LAPORAN ANALISIS PH, ASIDITAS DAN ALKALINITAS
Related
DOWNLOAD FILE DISINI
DISUSUN OLEH
NAMA : WAHYU MUBAROQH HASAN
NPM : 85AK16028
PRODI : DIII ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
STIKES BINA MANDIRI
GORONTALO
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis
dapat menyelesaikan laporan ini yaitu “ Analisis pH, Asiditas dan Alkalinitas “. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw. yang telah membawakan ajaran Islam yang dengannya
dapat mengantarkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak
lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih
kepada yang terhormat :
1.
Bapak Dede Sutriono, S.Si dan Bapak Adnan Malaha, S.Pd selaku dosen pengampuh
mata kuliah praktikum Analisa Kimia Air yang telah membantu dalam membimbing
dalam pembuatan laporan ini.
2.
Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan
doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan disusunnya laporan ini, penulis
dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis
menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi
penulisan kalimat dan rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya
rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Gorontalo, November 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ………………………………………………….. i
DAFTAR
ISI ..……...…………………………………………………… ii
DAFTAR
TABEL ……………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN
………….………………………………….. 1
1.1. Latar
Belakang ………………………………………………...….... 1
1.2. Tujuan
……………………………………………………………… 2
1.3. Manfaat
…………………………………………………………….. 2
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. 3
2.1. Pengertian Air ………………………………...……….…………… 3
2.2. Karakteristik Air …………………………………………………..... 3
2.3. Sumber Air …………………………………………...…………….. 4
2.3.1. Air Permukaan ……………………………………………… 5
2.3.2. Air Tanah ………………………..…………………………. 5
2.3.3. Air Angkasa ………………………………………………... 6
2.4. Kualitas Air …….…………………………………...……………… 6
2.4.1. Kualitas Biologi …………….……………………………... 6
2.4.2. Kualitas Fisik ……………………………………………… 7
2.4.3. Kualitas Kimia …..…………………………………………. 7
2.5. Derajat Keasaman (pH) ………………..…………………………… 7
2.6. Asiditas ……………….…………………………………………….. 8
2.6.1. Asiditas Total (Asiditas Phenophtalein)
..………………….. 8
2.6.2. Asiditas Mineral (Asiditas Metil Orange)
………………….. 8
2.7. Alkalinitas ………………………..………………………………… 25
BAB
III METODE KERJA …………………..………………………… 12
3.1. Alat
..…….………………………………………………………….. 12
3.2. Bahan
…….………………………………………………………… 12
3.3. Prosedur
Kerja ……………………………………………………… 12
3.3.1. Analisis
pH ………………………………………………….. 12
3.3.2. Analisis
Asiditas …………………………………………… 12
3.3.3. Analisis
Alkalinitas ………………………………………… 12
BAB
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..……………………………… 14
4.1. Hasil
……………………………………………………………….. 14
4.2. Pembahasan
.……………………………………………………….. 14
BAB V
PENUTUP …………………………………………………….. 20
5.1. Kesimpulan
………………………………………………………... 20
5.2. Saran
………………………………………………………………. 20
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………… 21
LAMPIRAN
I
LAMPIRAN
II
LAMPIRAN
III
DAFTAR TABEL
Tabel
4.1.1. Penentuan pH, Asiditas dan Alkalinitas ………………….. 14
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Air
merupakan suatu zat yang sangat berperan dalam kehidupan setiap makhluk hidup.
Air merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah namun tidak semua air dapat
digunakan untuk kebutuhan hidup manusia. Hal ini dinyatakan oleh Widiyono
(2013) bahwa air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang
meliputi 70 persen permukaannya dan berjumlah kira-kira 1.4 ribu juta kilometer
kubik. Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang benar-benar
dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003 persen.
Di
Indonesia, kriteria mutu air termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air,
yaitu kriteria mutu air digolongkan berdasarkan peruntukannya. Air kelas I
diperuntukan untuk air baku air minum.
Air kelas II diperuntukan untuk air prasarana/sarana rekreasi. Air kelas III
diperuntukan untuk pembudidayaan ikan air tawar dan pertenakan. Dan air kelas
IV diperuntukan untuk air yang dapat mengairi pertanaman. Setiap golongan air
ini tidak akan terlepas dari upaya penentuan kualitas air. Hal ini dikarenakan
setiap air memiliki tingkat kualitas yang berbeda-beda sesuai dengan
peranannya.
Dalam
hal menentukan kualitas air terdapat pengujian tertentu terhadap air tersebut.
Pengujian tersebut dilakukan berdasarkan parameter-parameter yang telah
ditetapkan. Parameter ini diperlukan untuk upaya pemeliharaan air sehingga
tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar
kondisi air tetap sesuai dengan kondisinya. Beberapa diantara parameter
tersebut ialah pH, asiditas dan alkalinitas. Parameter pH, asiditas dan
alkalinitas ialah berbeda namun memiliki hubungan yang terkait satu sama lain.
Menurut Herlambang (2006) tingkat asiditas atau alkalinitas suatu sampel diukur
berdasarkan skala pH yang dapat menunjukkan konsentrasi ion hidrogen dalam
larutan tersebut.
Di
Gorontalo, sumber air seperti sungai, danau maupun sumur banyak digunakan oleh masyarakat
sebagai tempat untuk melakukan kegiatan sehari-hari baik itu untuk mandi,
mencuci, kakus dan lain sebagainya. Tidak jarang pula kegiatan yang dilakukan
ialah berdampak negatif bagi makhluk hidup lain. Kegiatan masyarakat ini
mempengaruhi parameter-parameter yang terkadung dalam sumber air tersebut.
Parameter yang terpengaruhi yaitu derajat keasaman (pH), asiditas dan
alkalinitas. Oleh karena itu, dilakukan suatu praktikum untuk menganalisis
derajat keasaman (pH), asiditas dan alkalinitas pada sumber air di Gorontalo
yang sering digunakan dalam kegiatan sehari-hari.
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kali ini ialah sebagai
berikut.
1.
Agar
mahasiswa dapat menentukan pH sampel dengan menggunakan pH meter.
2.
Agar
mahasiswa dapat menentukan asiditas dan alkalinitas sampel.
1.3.
Manfaat
Adapun manfaat dari laporan kali ini ialah sebagai
berikut.
3.
Memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa dalam menentukan pH sampel dengan menggunakan pH
meter.
4.
Memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa dalam menentukan asiditas dan alkalinitas sampel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian
Air
Air adalah substansi yang memungkinkan terjadinya
kehidupan seperti yang ada di bumi. Seluruh organisme sebagian besar tersusun
dari air dan hidup dalam lingkungan yang didominasi oleh air. Air adalah medium yang biologis di bumi ini.
Air adalah satu-satunya substansi umum yang ditemukan di alam dalam tiga wujud
fisik materi yaitu padat, cair dan gas.Air merupakan suatu sarana utama untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu
media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Air adalah salah
satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai pada
manusia (Jeprianto, 2014).
2.2.
Karakteristik
Air
Air menutupi 70% permukaan bumi dengan jumlah
sekitar 1.368 juta km3 air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya
uap air, es, cairan dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau,
air tanah, (ground water), dan gunung
es (glacier). Semua badan air di
daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologiyang
berlangsung secara kontinu. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak
dimiliki oleh senyawa kimia yang lain yakni, memiliki kisaran suhu yang sesuai
bagi kehidupan, yaitu 0° (32°F)
- 100°C, air berwujud cair. Suhu 0°C
merupakan titik beku (freezing point) dan suhu 100°C
merupakan titik didih (boiling point) air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat
di dalam jaringan tubuh mahluk hidup maupun air yang terdapat di laut, sungai,
danau dan badan air yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan,
sehingga tidak akan ada kehidupan di muka bumi ini, karena sekitar 60% - 90%
bagian sel mahluk hidup adalah air (Jeprianto, 2014).
Perubahan suhu air yang berlangsung lambat memiliki
sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. Air memerlukan panas yang
tinggi dalam proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan
air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah besar.
Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi cairan (kondensasi) melepaskan
energi panas yang besar. Proses inilah
yang merupakan salah satu penyebab mengapa pada saat berkeringat tubuh terasa
sejuk dan merupakan penyebab terjadinya penyebaran panas yang baik di bumi.
Selain itu air juga merupakan suatu pelarut yang baik, air mampu melarutkan
berbagai jenis senyawa kimia. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi,
suatu cairan dikatakan memiliki permukaan tegangan yang tinggi jika
tekananantar-molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi
menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher wetting ability) (Jeprianto,
2014).
Kepadatan
(density) air, seperti halnya
wujud juga tergantung dari temperatur dan tekanan barometris (P). Pada umumnya
densitas meningkat dengan menurunnya temperatur, sampai tercapai maksimum pada
40°C. Sekalipun demikian, temperatur ini
akan mudah berubah, hal ini tampak pada specific heat air, yakni angka yang
menunjukan jumlah kalori yang diperlukan untuk menaikan suhu satu gram air satu
derajat celsius. Specific heat bagian
air adalah 1/gram/°C, suatu angka yang sangat tinggi
dibandingkan dengan spescific heat lain-lain elemen di alam. Dengan demikian, transfer
panas dari dan ke air tidak banyak menimbulkan perubahan temperatur. Kapasitas
panas yang besar ini menyebabkan efek stabilisasi badan air terhadap keadaan udara sekitarnya, hal ini
sangat penting untuk melindungi kehidupan aquatik yang sangat sensitif terhadap
gejolak suhu (Jeprianto, 2014).
2.3.
Sumber
Air
Pada prinsipnya, jumlah air dialam ini tetap dan
mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi (Limbong, 2008). Dalam
siklus hidrologis ini dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar yang dapat
diperkirakan kualitas dan kuantitasnya, diantaranya adalah Air permukaan, Air
tanah, Air angkasa (Jeprianto, 2014).
2.3.1.
Air
Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir
dipermukaan bumi. Pada umumnya air permukaan akan mendapat pengotoran selama
pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran
industri kota dan sebagainya. Air permukaan ada 2 macam yakni (Limbong, 2008):
1.
Air
Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah
mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada
umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia
untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.
2.
Air
Rawa/ Danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan
oleh zat-zat organik yang membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air
yang menyebabkan warna kuning coklat. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada
kedalaman tertentu dan sulit untuk dilakukan.
2.3.2.
Air
Tanah
Air tanah adalah air yang meresap kedalam tanah
sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah maupun oleh batu-batuan. Jika
dibandingkan dengan sumber air yang lain, air tanah lebih baik sehingga air
tanah banyak dimanfaatkan sebagai keperluan rumah tangga. Air tanah terbagi
dalam beberapa golongan yaitu :
1.
Air
Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses penyerapan air pada
permukaan tanah. Lumpur akan tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri,
sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia
(garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai
unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Air tanah dangkal
ini terdapat dalam kedalaman 15 m. Sebagai sumber air minum, air tanah dangkal
ini ditinjau dari segi kualitas adalah baik tetapi tergantung pada musim.
2.
Air
Tanah Dalam
Terdapat setelah lapisan rapat air pertama.
Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal. Kualitas dari air tanah dalam lebih baik
daripada air tanah dangkal, karena pada air tanah dalam penyaringannya lebih
sempurna dan bebas bakteri.
3.
Mata
air
Merupakan air yang mengalami penyaringan menembus
kedalaman lapisan mineral, dan muncul kepermukaan setelah melewati penyaringan
tersebut. Air mengandung logam-logam yang terlarut dan pada umumnya adalah
logam mangan yang akan membentuk endapan kuning kecoklatan pada saat air muncul
dari permukaan. Sejumlah mata air mengandung pasir-pasir yang menyebabkan
kehidupan organisme menjadi sangat rendah. Sebaliknya karbon dioksida menjadi
tinggi dan menghasilkan nilai pH yang rendah.
2.3.3.
Air
Angkasa
Air angksa merupakan air yang berasal dari atmosfir,
seperti hujan dan salju (Jeprianto, 2014).
2.4.
Kualitas
Air
Penentuan kualitas air dapat dilakukan dengan
melihat beberapa aspek berikut (Jeprianto, 2014) :
2.4.1.
Kualitas
Biologi
Menurut ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI),
kualitas air ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme dalam air. Jasad-jasad
hidup yang mungkin ditemukan dalam sumber-sumber air antara lain golongan
bakteri, ganggang, cacing serta plankton. Kehadiran bentuk-bentuk tidak diharapkan
dalam air, hal ini dikarenakan berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan
penyakit di samping pengaruh lain seperti timbulnya rasa dan bau.
2.4.2.
Kualitas
Fisik
Karakteristik fisik yang umum dianalisis dalam
penentuan kualitas air meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa.
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik
yang terkandung dalam air seperti lumpur, dan bahan-bahan yang dihasilkan oleh
buangan industri.
2.4.3.
Kualitas
Kimia
Adanya masalah-masalah seperti senyawa-senyawa kimia
yang beracun, perubahan rupa, warna dan rasa, serta reaksi-reaksi yang tidak
diharapkan menyebabkan diadakannya standar kualitas kimia air minum. Standar
kualitas kimia air dan yang diperkenankan bagi berbagai parameter kimia, karena
pada konsentrasi yang berlebihan kehadiran unsur-unsur tersebut di dalam air
akan memberikan pengaruh-pengaruh negatif, baik dari segi kesehatan maupun dari
segi pemakaian lain.
2.5. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Nilai pH juga
merupakan suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Air minum
mempunyai pH sebesar 7,0 yang menunjukkan keadaan netral absolut. Nilai-nilai
yang lebih kecil dari 7,0 menunjukkan air dalam keadaan asam, sedangkan bila
lebih besar dari 7,0 menunjukkan keadaan basah. Sebagian besar air minum memiliki
pH sekitar 6,0-9,0. Menurut persyaratan kualitas air minum pH air minum adalah
6,5-8,5 (Usman, 2014).
Derajat keasaman (pH) ditetapkan berdasarkan tinggi
rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air, derajat keasaman mempunyai nilai
antara 1-14 kondisi air normal berkisar antara 6,5-8,5. Pada pH yang kurang
dari 6,5 akan menyebabkan air bersifat asam sedangkan pH yang lebih dari 8,5
akan menyebabkan air bersifat basa. Air yang mempunyai pH tinggi atau rendah
menjadikan air steril dan menyebabkan terbunuhnya mikroorganisme air yang
diperlukan, demikian juga makhluk lain seperti ikan tidak dapat hidup. Air yang
mempunyai nilai pH rendah menyebabkan air bersifat korosif terhadap bahan
konstruksi besi. (Fatoni, 2016).
Apabila pH lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari
9,2 mengakibatkan (Fatoni, 2016):
1.
Korosifitas
pada pipa-pipa air yang dibuat dari logam.
2.
Beberapa
senyawa kimia berubah menjadi racun yang dapat mengganggu kesehatan manusia.
3.
Mempengaruhi
pertumbuhan mikroba didalam air, karena sebagian besar mikroba akan tumbuh
dengan baik pada pH 6,0-8,0.
2.6. Asiditas
Asiditas adalah kapasitas kuantitatif air untuk
bereaksi dengan basa kuat sehingga menstabilkan pH hingga mencapai 8,3 atau
kemampuan air untuk mengikat OH- untuk mencapai pH 8,3 dari pH asal
yang rendah. Semua air yang memiliki pH < 8,5 mengandung asiditas (Hidayati,
2012).
Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan
pH. Asiditas melibatkan dua komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun
asam lemah (misalnya asam karbonat dan asam asetat), serta konsentrasi ion
hidrogen. Pada dasarnya asiditas menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk
menetralkan basa sampai pH tertentu, yang dikenal dengan base-neutralizing capacity (BNC); sedangkan pH hanya menggambarkan
konsentrasi ion hidrogen. Pada kebanyakan air alami, air buangan domestik, dan
air buangan industri bersifat buffer karena sistem karbondioksida-bikarbonat
(Hidayati, 2012).
Pada titrasi beberapa asam lemah, dapat diketahui
bahwa titik akhir stoikiometri dari asam karbonat tidak dapat dicapai sampai pH
sekitar 8,5. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua air yang memiliki pH
< 8,5 mempunyai sifat asiditas. Biasanya titik akhir phenophtalein pada pH 8,2 sampai 8,4 digunakan sebagai titik
referensi. Dari titrasi terhadap asam karbonat dan asam kuat, diketahui bahwa
asiditas dari air alami disebabkan oleh CO2 yang merupakan agen
efektif dalam air yang memiliki pH > 3,7 atau disebabkan oleh asam mineral
kuat yang merupakan agen efektif dalam air dengan pH < 3,7. Dapat dikatakan
bahwa asiditas di dalam air disebabkan oleh CO2 terlarut dalam air,
asam-asam mineral (H2SO4, HCl, HNO3), dan
garam dari asam kuat dengan basa lemah (Hidayati, 2012).
Menurut Hidayati (2012), reaksi asiditas yang
terjadi ialah sebagai berikut :
Pengawasan keabsahan data dapat dilakukan ketentuan,
yaitu (Sahuloka, dkk, 2012) :
1.
Asiditas
sebagai H+ hanya ada dalam air pada pH <4,5.
2.
Asiditas
sebagai CO2 hanya ada dalam air pada pH antara 4,5 – 8,3.
2.6.1.
Asiditas
Total (Asiditas Phenophtalein)
Asiditas total merupakan asiditas yang disebabkan
adanya CO2 dan asam mineral. Karbondioksida merupakan komponen
normal dalam air alami. Sumber CO2 dalam air dapat berasal dari
adsorbsi atmosfer, proses oksidasi biologi materi organik, aktivitas
fotosintesis, dan perkolasi air dalam tanah. Karbondioksida dapat masuk ke
permukaan air dengan cara adsorbsi dari atmosfer, tetapi hanya dapat terjadi
jika konsentrasi CO2 dalam air < kesetimbangan CO2 di
atmosfer. Karbondioksida dapat diproduksi dalam air melalui oksidasi biologi
dari materi organik, terutama pada air tercemar. Pada beberapa kasus, jika
aktivitas fotosintesis dibatasi, konsentrasi CO2 di dalam air dapat
melebihi keseimbangan CO2 di atmosfer dan CO2 akan keluar
dari air. Air permukaan secara konstan mengadsorpsi atau melepas CO2
untuk menjaga keseimbangan dengan atmosfer. Air tanah dan air dari lapisan hypolimnion di danau dan reservoir biasanya mengandung CO2
dalam jumlah yang cukup banyak. Konsentrasi ini dihasilkan dari oksidasi materi
organik oleh bakteri dimana materi organik ini mengalami kontak dengan air dan
pada kondisi ini CO2 tidak bebas untuk keluar ke atmosfer. CO2 merupakan
produk akhir dari oksidasi bakteri secara anaerobik dan aerobik. Oleh karena
itu konsentrasi CO2 tidak dibatasi oleh jumlah oksigen terlarut
(Sahuloka, dkk, 2012).
2.6.2.
Asiditas
Mineral (Asiditas Metil Orange)
Asiditas mineral merupakan asiditas yang disebabkan
oleh asam mineral. Dapat juga disebut asiditas metil orange karena untuk
menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator metil orange untuk mencapai
pH 3,7. Asiditas mineral di dalam air dapat berasal dari industri metalurgi,
produksi materi organik sintetik, drainase buangan
tambang,
dan hidrolisis garam-garam logam berat. Asiditas mineral terdapat di limbah
industri, terutama industri metalurgi dan produksi materi organik sintetik.
Beberapa air alami juga mengandung asiditas mineral. Kebanyakan dari limbah
industri mengandung asam organik. Kehadirannya di alam dapat ditentukan dengan
titrasi elektrometrik dan gas chromatografi (Sahuloka, dkk, 2012).
2.7.
Alkalinitas
Alkalinitas adalah pengukuran kapasitas air untuk
menetralkan asam-asam lemah, meskipun asam lemah atau basa lemah juga dapat
sebagai penyebabnya. Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-),
karbonat (CO3-), dan hidroksida (OH-). Garam
dari asam lemah lain seperti Borat (H2BO3-),
silikat (HSiO3-), fosfat (HPO42-
dan H2PO4-), sulfida (HS-), dan
amonia (NH3) juga memberikan
kontribusi terhadap alkalinitas dalam jumlah sedikit (Limbong, 2008).
Alkalinitas diperlukan untuk mencegah terjadinya
fluktuasi pH yang besar, selain itu juga merupakan sumber CO2 untuk
proses fotosintesis fitoplankton. Nilai alkalinitas akan menurun jika aktifitas
fotosintesis naik, sedangkan ketersediaan CO2 yang dibutuhkan untuk
fotosintesis tidak memadai. Sumber alkalinitas air tambak berasal dari proses
difusi CO2 di udara ke dalam air, proses dekomposisi atau perombakan
bahan organik oleh bakteri yang menghasilkan CO2, juga secara
kimiawi dapat dilakukan dengan pengapuran secara merata di seluruh dasar tambak
atau permukaan air. Jenis kapur yang biasa digunakan adalah CaCO3
(kalsium karbonat), CaMg(CO3)2 (dolomit), CaO (kalsium
oksida), atau Ca(OH)2 (kalsium hidroksida). Alkalinitas dinyatakan dalam
mg CaCO3/liter air (ppm) (Hidayati, 2012).
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa
atau bahan yang mampu menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus,
alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan
sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut
di dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman
dan menaikan pH. Alkalinitas diukur dengan cara titrasi dengan asam yang
distandarisasi sampai titik akhir methyl
orange (MO) pada sekitar pH 4.3 dan dicerminkan sebagai mg/L sebagai CaCO3.
Sebagian besar air beralkalinitas tinggi juga mempunyai pH alkalin (pH >7)
dan konsentrasi TDS yang tinggi (Hidayati, 2012).
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan
tambahan asam tanpa menurunkan pH larutan atau dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau
kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas
merupakan hasil reaksi terpisah dalam larutan dan merupakan analisa makro yang
menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas merupakan kemampuan air untuk
mengikat ion positif hingga mencapai pH 4,5. Pada awalnya, alkalinitas adalah
gambaran pelapukan batuan yang terdapat pada sistem drainase. Alkalinitas
dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat melarutkan sedimen batuan
karbonat menjadi bikarbonat (Hidayati, 2012).
Menurut Hidayati (2012), reaksi alkalinitas yang
terjadi ialah sebagai berikut :
Pengawasan keabsahan data dapat dilakukan ketentuan,
yaitu (Sahuloka, dkk, 2012) :
1.
Alkalinitas
sebagai HCO3-, hanya ada dalam air pada pH 4,5 – 8,3.
2.
Alkalinitas
sebagai CO32-, hanya ada dalam air pada pH >8,3.
3.
Alkalinitas
sebagai hidroksida hanya ada dalam air pada pH lebih besar dari 10,5.
BAB
III
METODE PRAKTIKUM
METODE PRAKTIKUM
3.1.
Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum analisis
pH, asiditas dan alkalinitas ialah pH meter, statif, klem, buret, Erlenmeyer,
gelas kimia, gelas ukur, labu takar, pipet volume, dan ball pipette.
3.2.
Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum analisis
pH, asiditas dan alkalinitas ialah sampel air, indikator Phenolphthalein 0,1%, indiator Methyl
Orange larutan standar HCl dan NaOH 0,1 N, dan aquadest..
3.3.
Prosedur
Kerja
3.3.1
Analisis pH
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Langkah
awal, nyalakan alat pH meter. Rendam elektroda dengan aquadest kemudian
bersihkan dengan tissue. Selanjutnya celupkan pada buffer yang telah di
tetapkan hingga menunjukkan angka buffer. Celupkan kembali pada aquadest.
Selanjutnya, celupkan pada sampel air yang ingin diketahui nilai pH nya.
3.3.2
Analisis Asiditas
Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Langkah
awal, ambil 25 ml sampel air dengan gelas ukur, kemudian masukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 3 tetes indikator PP 0,1%. Selanjutnya, titrasi
dengan larutan standar NaOH 0,95 N sampai berwarna rose (merah jambu), catat
pemakaian NaOH. Selanjutnya tambahkan 3 tetes indikator MO 0,1%, titrasi dengan
larutan HCl 0,32 N. Lakukan perhitungan penentuan asiditas :
3.3.3
Analisis Alkalinitas
Siapkan bahan dan alat yang akan digunakan. Langkah
awal, ambil 25 ml sampel air dengan gelas ukur, kemudian masukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 3 tetes indikator PP 0,1%. Selanjutnya, titrasi
dengan larutan standar HCl 0,32 N sampai tidak berwarna, catat pemakaian HCl.
Selanjutnya tambahkan 3 tetes indikator MO 0,1%, titrasi dengan larutan HCl
0,32 N hingga berwarna merah/jingga. Lakukan perhitungan penentuan alkalinitas
:
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum analisis
pH, asiditas dan alkalinitas ialah sebagai berikut :
Tabel
4.1.1. Penentuan pH, Asiditas dan Alkalinitas
Sampel
|
pH
|
Volume NaOH (mL)
|
Volume HCl (mL)
|
Kadar CO2 (mg/L)
|
Kadar HCO3- (mg/L)
|
||||
Vawal
|
Vakhir
|
Vmean
|
Vawal
|
Vakhir
|
Vmean
|
||||
A
|
8,00
|
0,4
|
0,6
|
0,5
|
0,6
|
0,8
|
0,7
|
20,90
|
13,664
|
B
|
7,20
|
0,6
|
0,4
|
0,5
|
1,6
|
1,2
|
1,4
|
20,90
|
27,328
|
C
|
7,80
|
0,4
|
0,3
|
0,35
|
1,0
|
0,5
|
0,75
|
14,63
|
14,640
|
D
|
7,89
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,6
|
0,7
|
0,65
|
12,54
|
12,688
|
4.2.
Pembahasan
Air merupakan suatu zat yang sangat dibutuh oleh
setiap makhluk hidup. Kebutuhan terhadap air merupakan kebutuhan yang paling
utama bagi manusia karena hampir disetiap kegiatan kehidupan manusia dilakukan
dengan adanya air, seperti minum, memasak, mencuci, buang air dan sebagainya. Sesuai
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kriteria kualitas air dibagi menjadi
empat kelas yaitu air kelas I yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air
baku air minum. Air kelas II yaitu airr yang peruntukkannya dapat digunakan
untuk prasarana/sarana rekreasi air. Air kelas III yaitu air yang
peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar dan peternakan.
Dan air kelas IV yaitu air yang
peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.
Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami
keberadaannya bersifat dinamis mengalir dari tempat yang tinggi menuju ke
tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah. Keberadaan air mengikuti
siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah
sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan
setiap wilayah. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya
kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak
negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air.
Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya air.
Di Gorontalo, terdapat beberapa sumber air baik itu
sumber air permukaan maupun sumber air tanah. Sumber tersebut sering digunakan
untuk kegiatan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan lain sebagainya. Kegiatan
masyarakat sekitar tersebut mempengaruhi kualitas air tersebut. Maka dari itu
perlu untuk melakukan pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan sumber daya air
dilakukan dengan menguji atau mengukur kualitas air tersebut terhadap
parameter-parameter kualitas air karena menurut Gusmewati (2015) parameter
kualitas air dipengaruhi oleh tata guna lahan dan intensitas kegiatan manusia
di sekitarnya. Beberapa parameter yang sering digunakan dalam pengujian ialah
derajat keasaman (pH), asiditas dan alkalinitas. Oleh karena itu, dilakukan
praktikum dimana dilakukan analisis terhadap derajat keasaman (pH), asiditas
dan alkalinitas yang dilakukan pada sumber air yang berada di Gorontalo. Sampel
yang digunakan ialah sampel air Sungai Bone (A), sampel air Sumur Kampung Bugis
(B), sampel air Sungai Bypass (C), dan sampel air Sungai di Tangga 2000
(D).
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu pengukuran
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Menurut
pernyataan Eriansyah (2014) bahwa pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan
sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Pengukuran
derajat keasaman dapat dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Menurut Gerraldy (2012) pH meter merupakan indikator asam basa
yang dapat menentukan derajat keasaman suatu larutan dengan menampilkan nilai
pH secara langsung dengan ketelitian tinggi. pH meter ini bekerja berdasarkan
prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan.
Suatu larutan atau sampel yang memelalui pengukuran
nilai pH akan diinterpretasikan oleh alat pH meter menjadi tiga kemungkinan,
yaitu apabila hasil interpetasi menunjukkan bahwa sampel memiliki nilai pH
kurang dari 7 maka dinyatakan sebagai larutan asam. Apabila hasil interpetasi
menunjukkan bahwa sampel memiliki nilai pH sama dengan 7 maka dinyatakan
sebagai larutan normal. Dan apabila hasil interpetasi menunjukkan bahwa sampel
memiliki nilai pH lebih dari dari 7 maka dinyatakan sebagai larutan basa. Berdasarkan
hasil praktikum yang didapatkan nilai pH sampel A ialah 8,00, sampel B, 7,20,
sampel C 7,80 dan sampel D 7,89. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut,
masing-masing sampel yang diambil dari tempat berbeda memiliki kecenderungan
yang sama yaitu nilai pH cenderung basa dengan pH cenderung basa yang paling
rendah ialah 7,20 dan pH basa paling tinggi ialah 8,00. Mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum, kadar maksimum pH yang diperbolehkan ialah 6,5-8,5. Hal ini didukung
juga oleh Herlambang (2006) bahwa reaksi kimia banyak dikendalikan oleh nilai
pH dan demikian pula aktivitas biologi yang biasanya dibatasi oleh rentang pH
yang sangat sempit (pH antara 6 – 8).
Air yang terlalu asam atau basa tidak dikehendaki oleh karena akan bersifat
korosif atau kemungkinan akan sulit diolah.
Selanjutnya pada sampel dilakukan pengujian
asiditas. Menurut Rahma, dkk (2015) asiditas adalah banyaknya basa yang
diperlukan untuk menetralkan asam dalam air. Pada umumnya yang menyebabkan
keasaman dalam air adalah CO2, asam mineral dan asam humus. Bertolak
dari teori tersebut, untuk mengetahui asiditas suatu sampel, maka metode yang
digunakan, yaitu metode titrasi. Pada metode titrasi untuk asiditas, larutan
standard yang digunakan pada praktikum ialah NaOH 0,95 N dan HCl 0,32 N. Langkah
awal dalam melakukan titrasi ialah setiap sampel air di ambil sebanyak 25 ml
dan dimasukkan masing-masing ke dalam 2 erlenmeyer. Tiap sampel air akan dilakukan
titrasi sebanyak 2 kali. Sampel air ditambahkan indikator phenolphthalein sebanyak 3 tetes. Kemudian di titrasi dengan NaOH
0,95 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah jambu. Menurut Adam (2007) untuk
mengetahui apakah titrasi telah mencapai reaksi yang sempurna, maka digunakan
larutan indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi. Jadi,
penggunaan indikator PP 0,1% dimaksudkan untuk dapat mengetahui reaksi titrasi
telah sempurna yang ditandai dengan perubahan warna sampel air (titrat) menjadi
merah jambu. Perubahan warna sampel menjadi merah jambu menandakan bahwa sampel
dalam suasan basa karena indikator phenolphthalein
memiliki trayek pH 8,3-10 dimana perubahan warna dari yang tidak berwarna
menjadi merah jambu. Kemudian dihitung
jumlah NaOH yang digunakan. Selanjutnya sampel air ditambahkan indikator metyl orange sebanyak 3 tetes. Sama
halnya dengan penambahan indikator phenolphthalein, indikator metyl orange memiliki fungsi yang sama dengan indikator phenolphthalein namun indikator metyl orange memiliki trayek pH 2-4 dengan perubahan warna dari merah
menjadi kuning. Ketika sampel air tersebut ditambahkan dengan indikator MO 0,1%
akan terjadi perubahan warna kuning yang menandakan bahwa larutan bersuasana
basa. Kemudian dilakukan penitrasian kembali dengan HCl 0,32 N hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah. Perubahan warna menjadi merah menandakan bahwa
sampel dalam suasana asam.
Hasil perhitungan asiditas diperoleh dari
perhitungan kadar CO2 bebas yang ada pada sampel air. Menurut
Sahuloka, dkk (2012) asiditas dalam air disebabkan oleh karbon dioksida (CO2)
asam mineral. Asiditas oleh CO2 dan asam mineral ini ditentukan
dengan menggunakan larutan baku asam. Reaksi yang terjadi pada proses titrasi
sampel air ialah :
Dari hasil yang diperoleh, nilai asiditas sampel A
ialah 20,90 mg/L CO2,
sampel B ialah 20,90 mg/L CO2,
sampel C ialah 14,63 mg/L CO2 dan
sampel D ialah 12,54 mg/L CO2.
Batas ambang kadar CO2 air menurut Armilah (2015) yaitu 20 mg/L. Mengacu pada teori penunjang tersebut dapat
dipastikan bahwa dua diantara keempat sampel ialah mulai melebih batas ambang
sehingga dapat mempengaruhi keadaan sekitar, misalnya menyebabkan perkaratan
bahkan merusak pipa-pipa yang ada pada sumber air.
Kegiatan selanjutnya ialah melakukan pengujian alkalinitas.
Menurut Fatoni (2016) alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan asam. Penyusun
alkalinitas ialah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-)
dan hidroksida (OH-). Untuk
mengetahui alkalinitas suatu sampel, maka metode yang digunakan, yaitu metode titrasi. Pada metode titrasi untuk alkalinitas, larutan
standard yang digunakan pada praktikum ialah HCl 0,32 N. Langkah awal dalam
melakukan titrasi ialah setiap sampel air di ambil sebanyak 25 ml dan
dimasukkan masing-masing ke dalam 2 erlenmeyer. Tiap sampel air akan dilakukan
titrasi sebanyak 2 kali. Sampel air ditambahkan indikator phenolphthalein sebanyak 3 tetes. Kemudian di titrasi dengan HCl
0,32 N hingga terjadi perubahan warna menjadi tidak berwarna. Perubahan warna
menjadi tidak berwarna menandakan bahwa pH sampel mengalami penurunan hingga
mencapai pH 8. Hal ini dikarenakan trayek indicator PP mulai dari 8,3-10 (tidak
berwarna sampai merah jambu). Kemudian, dicatat volume HCl yang digunakan, dan
lakukan sekali lagi. Setelah itu, sampel ditambahkan dengan indikator methyl orange sebanyak 3 tetes hingga
berwarna merah/jingga. Perubahan warna yang terjadi menandakan sampel yang bersuasana
basa berubah menjadi suasana asam. Kemudian catat volume HCl yang digunakan dan
lakukan perhitungan alkalinitas.
Hasil perhitungan alkalinitas diperoleh dari
perhitungan kadar CaCO3. Reaksi yang terjadi pada titrasi ialah
sebagai berikut :
Pada praktikum, titrasi yang dilakukan pertama kali tidak
menghasilkan reaksi yang sama sesuai dengan reaksi yang diatas. Hal ini
menyebabkan nilai sampel tidak bersifat asam. Oleh karena itu, diteruskan pada
titrasi kedua dengan perhitungan kadar di dasarkan pada HCO3-.
reaksi yang terjadi ialah sebagai berikut :
Dari hasil yang diperoleh, nilai alkalinitas sampel
A ialah 13,664 mg/L HCO3-, sampel B
ialah 27,328 mg/L HCO3-, sampel C ialah 14,640 mg/L HCO3-,
dan sampel D ialah 12,688 mg/L HCO3-. Batas ambang alkalinitas menurut Armilah
(2015) ialah 500 mg/L. Menurut Limbong (2008) apabila kadar
total alkalinitasnya melampaui batas yang ditetapkan maka akan mudah terbentuk
kerak atau pengendapan. Untuk memastikan agar endapan yang terbentuk tidak
melekat pada dinding bagian dalam pipa tetapi bergerak bebas.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai analisis
pH, asiditas dan alkalinitas, kesimpulan yang diperoleh ialah sebagai berikut :
1.
Penentuan
nilai derajat keasaman (pH) suatu sampel air dapat digunakan dengan alat pH
meter yaitu instrumen yang dapat menetapkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen
(H+) dalam air sebagai nilai derajat keasaman (pH).
2.
Penentuan
asiditas dilakukan dengan metode titrasi dimana memanfaatkan dua larutan
standar yaitu NaOH dan HCl serta perubahan warna didasari pada dua jenis indikator
yaitu phenolphthalein dan methylen orange. Sedangkan, penentuan
alkalinitas dilakukan dengan metode titrasi dimana memanfaatkan satu larutan
standar yaitu HCl serta perubahan warna didasari pada dua jenis indikator yaitu
phenolphthalein dan methylen orange.
5.2.
Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah perlu untuk melakukan
praktikum kembali. Hal ini diutarakan karena pada praktikum sebelumnya terjadi
beberapa kekeliruan seperti pembuatan larutan standard yang seharusnya
konsentrasinya 0,1 N berubah menjadi lebih tinggi dari 0,1 N. Hal tersebut dikhawatirkan
dapat mempengaruhi hasil penentuan asiditas dan alkalinitas sampel air menjadi
tidak valid. Selain itu, pihak kampus perlu untuk memperbaiki (revisi) isi buku
penuntun praktikum (modul) karena terdapat beberapa kesalahan seperti kesalahan
prosedur kerja yang berkaitan langsung dengan praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Adam.
2007. Kimia Analitik. Departemen
Pendidikan Nasional : Jakarta
Armilah, Muhammad Rizky. 2015. Penetapan Asiditas dan Alkalinitas Dalam
Sampel Air. Politeknik Negeri Samarinda. Kalimantan Timur
Fatoni, Tahrirul. 2016. Analisis Kualitas Air
Dengan Menggunakan Metode Filtrasi Karbon Aktif (Studi Kasus : Air Kali
Winongo, Jl. Re Martadinata, Kota Yogyakarta). Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Yogyakarta
Gerraldy,
Antonius. 2012. Indikator Asam Basa. Tangerang
Gusmaweti. 2015. Analisis Parameter Fisika-Kimia sebagai Salah Satu Penentu Kualitas
Perairan Batang Palangki Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Universitas
Bung Hatta. Padang
Herlambang, Arie. 2006. Pencemaran Air dan Strategi
Penaggulangannya. Pusat Teknologi Lingkungan. Tangerang
Hidayati, Rahmi. 2012. Asiditas. Universitas Andalas. Padang
Jeprianto. 2014. Uji Kualitas Mikrobiologi Air Tanah Di Sekitar Lokasi Peternakan Babi
Desa Tumbang Tahai Dengan Metode MPN Coliform. Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Palangkaraya. Kalimantan Tengah
Limbong, Aquarina. 2008. Alkalinitas : Analisa Dan Permasalahannya
Untuk Air Industri. Universitas Sumetera Utara. Medan
Rahma, Aulia., Luthfi N. R., dan
Nasrullah A. M. 2015. Asidi – Alkalinitas.
Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru
Republik Indonesia. 2001. Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian
Pencemaran Air. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum. Sekretariat Negara. Jakarta
Sahuloka, H. I., Rasdy Y., Sri
Megawati., Angelina., Ulfa M., Wulantiara D., Wiwit W., Gretsi N. P., Monika
U., Edy H., Fitri S. W., dan Aminarti. 2012. Asiditas. Universitas Indonesia Timur. Makassar
Usman. Puspawita Septia. 2014. Analisis Kadar Logam Kromium (Cr) Dan Timbal
(Pb) Pada Air Sumur Artesis Daerah Sekitar Pabrik Pengolahan Karet PT.
Bangkinang Pekanbaru Dengan Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Univeristas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pekanbaru
Widiyono, Aan. 2013. Air Bagi Kehidupan
Manusia. Universitas Negeri Yogyakarta. Jawa Tengah
LAMPIRAN
I
Nilai pH
Sampel
|
Percobaan
Pengambilan Sampel
|
Pengambilan
Sampel di Tengah Sungai
|
Analisis pH
Sampel Oleh pH meter
|
Sungai Bone
|
Pembuatan
Alat Pemberat Sederhana
|
Pengambilan
Sampel Air di Tepi
|
Analisis
Alkalinitas Sampel Air
|
Analisis
Asiditas Sampel Air
|
LAMPIRAN
II
SKEMA
KERJA
PENENTUAN
pH SAMPEL
Sampel
Air
|
pH
< 7
|
pH
> 7
|
pH
= 7
|
PENENTUAN ASIDITAS
Sampel
Air
|
Tidak
berwarna
|
Merah
jambu
|
Kuning
|
Merah
|
Hasil
|
PENENTUAN ALKALINITAS
Sampel
Air
|
Merah
Jambu
|
Tidak
berwarna
|
Kuning
|
Merah
|
Hasil
|
LAMPIRAN
III
PERHITUNGAN
PENENTUAN
NILAI ASIDITAS
Rumus
:
Keterangan
:
CO2 = Kadar CO2
Fp = Faktor Pengencer
VNaOH = Volume rata-rata NaOH
NNaOH = Normalitas NaOH
BE = Berat ekivalen ; v = 1, Mr = 44
Sampel
A :
Sampel
B :
Sampel
C :
Sampel
D :
PENENTUAN
NILAI ALKALINITAS
Rumus
:
Keterangan
:
HCO3- = Kadar HCO3-
Fp = Faktor Pengencer
VHCl = Volume rata-rata HCl
NHCl = Normalitas HCl
Sampel
A :
Sampel
B :
Sampel
C :
Sampel
D :
0 Response to "LAPORAN ANALISIS PH, ASIDITAS DAN ALKALINITAS"
Post a Comment