Lettori fissi

LAPORAN UJI ANTIMIKROBA

Related


DOWNLOAD FILE DISINI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Salah satu pencapaian paling besar dalam bidang ilmu Farmasi adalah pengendalian dan penatalaksanaan infeksi. Peran mikroba sebagai penyebab infeksi baru disadari dan dipahami saat Louis Pasteur merumuskan dan memformulasikan teori mikroba/germ theory 1853 1867. Dalam kurung waktu 1880 1910, banyak ditemukan bakteri patogen. Tetapi baru abad ke 20 dikembangkan terapi tertuju pada mikroba. Sejak dibuktikannya kemampuan penisilin dalam melawan infeksi pada manusia, dimulailah kemoterapi antibiotik. Dalam beberapa dasawarsa terakhir jumlah antibiotik yang dipasarkan bertambah banyak. Penggunaan antibiotik yang sembarangan telah menyebabkan bakteri patogen  beradaptasi dengan lingkungan. Meningkatnya masalah resisten menyebabkan kebutuhan akan antibiotik baru juga meningkat. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian antibiotik baru (Martini dan Eloff, 1998; Ahmad dan Beg, 2001).
Sejak jaman dahulu masyarakat telah menggunakan tumbuhan untuk melawan berbagai penyakit, salah satunya penyakit infeksi. Hal ini dimungkinkan karena tumbuhan memiliki metabolit sekunder yang     bertanggung jawab terhadap ketahanan alami. Samuelsson (1999) mengemukan bahwa uji aktivitas fraksi-fraksi dari campuran senyawa produk alam akan menuntun dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa struktur kimia yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut. Penggunaan teknik mikrobiologi modern telah dapat mengungkap banyak senyawa dari tumbuhan yang mempunyai potensi antimikroba yang signifikan, yaitu terhadap bakteri maupun jamur patogen (Mitscher etal.,1987).

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tanaman hayati yang berpotensi sebagai sumber senyawa antimikroba. Salah satu  tanaman yang  berfungsi sebagai antimikroba  adalah   Blumea mollis   (D.Don) Merr.   Senthikumar et al., (2008) menunjukkan bahwa minyak atsiri dari Blumea mollis dapat digunakan sebagai bahan alam yang berpotensi terhadap antibakteri. Namun sejauh ini belum pernah dilaporkan senyawa lain yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakteri pada herba Blumea mollis tersebut.  Mengingat pentingnya pencarian senyawa baru yang berpotensi terhadap   mikroba, maka   perlu dilakukan penelitian tentang  isolasi  dan  identifikasi  senyawa  antimikroba  yang  terkandung  dalam  herba  Blumea mollis.
1.2  Tujuan
1.      Tujuan dari praktikum yaitu untuk mengamati dan mengetahui pengaruh berbagai bahan antimikroba terhadap viabilitas bakteri.
2.      Bagaimana efektifitas bawang putih (Allium sativum) sebagai anti – mikroba?
1.3  Manfaat
Dapat mengetahui efektifitas bawang putih (Allium sativum)  dan sambiloto sebagai anti – mikroba.








BAB II
TINJAUAN PPISTAKA
2.1 Bawang putih (Allium sativum)
2.1.1 Sejarah Bawang putih (Allium sativum)
Bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa, dan akhirnya ke seluruh dunia. Di Indonesia, bawang putih dibawa oleh pedagang Cina dan Arab, kemudian dibudidayakan di daerah pesisir atau daerah pantai. Seiring dengan berjalannya waktu kemudian masuk ke daerah pedalaman dan akhirnya bawang putih akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai sekarang tidak tergoyahkan oleh penyedap  masakan  buatan  yang  banyak  kita  temui  di  pasaran  yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
2.1.2 Taksonomi Bawang putih (Allium sativum)
       Divisio             : spermatophyta
       Sub divisio      : Angiospermae
       Kelas               : Monocotyledonae
       Bangsa            : Liliales
Suku                 : Liliaceae
Marga             : Allium
Jenis               : Allium sativum (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
2.1.3 Morfologi Tanaman
Bawang  putih (Allium  sativum  L.)  adalah  herba  semusim  berumpun yang  mempunyai  ketinggian  sekitar  60  cm.  Tanaman  ini  banyak ditanam di ladang-ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari (Syamsiah dan Tajudin, 2003). Adapun morfologi dari tanaman bawang putih (Allium sativum L.)
a.       Daun
Berupa helai-helai seperti pita  yang  memanjang  ke atas.  Jumlah daun yang dimiliki oleh tiap tanamannya dapat mencapai 10 buah. Bentuk daun pipih rata, tidak berlubang, runcing di ujung atasnya dan agak melipat ke dalam (arah panjang/membulur).
b.  Batang
Batangnya merupakan batang semu, panjang (bisa 30 cm) tersusun pelepah daun yang tipis, namun kuat.
c.   Akar
Terletak  di  batang  pokok  atau  di  bagian  dasar  umbi  ataupun pangkal umbi yang berbentuk cakram. Sistem perakarannya akar serabut, pendek, menghujam ke tanah, mudah goyang dengan air dan angin berlebihan.
d.  Siung dan Umbi
Di dekat pusat pokok bagian bawah, tepatnya diantara daun muda dekat  pusat  batang  pokok,  terdapat  tunas,  dan  dari  tunas  inilah umbi-umbi kecil yang disebut siung muncul. Hampir semua daun muda  yang  berada di dekat  pusat  batang  pokok  memiliki umbi. Hanya sebagian yang tidak memiliki umbi (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
2.1.4 Kandungan dan Manfaat Bawang Putih (Allium sativum)
Secara klinis, bawang putih telah dievaluasi manfaatnya dalam berbagai hal, termasuk sebagai pengobatan untuk hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, rheumatoid arthritis, demam atau sebagai obat pencegahan atherosclerosis,   dan  juga  sebagai  penghambat   tumbuhnya  tumor. Banyak juga terdapat publikasi yang menunjukan bahwa bawang putih memiliki potensi farmakologis sebagai agen antibakteri, antihipertensi dan antitrombotik (Majewski, 2014).
Bawang  putih  memiliki  setidaknya  33  komponen  sulfur,  beberapa enzim,  17  asam  amino  dan  banyak  mineral,  contohnya  selenium. Bawang  putih  memiliki  komponen  sulfur  yang  lebih  tinggi dibandingkan dengan spesies Allium lainnya. Komponen sulfur inilah yang memberikan bau khas dan berbagai efek obat dari bawang putih (Londhe, 2011).
            2.1.5 Mekanisme Anti Bakteri Bawang putih
Allicin dan komponen sulfur lain yang terkandung di dalam bawang putih dipercaya sebagai bahan aktif yang berperan dalam efek antibakteri bawang putih. Zat aktif inilah yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri dengan spektrum yang luas, hal ini telah dievaluasi di dalam banyak penelitian, bahwa bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dalam melawan berbagai macam bakteri, baik itu bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif. Beberapa bakteri yang telah terbukti   memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap aktivitas antibakteri bawang putih ialah Staphylococcus, Vibrio, Mycobacteria, dan spesies Proteus (Mikaili, 2013).

Allicin (diallyl thiosulfinate) merupakan salah satu komponen biologis yang paling   aktif   yang   terkandung   dalam   bawang   putih.   Komponen   ini, bersamaan dengan komponen sulfur lain yang terkandung dalam bawang putih berperan pula memberikan bau yang khas pada bawang putih (Londhe 2011). Allicin tidak ada pada bawang putih yang belum dipotong atau dihancurkan (Majewski, 2014).
Adanya kerusakan pada umbi bawang yang ditimbulkan dari dipotongnya atau dihancurkannya bawang putih akan mengaktifkan enzim Allinase yang akan memetabolisme alliin menjadi allicin, yang kemudian akan dimetabolisme  menjadi  vinyldithiines  dan  Ajoene.  Proses  ini  memakan waktu berjam-jam dalam suhu ruangan dan hanya memakan waktu beberapa menit dalam proses memasak. Allicin tidak hanya memiliki efek antibakteri, tapi juga efek antiparasit, antivirus, dan parasit (Londhe, 2011). Cara kerja Allicin dalam menghambat pertumbuhan bakteri ialah dengan cara menghambat secara total sintesis RNA bakteri.  Walaupun sintesis DNA dan protein juga mengalami penghambatan sebagian oleh Allicin,   nampaknya RNA bakteri merupakan target utama Allicin (Deresse, 2010). Allicin merupakan senyawa yang bersifat tidak stabil, senyawa ini dalam waktu beberapa jam akan kembali dimetabolisme menjadi senyawa sulfur lain seperti  vinyldithiines  dan  Diallyl  disulfide  (Ajoene)  yang  juga  memiliki daaya antibakteri berspektrum luas, namun dengan aktivitas yang lebih kecil (Dusica, 2011).

Bawang  putih  juga  mengandung  komponen  minyak  atsiri,  yang  juga memiliki aktivitas antibakteri yang bekerja dengan mekanisme menghambat pembentukan membran sel bakteri. Namun, potensi minyak atsiri sebagai antijamur dikenal jauh lebih besar disbanding potensinya sebagai antibakteri (Benkeblia, 2004). Satu lagi kandungan bawang putih yang juga diyakini memiliki aktivitas antibakteri ialah  flavonoid,  yang  bekerja dengan cara mendenaturasi protein yang dimiliki bakteri. senyawa  flavonoid  ini juga dikenal baik sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan turunan senyawa fenol yang dapat berinteraksi dengan sel bakteri dengan cara adsorpsi yang dalam prosesnya melibatkan ikatan hidrogen. Dalam kadar  yang rendah, fenol membentuk kompleks protein dengan ikatan lemah. Yang akan segera terurai dan diikuti oleh penetrasi fenol ke dalam sel,  dan  menyebabkan presipitasi dan  denaturasi protein  (Gulfraz,  2014).  selain  itu  pula,  fenol dapat menghambat aktivitas enzim bakteri, yang pada akhirnya akan mengganggu metabolisme serta proses kelangsungan hidup bakteri tersebut (Basjir, 2012).
2.2 Sambilote (Staphylococcusaureus)
Tanaman sambiloto  mempunyai nama latin Andrographis paniculata Ness memiliki sinonim Justicia paniclata Burn; Justicia latebrosa Russ. Dengan nama daerah : Papaitan, Ki peurat atau bidara. (Depkes, 1979).
Klasifikasi tanaman sambiloto adalah sebagai berikut :
Kingdom            : Plantae
Sub-kingdom     : Tracheobionta
Superdivisio       : Spermahopyta
Divisio                : Magnoliopyta
Kelas                  : Magnoliopsida
Sub Kelas           : Asteridae
Ordo                   : Scrophulariales
Familia               : Acanthaceae
Genus                 : Andrographis
Species               : Andrograpis paiculata Ness.

Sifat-sifat kimia yang dimiliki tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness ) antara lain rasa pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrgrafolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid, dan homoandrografolid, flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalium,kalsium, natrium). Asam kersik, damar. Flavonoid terbanyak diisolasi dari akar yaitu polimetatoksivaflavon, andrografin, pan, ikkulin. Mono-0-metilwhitin dan apigenin-7,4 dimetileter. Zak aktif andrografoid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat  toksin).
Secara invitro tanaman sambiloto mempunyai khasiat antidiabetik dengan cara mempengaruhi sekresi insulin dari pulau Langerhans. Daun atau herba sambiloto digunakan pada pengobatan tradisional antara lain untuk disentri, kencing manis, demam, sakit kepala, penawar bisa ular, tonikum, penyakit kulit dan tifus (Brooke et al., 2003).
2.3 Metode Uji Antimikroba
Metode difusi agar
Mettode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar yang digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba. Kerjanya dengan mengamati daerah yang bening yang mengindinkasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antimikroba pada permukaan Media agar, metode difusi ini dibagi atas beberapa cara.(Dwidjoseputro, 2005)


a.       Cara Silinder Plat
Cara ini dengan memakai alat penghadang berupa silinder kawat pada permukaan media pembenihan mikroba dibiakan secara merata lalu diletakan pecandang silinder harus benar-benar melekat pada media, kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Setelah inkubasi pecandang silinder diangkat dan diukur daerah hambat pertumbuhan mikroba.
b.      Cara Cakram
Cakram kertas yang berisi anti  biotik diletakan paada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut.
c.       Cara Cup Plat
Sama dengan cara cakram dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi antibiotikyang akan diuji. 
           


BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat
            Adapun alat yang digunakan adalah Autoclave, Kertas cakram, Mikrometer, Ose, Cawan petri, Erlenmeyer dan pinset.
3.2 Bahan
            Bahan yang digunakan adalah Daun  Sambilote  (Staphylococcusaureus), Bawang putih (Allium sativum).
3.3 Prosedur Kerja
1.      Rimpang curcuma dicuci bersih dan disterilkan permukaan dengan alkohol 70% kemudian dikupas, dicuci dengan air mengalir dan dibilas dengan aquades steril kemudian rimpang digerus, diperas dan disaring.
2.      Hasil saringan disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 10.000 rpm  penentuan daerah bebas mikroba menggunakan metode difussi.
3.      Medium NA dituanngkan pada cawan pteri sebanyak 15 ml secara aseptis ddan dibiarkan memadat.
4.      Lidi kapas steril dicelupkan kesuspensi mikroba kemudian dioleskan kepermukaan medium sampai rata..
5.      Kertas cakram diletakkan secara aseptis (telah diremdam dengan eksrak segar kunyit, bawang putih, tomat buah dan jahe) pada permukaan medium NA.
6.      Diinkubasi pada suhu 370C selam 18 sampai 24 jam. Dilakukan pengamatan dan pengukuran diameter daerah bebas mikroba yang tebentuk sekitar cakram menggunakan jangka sorong/penggaris.
7.      Catat zona bening yanng terbentuk dengan pengukuran 8 , kemudian rata-ratakan.
8.      Anti mikroba =hasil pengukuran-diameter kertas cakram.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
     4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
Gambar
Jarak koloni
Hasil
 Bawang putih (allium sativum)
Cakram I  2 cm
Cakram II 2,3 cm
Cakram III 2 cm
Cakram IV 1,9 cm
Berdasarkan uji coba praktikum  bawang putih  masing—masing  cakramnya  terdapat zona bening dan itu jenis bakteri Escheria Coli dan Salmonella Thypii.
Sambiloto (Staphylococcusaureus)
Cakram I  2 cm
Cakram II 1,9 cm
Cakram III 1,9 cm
Cakram IV 1,9
Berdasarkan hasil uji coba praktikum sambiloto  sampel tersebut masing-masing cakramnya terdapat zona bening  dan itu merupakan jenis bakteri  E-Coli dan Bacillus Sp

a.       Zona hambat untuk bawang putih (Allium sativum)
Cakram 1: 2 cm
2 cm 10 mm = 20 mm
Cakram 2:  2,3 cm
2,3 cm  10 mm = 23 mm
Cakram 3: 2 cm
2 cm 10 mm = 20 mm

Cakram 4: 1,9
1,9 cm 10 mm = 19 mm
b.      Zona hambat untuk Sambiloto (Staphylococcusaureus)
Cakaram 1: 2 cm
2 cm 10 mm = 20 mm
Cakram 2: 1,9
1,9 cm 10 mm = 19 mm
Cakram 3: 1,9
1,9 cm 10 mm = 19 mm
Cakram 4: 1,9
1,9 cm 10 mm = 19 mm
4.2 Pembahasan
Bawang putih (Allium sativum) merupakan tanaman umbi yang termasuk ke dalam keluarga Amaryllidaceae.(Farrel,1985) Bawang putih yang ada di Indonesia berasal dari daerah Kirgiztan, Asia Barat yang kemudian tumbuh menyebar ke Mesir, Perancis bagian Selatan, Italia dan Sisilia.
Bawang putih memiliki beberapa jenis diantaranya adalah bawang putih varietas putih, merah muda dan kuning.Menurut Reynold (1982) untuk tujuan pengekstrakan, bawang putih varietas putih lebih banyak digunakan. Struktur morfologi bawang putih terdiri dari akar, batang semu, tangkai, dan bunga pendek (Farrel,1985). Umbi bawang putih tersusun dari beberapa siung yang dibungkus dengan kulit putih tipis.Umbi tersebut merupakan batang semu dan berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan.
Senyawa antimikroba merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Senyawa antimikroba yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tanaman diketahui dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak pangan (Isranen,1993). Senyawa antimikroba tersebut dapat berasal dari bagian tanaman, seperti bunga, biji, buah, rimpang, batang, daun dan umbi.
            Senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman, sebagian besar di ketahui merupakan metabolit sekunder tanaman, terutama dari golongan fenolik dan terpena dalam minyak atsiri. Sebagian besar metabolit sekunder di biosintesis dari banyak metabolit primer seperti dari asam-asam amino, asetil co-A, asam-asam mevalonat dan metabolit antara (Herbert,1995).
            Mekanisme kerja senyawa antimikroba seperti ; penghambat dan kerusakan mikroba oleh senyawa antimikroba berbeda-beda. Secara umum dapat di sebabkan oleh :
1.       Gangguan pembentukan dinding sel bakteri
2.       Reaksi dengan membran sel yang dapat mengakibatkan perubahan permealibitas dan kehilangan komponen penyusun sel.
3.       Penghambat terhadap sintesa protein.
4.       Gangguan fungsi material genetik. (Davidson,2001)
Teknik yang digunakan untuk pengujian aktivitas antimikroba diantaranya MIC (Minimum Inhibitor Concentration), seleksi aktifitas antimikroba dengan difusi cakram dan difusi sumur, penentuan kerapatan aktivitas antimikroba dengan  Scening electron microscope (Sara,2004)
Kemampuan bawang putih sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan jumlah bakteri sudah banyak dilakukan oleh peneliti seperti, penelitian Lingga & Rustama (2005) yang menyatakan bahwa ekstrak bawang putih yang dilarutkan dalam air bersifat antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, serta Wiryawan et al (2005) menyatakan bawang putih dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri patogen Salmonella typhimurium.
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptik, sterilizer, sanitizer dan sebagainya. Pada praktikum ini, kemampuan suatu antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri akan dibandingkan dengan kemampuan antimikroba lain melalui modifikasi uji antimikroba metode Kirby-Bouer.
Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas beberapa kelompok sebagai berikut: 1. Merusak dinding sel 2. Mengganggu permeabilitas sel 3. Merusak molekul protein dan asam nukleat 4. Menghambat aktivitas enzim 5. Menghambat sintesa asam nukleat Aktivitas anti mikroba yang dapat diamati secara langsung adalah perkembangbiakannya. Oleh karena itu mikroba disebut mati jika tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya antimikroba dibagi menjadi 2 macam, yaitu antibiotik dan disinfektan. Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri atau bahkan membunuh bakteri walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Antibiotik digunakan untuk menghentikan aktivitas mikroba pada jaringan tubuh makhluk hidup sedangkan disinfektan bekerja dalam menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba pada benda tak hidup, seperti meja, alat gelas, dan lain sebagainya. Pembagian kedua kelompok antimikroba ini tidak hanya didasarkan pada aplikasi penerapannya melainkan juga terhadap konsentrasi antimikroba yang digunakan.
Perlakuan aseptik ialah perlakuan yang bertujuan  terbebas dari mikroorganisme. Aseptik diimbangi dengan sterilisasi yang merupakan upaya untuk menghilangkan kontamina mikroorganisme yang menempel pada alat atau bahan yang akan dipergunakan untuk analisa selanjutnya (Jati 2007).
Praktikum ini dilakukan pada bahan uji fisiologis 0,85%, Streptomicyn, Antiseptik, Ekstrak kunyit, dan sambiloto. Praktikum ini dilakukan dengan menyebarkan mikroba pada kultur jaringan (media PCA). Penempelan bahan uji dilakukan dengan mencelupkan kertas saring yang telah di potong kecil-kecil  pada bahan uji. Namun karena adanya bahan uji akan terbentuk permukaan yang bening dengan tidak adanya mikroba yang tumbuh. Uji ini akan menunjukkan bahan yang diujikan mampu menghambat pertumbuhan mikroba dari diameter yang terbentuk. Larutan fisiologis digunakan sebagai pembanding dalam uji ini.
Bakteri e.coli dengan bahan uji streptomycin membentuk diameter bening 2 cm, betadine 1,2 cm, ekstrak kunyit 0,7 cm, dan sambiloto tidak ada endapan bening. Bahan uji yang menunjukkan aktivitas bahan antimikroba terbesar ialah streptomycin. Artinya streptomycin memberikan aktivasi terbesar untuk menghambat pertumbuhan bakteri e.coli, berbeda dengan ekstrak sambiloto yang tidak mampu sebagai bahan antimikroba untuk bakteri e.coli yang mana hal ini ditunjukkan dengan tidak terbentuknya larutan bening yang menunjukkan bakteri tetap tumbuh.
Bakteri bacillus sp diuji pertumbuhannya pada bahan uji penicilin menghasilkan diameter bening 1,3 cm, handsoup 1,5cm, ekstrak kunyit 0,9 cm, dan sambiloto 0,8cm. Antibiotik streptomycin menghasilkan diameter bening terbesar. Bahan uji ini menunjukkan aktivasi bahan antimikroba terbesar yang artinya dapat menghambat pertumbunhan pada bakteri bacillus sp. Semua bahan uji ini dapat digunakan sebagai bahan anti mikroba.
Perlakuan steril berfungsi untuk mencegah mikroorganisme yang tak diinginkan agar mendapatkan pengukuran yang akurat. Zona bening adalah area perkembangan aktivitas bahan antimikroba terhadap bakteri yang ada di sekitarnya. Apabila larutan fisiologis yang diujikan, maka bakteri tersebut akan tumbuh subur didalam larfis dan tidak ada diameter yang terbentuk karena larfis hanya sebagai pembanding bukan bahan antibiotik.
Warna merah yang mengelilingi antimikroba adalah kontaminan yang disebabkan oleh adanya pengaruh bakteri lain dari udara yang tumbuh, karena larutan antibiotik belum kering dan menetes. Tetesannya mengalir sehingga area bening bukan berbentuk lingkaran dan dapat juga disebkan oleh perlakuan yang kurang aseptik. Kontaminan dapat dideteksi dengan adanya warna selain warna bening misalnya warna merah.
Data dan hasil pengamatan menunjukkan bahwa streptomycin, antiseptik, sambiloto, dan ekstrak kunyit merupakan bahan antimikroba yang cocok untuk menghambat pertumbuhan bakteri e.coli dan Bacillus. Semua bahan antimikroba menunjukkan aktivitasnya dalam menghambat pertumbuhan bakteri  karena semuanya hampir menunjukkan adanya zona bening walaupun masih terdapat kontamina yang berwarna merah. Zona bening tersebut terjadi karena antimikroba akan mengakibatkan pembentukan cincin-cincin hambatan di dalam area pertumbuhan bakteri yang padat sehingga tak ada bakteri yang tumbuh di dalam cincin tersebut. Keampuhan suatu ntimikroba dapat dilihat dari seberapa besar zona bening yang terbentuk akibat berdifusinya zat antibiotika tersebut, Antimikroba yang berbeda memiiki laju difusi yang berbeda pula, karena itu keampuhan antimikroba satu sama lain tidak sama (Wilson 1982).
























BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba. Antimikroba dapat dikelompokkan menjadi antiseptikdan desinfektan dan bahwa streptomycin, betadine, sambiloto,penicillin, dan ekstrak kunyit merupakan bahan antimikroba yang cocok untuk menghambat pertumbuhan bakteri e.coli dan Bacillus.
5.2 Saran
            Saran yang  dapat saya ajukan dalam praktikum ini adalah praktikan lebih berhati-hati dalam melakukan praktikum agar hasilnya lebih maksimal.









DAFTAR PUSTAKA

Anonim, “Ayam”. Kategori Ensiklopedia Bebas. http://wikipedia.ac.id/ayam    (14Desember 2012)
Anonim. 2006. Manfaat Bawang Putih. Tersedia: http://www.google.com
Azanza MPV, MP Ortega & RG Valdezco. 2001. Microbial quality of rellenado milkfish (Chanos chanos, Forskall). Food Control 12 : 365-371.
Dwidjoseputro, 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.
Wilson & Gisvold. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal Organik. Semarang : IKIP Semarang Press.

Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 3 – 5. Jakarta : Depkes RI
Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia,  Edisi 2. Bandung: ITB Press
Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea & Febiger









Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN UJI ANTIMIKROBA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel