Lettori fissi

LAPORAN Identifikasi Kelabang (Scolopendra sp.)

Related


DOWNLOAD FILE DISINI

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan ini yaitu Identifikasi Kelabang (Scolopendra sp.). 
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1.      Bapak Rijal, AMAK., S.ST selaku dosen pengampuh mata kuliah praktikum Parasitologi II yang telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan ini.
2.      Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Oktober 2017

  Penyusun



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………..    i
DAFTAR ISI ..……...……………………………………………………    ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………....    iv
DAFTAR TABEL ………………………………………………………     v
BAB I  PENDAHULUAN  ………….…………………………………..   1
A.       Latar Belakang ………………………………………………...…....    1
B.        Rumusan Masalah ………………………………………………….     2
C.        Tujuan ………………………………………………………………     2
D.       Manfaat ……………………………………………………………..    2
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA  ……..……………………………….     3
A.       Kelabang (Scolopendra sp) …………...……...……….……………     3
B.        Klasifikasi dan Karakteristik Kelabang (Scolopendra sp.) ..…….....      3
a.       Klasifikasi Kelabang (Scolopendra sp.) ……….………………      3
b.      Karakteristik (Morfologi) Kelabang (Scolopendra sp.) ………..      4
C.        Siklus Hidup Kelabang (Scolopendra sp.) …..…………………….      5
a.       Telur ………………….....……………………………………..      5
b.      Larva ..……………...……………………………………….…      6
c.       Dewasa …………………….…………...………………………     6
D.    Ekologi Kelabang (Scolopendra sp.) ……………………………...       6
BAB III METODE KERJA ………………………………………….…     8         
A.    Waktu dan Tempat ………….……………………………………..      8
B.     Alat dan Bahan ..……………….…………………………………...    8
a.       Alat …………………………………………………………….      8
b.      Bahan ………………………………………………………….      8
C.     Prosedur Kerja ……….…………………………………………….      8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN ………………………………...     9
A.    Hasil ………..………………………………………………………       9
B.     Pembahasan …….………………………………………………….       10
BAB V PENUTUP ………………………………….………………….     13
A.       Kesimpulan ………………………………………………………...      13
B.        Saran ……………………………………………………………….      13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



DAFTAR GAMBAR

Gambar II.I         Scolopendra sp. …………………...………………………  3




DAFTAR TABEL

Tabel IV.I   Hasil Pengamatan Kelabang Bagian Dorsal ….………...….      10
Tabel IV.II Hasil Pengamatan Kelabang Bagian Ventral ……………....      11

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Artropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu athros, sendi dan podos, kaki. Oleh karena itu ciri utama hewan dalam filum ini adalah kaki yang tersusun atas ruas-ruas. Jumlah spesies anggota filum ini terbanyak dibandingkan dengan filum lainnya yaitu lebih dari 800.000 spesies. Dalam kajian parasitologi, sebagian besar artropoda merupakan vektor penyakit serta dapat bersifat sebagai parasit itu sendiri. Parasit pada umumnya mempunyai sifat yang merugikan bagi manusia. Hidupnya menumpang dan bertempat tinggal di tempat yang ditumpanginya dan merugikan bagi host yang ditumpanginya (Qiptiyah, 2014).
Parasit digolongan artropoda dapat berasal dari ordo Scolopendramorpha. Anggota ordo Scolopendramorpha yang paling dikenal oleh masyarakat ialah lipan (kelabang). Mendengar kata kelabang sudah tidak asing lagi ditelinga setiap kalangan masyarakat. Makhluk hidup berukuran kecil hingga besar tersebut sangat ditakuti oleh sebagian besar kalangan manusia. Hal ini dikarenakan kelabang memiliki bentuk yang menurut sebagian orang ialah menakutkan dengan kemampuannya berjalan cepat dan menggigit apapun yang mengancamnya membuat manusia tidak mau berurusan dengan hewan ini. Hewan ini aktif pada malam hari (nokturnal) sehingga jarang ditemui siang hari.
Di seluruh dunia, tersebar banyak spesies kelabang. Kelabang merupakan salah satu hewan yang hingga sekarang masih diteliti oleh sebagian ilmuan karena riwayat akan makhluk ini masih jarang terekspos. Salah satu yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah kelabang (Scolopendra subspinipes). Tidak sedikit orang yang pernah melaporkan bahwa mereka mendapat serangan kelabang. Walaupun gigitannya tidak sampai menyebabkan kematian bagi manusia, namun rasa sakit yang ditimbulkan dapat menyebabkan beberapa gangguan pada manusia. Oleh karenanya, dalam kajian penelitian dan kesehatan, kelabang ini sering dijadikan bahan percobaan sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kelabang dan peranannya bagi manusia.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Bagaimana struktur morfologi kelabang (Scolopendra sp)?
2.      Bagaimana perbedaan struktur morfologi kelabang (Scolopendra sp) jantan dan betina?
C.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami struktur morfologi kelabang (Scolopendra sp).
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perbedaan struktur morfologi kelabang (Scolopendra sp) jantan dan betina.
D.    Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai struktur morfologi kelabang (Scolopendra sp).
2.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai perbedaan struktur morfologi kelabang (Scolopendra sp) jantan dan betina.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Kelabang (Scolopendra sp)








Gambar II.I Scolopendra sp.
Sumber : Capinera (2010)

Lipan (Chilopoda) adalah salah satu suku binatang dari kelas kaki seribu (Myriapoda). Terdapat hampir di seluruh dunia kurang lebih 2800 jenis. Badannya bulat panjang, batas antara badan dan kepala tidak kelihatan nyata. Kaki-kakinya sebagai anggota gerak pada ruas pertama amat kuat; pada ujungnya terdapat sepang kuku yang berbentuk kait. Pada anggota badanya terdapat kelenjar racun yang berujung pada kaki tersebut. Hewan ini terkenal sangat beracun dan memangsa hewan lain sebagai makanannya. Mereka sering menyakiti manusia. Diantara jenis lipan yang paling ditakuti adalah jenis lipan besar yang berasal dari Amerika (Scolopendra gigentia) dan satu lagi Scolopendra moritans dari Eropa Selatan. Di Indonesia jenis lipan yang sering ditemui adalah Scolopendra subspinipes yang lebih dikenal sebagai kelabang (Susanto, 2003).
B.     Klasifikasi dan Karakteristik Kelabang (Scolopendra sp.)
a.       Klasifikasi Kelabang (Scolopendra sp.)
Menurut Lekha (2016), klasifikasi kelabang (Scolopendra sp.) ialah sebagai berikut:
Kingdom         : Animala
Filum               : Artropoda
Subfilum         : Myriapoda
Kelas               : Chilopoda
Ordo                : Scolopendromorpha
Famili              : Scolopendridae
Genus              : Scolopendra
Species            : Scolopendra sp.
b.      Karakteristik (Morfologi) Kelabang (Scolopendra sp.)
Lipan biasanya berukuran 1-10 cm, tapi mungkin lebih besar di daerah tropis, di mana mereka bisa mencapai panjang hingga 26 cm. Mereka memiliki satu pasang kaki per segmen, sebuah fitur yang memungkinkan mereka dibedakan dengan mudah dari kaki seribu yang serupa (Diplopoda) (Capinera, 2010).
Seperti kebanyakan arthropoda lainnya (kaki seribu, pauropoda, simfil), tapi tidak seperti serangga, kelabang itu memiliki kepala dan batang panjang dengan banyak segmen bantalan kaki. Kepala menghasilkan sepasang antena, dan terkadang ocelli, tapi bukan mata majemuk. Mulutnya ventral, dan diposisikan untuk bergerak maju. Pertukaran gas melalui sistem trakea dimana spiracle tidak dapat ditutup. Ekskresi terjadi melalui tubulus malpighian, dan tidak seperti serangga dan arakhnida, lipan mengeluarkan amonia. Jantung merupakan tabung dorsal dengan sepasang ostia di setiap segmen. Tali saraf ventral memiliki ganglion untuk setiap segmen tubuh. Transfer sperma tidak secara langsung, dengan menggunakan spermatophore. Struktur yang disebut organ Tömösváry ditemukan di dasar antena di beberapa kelabang. Ternyata itu digunakan untuk mendeteksi getaran. Golongan Geophilomorpha dan Scolopendromorpha menunjukkan perkembangan epimorf; yang muda memiliki segmen lengkap saat mereka menetas. Perkembangan golongan lainnya bersifat anamorphic; yang muda hanya memiliki sebagian dari rangkaian segmen akhir pada saat menetas, dan menambahkannya saat mereka tumbuh (Capinera, 2010).
Penutup bagian mulut kelabang adalah sepasang struktur yang disebut maxilliped atau poison claws (cakar beracun). Mereka berasal dari sepasang trunk (batang) tambahan pertama, namun terlibat dalam memberi makan. Setiap cakar terdiri dari empat segmen dan melengkung ke dalam menuju garis midventral. Kelenjar racun ditemukan di dasar cakar. Lipan dikenal karena cakar racunnya, namun memiliki pertahanan lain juga. Pada beberapa, kaki paling belakang dapat digunakan untuk menjepit, dan kelenjar repugnatorial pada empat kaki terakhir umum terjadi. Seperti kaki seribu, sekresi defensif mungkin termasuk asam hidrosianat. Kecuali untuk geophilomorph, lipan disesuaikan untuk berlari. Menariknya, beberapa kaki kelabang semakin panjang menuju tubuh bagian posterior posterior, yang membantu mencegah gangguan gerakan kaki (Capinera, 2010).
C.     Siklus Hidup Kelabang (Scolopendra sp.)
Adapun siklus hidup kelabang (Scolopendra sp.) ialah sebagai berikut:
a.       Telur
Reproduksi kelabang tidak melibatkan kopulasi. Jantan mengeluarkan spermatophore untuk diambil kelabang betina. Spermatophore ini disimpan di jeringan, dan kelabang jantan melakukan sebuah pacaran tari untuk mendorong betina untuk menelan spermanya. Akan tetapi dalam kasus lain sperma ditinggalkan disuatu tempat agar betina menemukanya. Di daerah beriklim sedang, peletakan telur kelabang terjadi di musim semi dan musim panas, tetapi di subtropis dan daerah tropis, peletakan telur tidak seperti di daerah beriklim sedang. Jumlah telur yang diletakkan berkisar dari sekitar 10 sampai 50. Waktu pengembangan embrio untuk penetasan sangat bervariasi dan dapat berlangsung dari satu sampai beberapa bulan. Betina dari jenis kelabang Geophilomorpha dan Scolopendromorpha menunjukkan jauh lebih baik ketika mengasuh. Telurnya 15 sampai 60 jumlahnya, diletakkan di sarang di dalam tanah atau kayu busuk. Betina ini tetap bersama telurnya, menjaga dan menjilati mereka untuk melindungi mereka dari jamur (Lekha, 2016).
b.      Larva
Betina pada beberapa spesies tetap dengan kelabang kecil setelah mereka menetas, menjaga mereka sampai mereka siap untuk meninggalkan. Jika terganggu, betina akan meninggalkan telur atau memakan mereka, sedangkan telur yang ditinggalkan cenderung menjadi cepat dimangsa jamur. Beberapa spesies Scolopendromorpha yang matriphagic, anak anaknya memakan ibu mereka (Lekha, 2016).
Kelabang tumbuh dengan cara berganti kulit. Ada juga kelabang yang dapat menumbuhkan satu buku tubuhnya setiap berganti kulit jadi misalnya waktu lahir ia hanya memiliki 4 pasang kaki, seiring ia tumbuh dan berganti ia akan terus menambahkan buku tubuh sehingga pada saat ia dewasa ia memiliki 15 pasang kaki (Huba, 2006).
c.       Dewasa
Untuk mencapai dewasa dan bisa bereproduksi setiap kelabang bervariasi, sebagai contoh, bisa mencapai 3 tahun dari jenis kelabang S. coleoptrata untuk mencapai usia dewasa, sedangkan di bawah kondisi yang tepat, spesies lithiobiomorph dapat mencapai masa reproduksi dalam 1 tahun. Selain itu, kelabang  relatif hidup lebih lama jika dibandingkan dengan serangga. Misalnya: Eropa Lithobius forficatus dapat hidup selama 5 atau 6 tahun (Lekha, 2016).
D.    Ekologi Kelabang (Scolopendra sp.)
Riwayat hidup kelabang kurang dikenal, namun 5-6 instar terjadi pada banyak spesies. Panjang umur sering 3-6 tahun, dan biasanya membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk mencapai kedewasaan. Sulit untuk membedakan instar, tapi tutup kepala kapsul paling bisa diandalkan. Kelabang merupakan predaturus (predator). Sebagian besar memakan arthropoda, siput, cacing tanah dan nematoda, tapi bahkan kodok dan ular banyak dikonsumsi oleh beberapa kelabang. Antena dan kaki digunakan untuk mendeteksi mangsa. Cakar racun digunakan untuk setrum atau membunuh mangsanya. Meski menyakitkan, gigitan kelabang biasanya tidak mematikan bagi manusia, menyerupai rasa sakit yang terkait dengan sengatan tawon (Capinera, 2008).
Lipan membutuhkan lingkungan yang lembab. Integumen mereka bukanlah lilin, dan spirakel mereka tidak dekat. Oleh karena itu, mereka ditemukan di bawah permukaan, di lingkungan yang terlindung, atau aktif di atas tanah pada malam hari. Beberapa kelabang telah menyesuaikan diri dengan eksistensi laut, hidup di antara batu alga dan kerang di zona intertidal. Rupanya mereka bisa menahan udara yang cukup saat air pasang tinggi, atau menangkap gelembung udara yang cukup untuk memungkinkan perendaman (Capinera, 2008).
Beberapa kelabang (scolopendromorphs dan geophilomorph) membuat rongga di tanah atau kayu yang membusuk di mana untuk mengerami telur yang mereka genggam, yang seringkali berjumlah 15-35 butir telur. Induk menjaga telur sampai yang muda menetas. Taxa (golongan) yang lain, telur disimpan sendiri di tanah (Capinera, 2008).



BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Adapun pelaksanaan praktikum mengenai “Identifikasi Kelabang (Scolopendra sp)” dilakukan pada :
Hari/Tanggal   : Kamis, 12 Oktober 2017
Pukul               : 10.00 – 12.00 WITA
Tempat            : Ruang Laboratorium Mikrobiologi STIKes Bina Mandiri
 Gorontalo
B.     Alat dan Bahan
a.       Alat
Adapun alat-alat yang akan digunakan pada praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Colony counter
2.      Mikroskop
3.      Pinset
4.      Wadah plastik
b.      Bahan
Adapun bahan-bahan yang akan digunakan pada praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Kloroform
2.      Kelabang (Scolopendra sp.)
3.      Kapas
C.     Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang akan dilakukan ialah sebagai berikut :
1.      Digunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3.      Dimasukan kapas yang telah dicampur dengan kloroform ke dalam toples berisi kecoa untuk dibius. Ditunggu hingga kelabang selesai dibius.
4.      Diambil kelabang dan diamati pada colony counter dan mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
      Berdasarkan identifikasi Kelabang (Scolopendra sp.), hasil yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut :
1.      Dorsal
Gambar Manual
Gambar

Keterangan :
1.      Antena

2.      Mata

3.      Abdomen

4.      Kaki

5.      Kaki posterior

Tabel IV.II Hasil Pengamatan Kelabang Bagian Dorsal


2.      Ventral
Gambar Manual
Gambar

Keterangan :
1.      Antena

2.      Mulut

3.      Maxilliped

4.      Abdomen

5.      Kaki

6.      Kaki posterior

Tabel IV.II Hasil Pengamatan Kelabang Bagian Ventral
B.     Pembahasan
 Kelabang merupakan hewan invertebrata yang tergolong dalam subfilum Myriapoda dan kelas Chilopoda. Kelabang tergolong Myriapoda karena struktur tubuhnya hanya terdiri dari kepala dan perut yang bersegmen. Hal ini dijelaskan oleh Irianto (2013) bahwa struktur tubuh Myriapoda terdiri atas kepala (sefalo) dan perut (abdomen) tanpa dada (toraks), dan bersegmen-segmen terdiri atas kira-kira 10 hingga 100 segmen. Sedangkan, kelabang sebagai Chilopoda menurut Sulistyorini (2009) merupakan hewan karnivora yang memakan hewan lain. Bentuk tubuh pipih dengan segmen yang jelas. Di setiap segmen tubuhnya terdapat sepasang kaki, juga mempunyai sepasang antenna panjang dan sepasang mata yang masing-masing terdiri dari oselli. Pada segmentasi pertama, terdapat gigi-gigi beracun yang berbahaya, serta bernapas dengan menggunakan trakea.
Pada bagian kepala (sefalo) menurut Irianto (2013) terdapat satu pasang antenna sebagai alat peraba dan sepasang mata tunggal. Berdasarkan teori tersebut, pada kelabang terdapat antenna yang digunakan sebagai alat sensorik tubuh yang diidentikkan sebagai alat peraba. Antenna sering digunakan oleh kelabang dalam mencari mangsa. Mata yang dimiliki oleh kelabang merupakan mata tunggal (oseli). Mata ini terlalau berfungsi pada kelabang karena hanya dapat membedakan gelap dan terang. Oleh karenanya, kelabang lebih menggunakan antennanya ketika melakukan aktivitas di malam hari. Selain itu, kelabang memilki mulut yang terdiri atas mandibula (rahang bawah) dan maksila (rahang atas). Tipe mulut ini merupakan tipe mulut untuk menggigit dan mengunyah. Hal ini dikarenakan, kelabang merupakan makhluk hidup yang besifat sebagai karnivora. Selain itu, kelabang juga memilki maxilliped atau poison claws (cakar beracun). Menurut Irianto (2014) ruas pertama badan mempunyai sepasang kuku yang berlubang pada ujungnya guna mengeluarkan racun yang bersifat melumpuhkan dan yang berasal dari kelenjar yang terletak pada pangkal kuku tersebut.  
Pada bagian perut (abdomen) terdapat segmen (ruas) yang tiap segmen terdapat sepasang kaki. Menurut Irianto (2013) penambahan jumlah segmen terjadi pada setiap pergantian kulit. Alat gerak pada anggota Chilopoda adalah satu pasang kaki ditiap segmen perut kaki. Dari hasil penagamatan morfologi kelabang, segmen perut yang dimiliki ialah 20 segmen sehingga dapat dipastikan terdapat 20 pasang kaki (40 kaki) pada kelabang yang diamati tersebut.
Kelabang memiliki dua jenis kulit yaitu kulit tebal dan kulit tipis. Menurut Irianto (2013) eksoskeleton terdiri dari kulit keras dari zat kitin yang berfungsi melindungi alat-aat dalam, tempat melekatnya otot, dan memberi bentuk tubuh. Dengan adanya kulit kitin tipis maka hewan ini dapat bergerak leluasa. Kulit kitin ini mengalami eksdisis. Berdasarkan teori tersebut, kulit yang mengalami eksdisis merupakan kulit yang tipis pada kelabang. Kelabang akan mengalami pergantian kulit dari bentuk mudanya hingga bentuk dewasa. Disetiap pergentian kulit ini, kelabang mampu untuk mengasilkan satu ruas baru dengan sepasang kaki baru. Pada awalnya, kelabang muda hanya memiliki 3-4 ruas dengan 3-4 pasang kaki. Seiring perkembangan menuju dewasa, ruas dan pasang kakinya ikut bertambah.
Menurut hasil pengamatan terhadap kelabang, antara kelabang jantan dan kelabang betina tidak dapat dibedakan secara langsung. Hal ini dikarenakan struktur morfologi yang dimiliki kelabang jantan dan betina ialah sama. Kesaam bentuk morfologi tersebut yang menyebabkan hingga sekarang tidak ada yang dapat membedakan kelabang jantan dan betina. Ditambah lagi, proses reproduksi kelabang jantan dan betina ialah tidak secara kawain (asesual). Hal yang menjadi acuan untuk membedakan kelabang jantan dan betina ialah terjadi pada saat betina bertelur. Betina yang bertelur akan menempelkan telur-telurnya pada tubuhnya kemudian dierami hingga telur-telur tersebut menetas menjadi larva kelabang.
Kelabang merupakan hewan beracun yang ditakuti hampir semua orang. Terjadi banyak laporan mengenai serangan yang dilakukan oleh kelabang terhadap manusia, misalnya mendapat gigitan kelabang. Pada dasarnya, setiap jenis kelabang berbeda dampak yang diberikan kepada manusia. Ada yang tingkat keparahannya tidak terlalu berarti ada juga perlu penanganan medis. Menurut Irianto (2013) Kelabang dari daerah dingin yang ukurannya lebih kecil biasanya tidak mampu menusuk kulit dan gigitannya yang lemah biasanya hanya menyebabkan perasaan pedih, kemerahan dan kadang-kadang benjolan. Kelabang dari daerah tropik dan subtropik, genus Scolopendra menyebabkan gigitan nyeri dan juga menyebabkan luka nekrosis setempat.



BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang diperoleh dari laporan kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Struktur morfologi kelabang (Scolopendra sp.) ialah terdiri dari kepala (sefalo) dan perut (abdomen). Bagian kepala terdiri atas mata oseli,sepasang  antenna, mulut dan maxilliped. Bagian perut bersegmen (beruas) terdiri dari 10-100 segmen dan setiap segmen terdapat sepasang kaki. Pada bagian posterior terdapat sepesang kaki yang ukurannya sama panjang dengan antenna.
2.      Secara visual, struktur morfologi kelabang (Scolopendra sp.) jantan dan betina tidak dapat dibedakan. Satu-satunya cara untuk membedakan antara kelabang jantan dan betina ialah pada saat bertelur kelabang betina menghasilkan telur yang menempel pada tubuhnya.
B.     Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh praktikan ialah perlu untuk melakukan praktikum kembali mengenai kelabang. Hal ini diutarakan karena terdapat berbagai macam spesies kelabang. Jenis-jenis kelabang ini hampir sulit untuk dibedakan secara morfologi. Dengan dilakukannya praktikum kembali praktikan dapat melakukan perbandingan terhadap morfologi antara jenis kelabang yang satu dengan jenis kelabang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Capinera, John L. 2008. Encyclopedia of Entomology 2nd Edition. Springer : United State of America
Capinera, John L. 2010. Insect and Wildlife : Arthropods and Their Relationships with Wild Vertebrate Animals. Wiley-Blackwell : Unites State of America
Huba. 2006. (Amazing Animal Series) Kelabang. Tersedia [Online] : https://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000004580552/amazing-animal-series-kelabang-yang-gak-suka-kelabang-ayo-masuk-biar-jadi-suka/. Diakses pada : Sabtu, 14 Oktober 2017
Irianto, Koes. 2013. Parasitologi Medis (Medical Parasitology). Alfabeta : Bandung
Lekha, Diajeng. 2016. Hewan Kelabang dan Segala Sesuatu Tentangnya. Tersedia [Online] : majalahhewan.com/2016/11/hewan-kelabang/. Diakses pada : Sabtu, 14 Oktober 2017
Qiptiyah, M. 2014. Arthropoda. Universitas Islam Negeri Malang. Jawa Timur
Sulistyorini, Ari. 2009. Biologi 1 : Untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Kelas X. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Susanto, Heru. 2003. Arwana. Jakarta Penebar Swadaya : Jakarta

 



Proses Pengamatan dengan Colony counter
LAMPIRAN




Bagian Ventral Kelabang
Bagian Dorsal Kelabang



Dorsal Abdomen
Mulut dan Maxilliped
Kaki Posterior
Posterior
Ventral Abdomen
Sefalo

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN Identifikasi Kelabang (Scolopendra sp.)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel