan menembus kedalaman lapisan mineral, dan muncul kepermukaan setelah melewati penyaringan tersebut. Air mengandung logam-logam yang terlarut dan pada umumnya adalah logam mangan yang akan membentuk endapan kuning kecoklatan pada saat air muncul dari permukaan. Sejumlah mata air mengandung pasir-pasir yang menyebabkan kehidupan organisme menjadi sangat rendah. Sebaliknya karbon dioksida menjadi tinggi dan menghasilkan nilai pH yang rendah.
2.3.3.   Air Angkasa
Air angksa merupakan air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan salju (Jeprianto, 2014).
2.4.   Kualitas Air
Penentuan kualitas air dapat dilakukan dengan melihat beberapa aspek berikut (Jeprianto, 2014) :
2.4.1.   Kualitas Biologi
Menurut ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI), kualitas air ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme dalam air. Jasad-jasad hidup yang mungkin ditemukan dalam sumber-sumber air antara lain golongan bakteri, ganggang, cacing serta plankton. Kehadiran bentuk-bentuk tidak diharapkan dalam air, hal ini dikarenakan berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit di samping pengaruh lain seperti timbulnya rasa dan bau.


2.4.2.   Kualitas Fisik
Karakteristik fisik yang umum dianalisis dalam penentuan kualitas air meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik yang terkandung dalam air seperti lumpur, dan bahan-bahan yang dihasilkan oleh buangan industri.
2.4.3.   Kualitas Kimia
Adanya masalah-masalah seperti senyawa-senyawa kimia yang beracun, perubahan rupa, warna dan rasa, serta reaksi-reaksi yang tidak diharapkan menyebabkan diadakannya standar kualitas kimia air minum. Standar kualitas kimia air dan yang diperkenankan bagi berbagai parameter kimia, karena pada konsentrasi yang berlebihan kehadiran unsur-unsur tersebut di dalam air akan memberikan pengaruh-pengaruh negatif, baik dari segi kesehatan maupun dari segi pemakaian lain.
2.5.  Klorida
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida, natrium, sulfat,  magnesium,  kalsium,  potasium  dan  sisanya  teridiri  dari  bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam (Nurhayati, 2015).
Secara  ideal,  salinitas  merupakan  jumlah  dari  seluruh  garam-garaman dalam  gram  pada  setiap  kilogram  air laut.  Secara  praktis,  adalah  susah  untuk mengukur  salinitas  di laut,  oleh  karena  itu  penentuan  harga  salinitas  dilakukan dengan meninjau komponen yang  terpenting saja yaitu klorida  (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan  proses  kimiawi  titrasi  untuk  menentukan  kandungan  klorida (Nurhayati, 2015).
Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut. Sekitar ¾ dari klorin (Cl2) yang terdapat di bumi berada dalam bentuk larutan, sedangkan  sebagian besar fluorin (F2) berada dalam bentuk batuan mineral. Unsur klor dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida (Cl-). Ion klorida adalah salah satu anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami dalam jumlah lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2) (Rahmah, dkk, 2014).
2.6.  Titrasi Argentometri
Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion lainnya (CN-, CNS-) dengan ion Ag+ (Argentum) dari   perak nitrat (AgNO3) dan membentuk endapan perak halida (AgX) (Adam, 2007).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar  halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan  perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan (terjadi proses) pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Argentometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi analit dengan menggunakan       larutan baku sekunder yang mengandung unsur perak. Larutan baku    sekunder yang  digunakan adalah AgNO3, karena AgNO3 merupakan satu-satunya senyawa perak yang bisa terlarut dalam air. Produk yang dihasilkan dari titrasi ini adalah endapan yang berwarna. Dasar titrasi argentometri   adalah pembentukkan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan   analit (Rodiani dan Suprijadi, 2013).
Menurut Rodiani dan Suprijadi (2013) penentuan titik akhir titrasi dapat dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut :
2.6.1.   Metode Mohr
Cara Mohr digunakan untuk penetapan kadar klorida dan bromida (Cl- dan Br-). Sebagai indikator digunakan larutan kalium kromat. Titik akhir titrasi dicapai yaitu bila terbentuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4. Suasana larutan harus netral, yaitu sekitar 6,5  – 10. Bila pH >10 akan terbentuk endapan AgOH yang akan terurai menjadi Ag2O, sedangkan  apabila pH < 6,5 (asam), sebagian indikator K2CrO4 akan berbentuk HCrO4-.
2.6.2.   Metode Volhard
Pada cara ini larutan garam perak dititrasi dengan larutan garam tiosianat di dalam suasana  asam, sebagai indikator digunakan larutan garam feri (Fe3+), sehingga membentuk senyawa kompleks feritiosianat yang berwarna merah. Cara ini dapat dipakai untuk penentuan kadar klorida, bromida, iodida dan tiosianat, pada larutan tersebut ditambahkan larutan AgNO3  berlebih, kemudian kelebihan AgNO3 dititrasi kembali dengan larutan tiosianat. Suasana asam diperlukan untuk mencegah terjadinya hidrolisa ion Fe3+.
2.6.3.   Metode Fajans
Pada cara ini, untuk mengetahui titik akhir titrasi digunakan indikator adsorpsi, yaitu apabila suatu senyawa organik berwarna diserap pada permukaan suatu endapan, perubahan struktur organik mungkin terjadi, dan warnanya sebagian besar kemungkinan telah berubah atau lebih jelas. Mekanismenya sebagai berikut: jika perak nitrat ditambahkan kepada suatu larutan natrium klorida, maka partikel perak klorida yang terbagi halus cenderung menahan pada permukaannya (menyerap) beberapa ion klorida berlebih yang ada  di dalam larutan. Ion klorida membentuk lapisan primer sehingga partikel koloidal perak  klorida bermuatan negatif. Partikel-partikel negatif ini kemudian berkecenderungan menarik ion-ion positif dari larutan untuk membentuk suatu lapisan adsorpsi sekunder yang melekat kurang erat. Senyawa organik yang sering digunakan sebagai indikator adsorpsi adalah fluoresein atau HFI.
2.6.4.   Metode Guy Lussac/Leibig
Pada cara ini tidak digunakan indikator untuk penentuan titik akhir karena sifat dari endapan AgX yang membentuk larutan koloid bila ada ion sejenis yang berlebih. AgX tidak mengendap melainkan berupa kekeruhan yang homogen. Menjelang titik ekuivalen (1 % sebelum setara) akan terjadi koagulasi dari larutan koloid tersebut, karena muatan ion pelindungnya tidak kuat lagi untuk menahan penggumpalan. Dalam keadaan ini didapat endapan AgX yang berupa endapan kurdi (gumpalan) dengan larutan induk yang jernih. Titik akhir titrasi dicapai bila setetes pentiter yang ditambahkan tidak lagi memberikan kekeruhan.
2.7.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan
Menurut Rodiani dan Suprijadi (2013) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengendapan ialah sebagai berikut :
2.7.1.   Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2.7.2.   Sifat Alami Pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
2.7.3.   Pengaruh Ion Sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3  akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut.
2.7.4.   Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi  oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI.
2.7.5.   Pengaruh Hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis sehingga akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
2.7.6.   Pengaruh Ion Kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl.








BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1.   Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum analisis Kadar Klorida dengan metode Argentometri Mohr ialah erlemeyer, gelas ukur, gelas kimia, corong, buret, statif, klem, pipet tetes dan pH meter.
3.2.   Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum analisis Kadar Klorida dengan metode Argentometri Mohr ialah sampel air sungai bypass (I), sampel air sumur suntik (II), larutan AgNO3 0,1 N, indikator K2CrO4, dan aquadest.
3.3.   Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Langkah awal, Lakukan uji organoleptis dan derajat keasaman. Setelah itu, pipet 50 mL contoh uji (sampel) atau sejumlah volume contoh uji yang telah diencerkan menjadi 50 mL, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 1 mL larutan indikator K2CrO4. Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk warna kuning kemerahan sebagai titik akhir, catat kebutuhan larutan AgNO3 (A mL). Lakukan langkah sebelumnya dengan menggunakan air bebas mineral sebagai blanko dan catat kebutuhan larutan AgNO3 (B mL). Lakukan perhitungan kadar klorida (Cl-) berdasarkan SNI 6989.19:2009 dan natrium klorida (NaCl) berdasarkan SNI 06.6989.19:2004 sebagai berikut :
Keterangan :
A = volume larutan AgNO3 yang dibutuhkan untuk titrasi contoh uji (mL)
B = volume larutan AgNO3 yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (mL)
N = normalitas larutan AgNO3
f  = faktor pengenceran
V = volume contoh (mL)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum analisis Penentuan Kadar Klorida dengan metode Argentometri Mohr ialah sebagai berikut :
Tabel 4.1.1. Hasil Uji Organoleptik dan Derajat Keasaman
Parameter Organoleptik
Hasil Pengujian
Sampel I
Sampel II
Warna
Kuning kecoklatan
Tidak berwarna
Kejernihan
Sangat Keruh
Keruh
Bau
Tidak berbau
Berbau
Rasa
Tidak berasa
Tidak berasa
pH
7,85
7,30

Tabel 4.1.2. Hasil Penentuan Kadar Klorida
















4.2.   Pembahasan
Air merupakan suatu zat yang keberadaannya menjadi suatu kebutuhan makhluk hidup. Lebih dari 70% permukaan bumi merupakan lautan sehingga air dikategorikan sumber daya alam (SDA) yang dapat diperbarui dan tidak akan habis karena cadangan air yang sangat banyak. Dalam air laut terdapat berbagai macam garam-garaman mineral yang sangat penting. Hal ini disebutkan oleh Nurhayati (2015) bahwa garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida, natrium, sulfat,  magnesium,  kalsium,  potasium  dan  sisanya  teridiri  dari  bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida.
Klorida merukan salah satu senyawa yang tergolong dalam senyawa nonmetal. Klorida banyak membentuk ikatan senyawa dengan garam-garaman mineral lain seperti natrium membentuk natrium klorida (NaCl) yang biasanya disebut sebagai garam dapur. Klorida juga didapat dalam keadaan bebas yang disebut klorin (Cl2) tetapi sangat jarang dijumpai. Selain itu, klorida paling banyak ditemukan di lautan dalam bentuk ion klorida (Cl-). Oleh sebab itu, air di lautan memiliki rasa yang asin karena ion klorida dapat berikatan dengan ion natrium membentuk suatu senyawa garam.
Praktikum yang akan dilakukan kali ini ialah analisis kadar klorida dalam sampel air. Sampel air yang digunakan bukanlah yang berasal dari air laut melainkan air yang diambil dari sumber air lain yaitu air sungai bypass (sampel I) dan air sumur suntik (sampel II). Dalam praktikum ini, untuk menentukan kadar klorida dalam sampel digunakan suatu metode analisa kuantitatif yaitu titrasi Argentometri metode Mohr. Prinsip kerja metode ini menurut SNI 6989.19:2009 yaitu dalam larutan netral atau sedikit basa, ion perak bereaksi secara kuantitatif dengan ion klorida. Titrasi diakhiri dengan pembentukkan perak kromat yang berwarna merah hasil reaksi kelebihan ion perak dengan ion kromat.
Sebelum melakukan proses penetapan kadar klorida, terlebih dahulu dilakukan uji organoleptis dan uji derajat keasaman. Uji organoleptis bertujuan untuk mendapatkan penilaian terhadap sampel secara langsung dengan menggunakan sensor indera. Sedangkan uji derajat keasaman bertujuan untuk mengetahui keasaman atau suasana sampel dengan menggunakan alat pH meter. Suatu larutan atau sampel yang memelalui pengukuran nilai pH akan diinterpretasikan oleh alat pH meter menjadi tiga kemungkinan, yaitu apabila hasil interpetasi menunjukkan bahwa sampel memiliki nilai pH kurang dari 7 maka dinyatakan sebagai larutan asam. Apabila hasil interpetasi menunjukkan bahwa sampel memiliki nilai pH sama dengan 7 maka dinyatakan sebagai larutan normal. Dan apabila hasil interpetasi menunjukkan bahwa sampel memiliki nilai pH lebih dari dari 7 maka dinyatakan sebagai larutan basa.
Hasil yang diperoleh dari uji organoleptis yaitu, pada sampel I warnanya agak kekuningan atau kecoklatan. Hal ini menandai bahwa sampel air telah tercemar oleh suatu zat dimana zat tersebut dapat merubah warna sampel air menjadi warna kuning kecoklatan. Dugaan sementara ialah cemaran berasal dari zat-zat tidak larut seperti endapan-endapan tanah dan pasir. Selain itu, sampel memiliki tingkat kejernihan yang sangat kurang. Hal ini ditunjukan dari tingkat kekeruhan sampel air yang cukup tinggi dikarenakan terdapat zat-zat yang tersuspensi di dalamnya (zat-zat yang tidak larut). Kemudian untuk rasa dan bau mesih tetap normal yaitu tidak berasa dan berbau. Pada sampel II, parameter warna dan rasa masih normal tetapi pada kejernihan dan bau sudah tidak normal. Bau pada sampel II mengisyaratkan bahwa air tersebut bermasalah misalnya dikarenakan pencemaran air. Sedangkan kejernihan airnya masih terbilang kurang karena terdapat zat-zat yang tersusupensi di dalam sampel air. Dari hasil yang diperoleh pada kedua sampel dapat disimpulkan bahwa kedua sampel tidaklah layak untuk digunakan sebagai air konsumsi karena air yang layak untuk dikonsumsi secara fisik tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
Kemudian dilakukan uji keasaman dengan alat pH meter. Sampel I memiliki pH 7,85 dan sampel II memiliki pH 7,30. Dari hasil yang didapatkan, kedua sampel cenderung memiliki suasana basa. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, kadar maksimum pH yang diperbolehkan ialah 6,5-8,5. Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua sampel masih berada pada kisaran pH yang normal pada air. Air yang terlalu asam atau basa tidak dikehendaki oleh karena akan bersifat korosif atau kemungkinan akan sulit diolah.
Selanjutnya dilakukan analisis penentuan kadar klorida dengan mneggunakan metode Argentometri Mohr. Langkah awal yang dilakukan yaitu memiipet 50 mL contoh uji (sampel) atau sejumlah volume contoh uji yang telah diencerkan menjadi 50 mL, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 1 mL larutan indikator K2CrO4. Menurut Adam (2007) untuk mengetahui apakah titrasi telah mencapai reaksi yang sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi. Dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk warna kuning kemerahan sebagai titik akhir, catat kebutuhan larutan AgNO3 (A mL). Lakukan langkah sebelumnya dengan menggunakan air bebas mineral sebagai blanko dan catat kebutuhan larutan AgNO3 (B mL).





BAB V
PENUTUP
5.1.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai analisis
5.2.   Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah perlu untuk melakukan praktikum kembali untuk membandingkan kadar klorida dan natrium hidroksida pada air laut dengan air sampel dari sungai, waduk ataupun danau. Oleh karena itu, dengan dilakukan praktikum kembali tersebut, praktikan dapat melakukan perbandingan antara kadar klorida pada sampel dengan perlakuan yang sama sehingga dapat diketahui kadar kloridanya.



DAFTAR PUSTAKA
Adam. 2007. Kimia Analitik. Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Herlambang, Arie. 2006. Pencemaran Air dan Strategi Penaggulangannya. Pusat Teknologi Lingkungan. Tangerang
Jeprianto. 2014. Uji Kualitas Mikrobiologi Air Tanah Di Sekitar Lokasi Peternakan Babi Desa Tumbang Tahai Dengan Metode MPN Coliform. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangkaraya. Kalimantan Tengah
Limbong, Aquarina. 2008. Alkalinitas : Analisa Dan Permasalahannya Untuk Air Industri. Universitas Sumetera Utara. Medan
Nurhayati, Fitri. 2015. Analisa Penurunan Kadar Klor Dengan Menggunakan Ion Exchanger Dan Karbon Aktif Pada Air Laut Marina. Universitas Diponegoro. Semarang
Rahmah, N. N., Putri D. M. F., dan Citra C. 2014. Penentuan Ion Klorida Pada Air Dengan Metode Argentometri. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta
Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Sekretariat Negara. Jakarta
Rodiani, Teni dan Suprijadi. 2013. Analisis Titrimetri dan Gravimetri. Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Sianturi, Novita Sani. 2013. Analisa Kadar Klorida Pada Air Minum Dan Air Sumur Dengan Metode Argentometri. Universitas Sumatera Utara. Medan
Standard Nasional Indonesia  06-6989.19.  2004.  Air Dan Air Limbah – Bagian 19: Cara Uji Klorida (Cl-) dengan Metode Argentometri (Mohr). Badan Standardisasi Nasional (BSN)
Standard Nasional Indonesia  6989.19.  2009.  Air Dan Air Limbah – Bagian 19: Cara Uji Klorida (Cl-) dengan Metode Argentometri. Badan Standardisasi Nasional (BSN)



LAMPIRAN I
Pengambilan Sampel Sungai
Pengambilan Sampel Sumur Suntik
Sumur Suntik







Alat dan Bahan
Blanko
Sampel Sumur Suntik







Hasil Titrasi
Proses Titrasi
Sampel Sungai Bypass








LAMPIRAN II
SKEMA KERJA
PENENTUAN TSS



LAMPIRAN III
PERHITUNGAN
PENENTUAN TSS
Rumus Perhitungan Klorida :


Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN PENENTUAN KADAR KLORIDA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel