Lettori fissi

LAPORAN Identifikasi Kutu Rambut/Kepala (Pediculus humanus capiti)

Related


DOWNLOAD FILE DISINI

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan ini yaitu Identifikasi Kutu Rambut/Kepala (Pediculus humanus capiti). 
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1.      Bapak Rijal, AMAK., S.ST dan Bapak Haeril, Amd.AK., S.Si selaku dosen pengampuh mata kuliah praktikum Parasitologi II yang telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan ini.
2.      Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Oktober 2017

  Penyusun



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………..    i
DAFTAR ISI ..……...……………………………………………………    ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………....    iv
DAFTAR TABEL ………………………………………………………     v
BAB I  PENDAHULUAN  ………….…………………………………..   1
A.       Latar Belakang ………………………………………………...…....    1
B.        Rumusan Masalah ………………………………………………….     2
C.        Tujuan ………………………………………………………………     2
D.       Manfaat ……………………………………………………………..    2
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA  ……..……………………………….     3
A.       Kutu Rambut/Kepala (Pediculus humanus capitis) .….……………      3
B.        Klasifikasi Kutu Kepala (Pediculus humanus capitis) …....…….....      3
C.        Morfologi Kutu Kepala (Pediculus humanus capitis) .…………….      4
a.       Morfologi Imago ……......……………………………………..      4
b.      Morfologi Nimfa …...……………………………………….…      5
c.       Morfologi Telur ….……….…………...………………………       6
D.    Siklus Hidup Kutu Kepala (Pediculus humanus capatis) .………...      6
E.     Transmisi Kutu Kepala (Pediculus humanus capatis) …………….       7
F.      Pediculosis Capatis ………………………………………………..      7
BAB III METODE KERJA ………………………………………….…     11       
A.    Waktu dan Tempat ………….……………………………………..      11
B.     Alat dan Bahan ..……………….…………………………………...    11
a.       Alat …………………………………………………………….      11
b.      Bahan ………………………………………………………….      11
C.     Prosedur Kerja ……….…………………………………………….      11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN ………………………………...     12
A.    Hasil ………..………………………………………………………       12
B.     Pembahasan …….………………………………………………….       13
BAB V PENUTUP ………………………………….………………….     17
A.       Kesimpulan ………………………………………………………...      17
B.        Saran ……………………………………………………………….      17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



DAFTAR GAMBAR

Gambar II.I         Pediculus humanus capitis ……...………………………    3
Gambar II.I         Morfoflogi Pediculus humanus capitis ……………...       4




DAFTAR TABEL

Tabel IV.I   Hasil Pengamatan Kutu Kepala Jantan ….………...      12
Tabel IV.II Hasil Pengamatan Kutu Kepala Betina ……………      13

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Artropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu athros, sendi dan podos, kaki. Oleh karena itu ciri utama hewan dalam filum ini adalah kaki yang tersusun atas ruas-ruas. Jumlah spesies anggota filum ini terbanyak dibandingkan dengan filum lainnya yaitu lebih dari 800.000 spesies. Dalam kajian parasitologi, sebagian besar artropoda merupakan vektor penyakit serta dapat bersifat sebagai parasit itu sendiri. Parasit pada umumnya mempunyai sifat yang merugikan bagi manusia. Hidupnya menumpang dan bertempat tinggal di tempat yang ditumpanginya dan merugikan bagi host yang ditumpanginya (Qiptiyah, 2014).
Parasit digolongan artropoda dapat berasal dari subordo Anoplura. Anggota ordo Anoplura yang paling dikenal oleh masyarakat ialah kutu rambut (kepala). Mendengar kata kutu sudah tidak asing lagi ditelinga setiap kalangan masyarakat. Makhluk hidup berukuran kecil tersebut ditakuti oleh sebagian besar kalangan manusia. Hal ini dikarenakan kutu memiliki bentuk yang kecil namun dapat menyebabkan penyakit yang cukup serius.
Menurut Nindia (2016) infestasi kutu kepala masih menjadi masalah pada kesehatan masyarakat di seluruh dunia terutama pada anak-anak dengan tingkat prevalensi 0.7 – 59%. Penyakit akibat infestasi kutu kepala masih menjadi masalah dan dilaporkan setiap tahunnya terjadi peningkatan dalam tiga dekade terakhir. Berdasarkan teori penunjang tersebut dapat diketahui bahwa infestasi kutu kepala masih dikategorikan sebagai penyakit yang terabaikan. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan angka penyakit akibat infestasi kutu. Infestasi kutu kepala belum menjadi prioritas dan upaya pengendalian kutu kepala sangat jarang dilakukan oleh masyarakat pada negara miskin dan negara yang sedang berkembang, misalnya di Indonesia. Oleh karenanya, dalam kajian penelitian dan kesehatan, kutu ini sering dijadikan bahan percobaan sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kutu serta peranan dan dampaknya bagi manusia.


B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Bagaimana struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) jantan?
2.      Bagaimana struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) betina?
3.      Bagaimana perbedaan struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) jantan dan betina?
C.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) jantan.
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) betina.
3.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perbedaan struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) jantan dan betina.
D.    Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) jantan.
2.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) betina.
3.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai perbedaan struktur morfologi kutu rambut (Pediculus humanus capiti) jantan dan betina.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Kutu Rambut/Kepala (Pediculus humanus capitis)










Gambar II.I  Pediculus humanus capatis
Sumber : Grimaldi dan Michael (2005)

Kutu kepala (Pediculus humanus capitis) merupakan ektoparasit obligat yang menyerang kulit kepala manusia. Kutu kepala hidup dan memperoleh makanan, kehangatan serta kelembaban dari tubuh manusia. Kutu kepala ditemukan di seluruh negara di dunia pada iklim yang berbeda-beda. Infestasi kutu kepala dapat menyerang siapa saja dari segala kelompok umur, jenis kelamin maupun ras. Akibat infestasi kutu kepala dapat menimbulkan penyakit yang disebut  pediculosis capitis. Infestasi kutu kepala paling banyak terjadi pada anak-anak (Nindia, 2016).
B.     Klasifikasi Kutu Kepala (Pediculus humanus capitis)
Menurut Pratiwi (2017), klasifikasi Kutu kepala (Pediculus humanus capitis) ialah sebagai berikut:
Kingdom               : Animala
Filum                     : Artropoda
Kelas                     : Insekta
Ordo                      : Phthriraptera
Subordo                : Anoplura
Famili                    : Pediculidae
Genus                    : Pediculus
Species                  : Pediculus humanus capitis
C.     Morfologi Kutu Kepala (Pediculus humanus capitis)
a.       Morfologi Imago
Gambar II.II  Morfologi Pediculus humanus capatis
Sumber : Capinera (2008)










Kutu kepala, Pediculus humanus capitis, adalah seekor arthropoda berinang khusus yang panjangnya 1 sampai 3 mm dan berwarna putih keabu-abuan. Memiliki bagian mulut tipis pengisap tersembunyi di kepala, antena pendek, dan tiga pasang kaki cakar diadaptasi untuk menggenggam rambut. Kutu makan dengan mengisap darah dan sekaligus menyuntikkan air liur dengan vasodilatasi dan antikoagulasi ke dalam inang. Kutu kepala bergerak dikecepatan hingga 23 cm/menit dan tidak mampu melompat atau terbang (Nutanson, dkk, 2008).
Tubuh dewasa terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, toraks dan abdomen. Bagian kepala berbentuk mengerucut dan memiliki antena pendek berbentuk  filiform dengan lima segmen. Mata majemuk biasanya kurang berkembang dan bahkan tidak ada. Bagian mulut termodifikasi menonjol terdiri atas tiga bagian yang berasal dari fusi rahang atas (maxillary). Toraks berbentuk kecil dan menyatu, sedangkan abdomen memiliki sembilan segmen. Tiga pasang kaki yang berkembang dengan baik yang terdiri atas  coxa, trochanter, femur,  tibia dan  tarsus (Nindia, 2016).
Kutu rambut jantan berukuran 2 mm, alat kelamin berbentuk seperti huruf “V”. Sedangkan kutu rambut betina berukuran 3 mm, alat kelamin berbentuk sepertihuruf “V” terbalik. Pada ruas abdomen terakhir mempunyai lubang kelamin di tengah bagian dorsal dan 2 tonjolan genital di bagian lateral yang memegang rambut selama melekatkan telur (Haitami, 2016).
Kutu kepala berukuran lebih kecil dibandingkan dengan kutu badan dan memiliki kitin yang lebih kuat. Tubuhnya berwarna lebih gelap dengan lekukan yang terlihat jelas pada bagian lateral antar segmen di abdomen. Perbedaan lainnya antara kedua ecotype terlihat pada antena kutu badan yang lebih panjang dibandingkan dengan antena pada kutu kepala. Hal ini berhubungan dengan kemampuan beradaptasi pada kegelapan. Kutu kepala lebih rentan terhadap kelaparan dibandingkan dengan kutu badan hal ini terjadi karena kutu badan beradaptasi untuk mampu bertahan pada pakaian yang tidak dipakai selama waktu yang lama. Selain itu, kutu kepala memproduksi telur lebih rendah dengan persentase telur yang menetas juga lebih rendah. Kutu kepala bergerak lebih aktif pada suhu yang rendah (Nindia, 2016).
b.      Morfologi Nimfa
Kutu betina muda menetas dalam waktu 1 minggu dan melewatinya 3 tahap instar nimfa, tumbuh lebih besar dan mencapai kedewasaan selama 7 hari. Bentuk pertama dan kedua instar relatif tidak bergerak dan oleh karena itu tidak mudah ditransmisikan antara individual. Sebagian besar penyebarannya terkait dengan bentuk instar ketiga dan bentuk dewasa (Nutanson, dkk, 2008).
Nimfa instar pertama berukuran 400–600 µm, nimfa instar kedua 700–900 µm dan nimfa instar akhir dapat mencapai ukuran 1000–1400 µm. Perbedaan juga tampak terlihat pada morfologi dan anatomi mulut pada nimfa instar kedua dan nimfa instar ketiga yaitu adanya perkembangan bagian mulut agar dapat menghisap darah. Cakar pada tarsi berkembang dengan baik pada nimfa instar ketiga (Nindia, 2016).


c.       Morfologi Telur
Selubung telur kutu disebut nits, dilekatkan dengan kuat pada rambut individu. Telur berukuran 0,8 mm panjang dan diletakkan dalam 1 sampai 2 mm permukaan kulit kepala. Jarang, nits bisa dilihat sepanjang dari panjangnya batang rambut. Satu betina bisa menghabiskan sekitar 150 telur selama 30 hari masa hidup (Nutanson, dkk, 2008).
Kutu betina bertelur 6–8 butir per hari yang dilekatkan pada rambut inangnya dengan perekat khusus yang disebut cement Telur berbentuk oval dan memiliki operculum pada bagian ujungnya. Telur berwarna putih keabu-abuan, mengkilap atau putih keperakan. Telur diletakkan pada batang rambut pada jarak 2–4 mm dari kulit kepala (Nindia, 2016).
D.    Siklus Hidup Kutu Kepala (Pediculus humanus capatis)
Siklus hidup P.h capitis merupakan metamorfosis tidak sempurna dimulai dari telur menjadi nimfa kemudian dewasa (Pratiwi, 2017). Setelah perkawinan, kutu betina dewasa akan menghasilkan 1 sampai 6 telur per hari selama 30 hari. Telur kutu berbentuk oval dan umumnya berwarna putih. Telur diletakkan oleh betina dewasa pada pangkal rambut (sekitar 1 cm dari permukaan kulit kepala) dan bergerak ke arah distal sesuai dengan pertumbuhan rambut. Telur kutu ini akan menetas setelah 7-10 hari, dengan meninggalkan kulit atau selubungnya pada rambut, selubung berwarna putih dan kolaps. Selubung telur tersebut dapat tetap melekat pada rambut selama 6 bulan. Sedangkan telur kutu yang belum menetas tampak berwarna hitam, bulat, dan translusen. Hal ini merupakan cara terbaik untuk membedakan dan memeriksa keberadaan operkulumnya yang mengindikasikan bahwa telur kutu tersebut belum menetas atau sudah menetas (Tiyasani, dkk, 2017).
Telur yang menetas akan menjadi nimfa. Bentuknya menyerupaikutu dewasa, namun dalam ukuran kecil. Nimfa akan menjadi dewasadalam waktu 9-12 hari setelah menetas. Untuk hidup, nimfa membutuhkan makanan berupa darah. Kutu dewasa mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Kutu kepala tidak bersayap, memipih di bagian dorsoventral dan memanjang. Kutu dewasa dapat merayap untuk berpindah dengan kecepatan sekitar 23 cm per menitnya. Rentang hidupnya sekitar 30 hari dan dapat bertahan hidup di lingkungan bebas sekitar 3 hari (Tiyasani, dkk, 2017).
E.     Transmisi Kutu Kepala (Pediculus humanus capatis)
Kutu kepala merupakan crawling insect, tidak dapat melompat maupun terbang. Penularan kutu rambut terutama terjadi akibat kontak antara inang seperti anak-anak yang tidur bersama pada satu ranjang atau saling bergantian menggunakan sisir yang terkontaminasi rambut berkutu. Mekanisme utama dalam transmisi kutu kepala terjadi melalui kontak langsung antara inang ke inang dan melalui benda mati. Transmisi melalui benda mati dapat terjadi karena (Nindia, 2016):
1.      Rambut yang mengandung kutu kepala atau telurnya jatuh.
2.      Tiupan angin.
3.      Gerakan statis.
4.      Kontak dengan kutu yang jatuh dan merangkak di lantai. 
Stadium kutu dewasa, nimfa dan juga telur bisa berpindah menuju inang baru. Transmisi tersebut dapat terjadi karena adanya kondisi tekanan misalnya saat inang melakukan grooming. Pada situasi tertekan, kutu dapat melakukan pergerakan dengan cepat menjauh dari bagian yang mengalami gangguan. Kutu mudah bisa copot dan jatuh karena tiupan angin, menyisir, handuk atau juga transfer pasif saat dua bahan berdekatan. Pada semua stadium kutu kepala cukup aktif bergerak, hanya instar 1 menunjukkan kecenderungan sangat kurang bergerak berpindah dari satu inang ke inang yang lain. Kutu kepala dewasa adalah yang paling berperan dalam memulai kasus infestasi kutu kepala yang baru. Tindakan pengendalian difokuskan pada mengendalikan stadium dewasa (Nindia, 2016).
F.      Pediculosis Capatis
Pediculosis capitis adalah infeksi kulit atau rambut  kepala  dimana yang disebabkan oleh infestasi  Pediculus humanus var. capitis. Penyakit ini  prevalensi cukup tinggi terutama anak sekolah dan penyakit ini  juga telah menjadi masalah  dinegara berkembang maupun negara maju. Di Amerika Serikat setiap tahunnya  Pediculosis capitis  ini  menyerang  6 hingga 12 juta orang. Berdasarkan jenis kelamin, risiko dua kali lebih besar adalah perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penyakit ini  telah dihubungkan masyarakat  dengan  kemiskinan atau  status sosial, ekonomi rendah dan lingkungan yang kumuh. Penyakit ini sering diabaikan terutama di negara dimana terdapat prioritas kesehatan lain yang lebih serius karena dianggap ringan dan mortalitasnya yang rendah, namun penyakit ini di antara anak-anak sekolah di seluruh dunia telah menyebabkan morbiditas yang signifikan (Hardiyanti, dkk, 2016).
Gejala awal berupa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosi, ekskorirasi, dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal akibat banyaknya pus dan krusta (plikapelonika), berbau busuk, disertai pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikuler). Diagnosis pasti  dalam pemeriksaan penderita Pediculosis capitis adalah menemukan kutu atau telur, terutama dicari didaerah oksiput dan temporal. Telur berwarna abu-abu dan berkilat (Ansyah, 2013).
Saat menghisap darah kutu akan menginjeksikan cairan saliva agar terjadi vasodilatasi. Cairan saliva dapat memberikan respon pada inang berupa rasa gatal (pruritus). Feses kutu juga dapat menimbulkan iritasi pada kulit kepala akibat menggaruk saat timbul rasa gatal, bahkan dapat menyebabkan infeksi pada kulit kepala namun umumnya tidak menimbulkan morbiditi. Infeksi sekunder dapat diperparah dengan adanya mikroba maupun jamur. Pada akhirnya dapat membentuk kerak berwarna gelap (hiperkeratinasi) dan penebalan di permukaan kulit kepala terutama pada tempat-tempat predileksi kutu. Tanda khas pada permukaan kulit kepala ini dikenal sebagai Vagabond’s disease. Keberadaan kutu kepala dapat menimbulkan gangguan emosional, menimbulkan masalah dalam status sosial di kelas serta mengganggu kemampuan belajar baik pada anak anak maupun orang dewasa. Infestasi kutu kepala juga dapat menyebabkan kekurangan zat besi dan anemia. Pada anak yang terinfestasi kutu dewasa sekitar 30 ekor dapat kehilangan darah sekitar 0.008 ml perhari. Hal ini dapat berpotensi menimbulkan terjadinya anemia dan kekurangan zat besi (Nindia, 2016).
Penularan pedikulosis dapat melalui kontak langsung dengan penderita, maupun kontak tidak langsung melalui benda-benda seperti sisir, bantal, dan topi yang digunakan bersama-sama. Infetasi tuma dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, jenis kelamin, keadaan sosial ekonomi, panjang rambut, kebiasaan pinjam meminjam barang, jumlah anggota keluarga, kepadatan kelas dan rumah, dan derajat infestasi tuma pada anggota keluarga yang lain. Tingkat kebersihan diri yang rendah juga dapat mempengaruhi prevalensi pedikulosis namun infestasi tuma bukan merupakan indikator tingkat kebersihan seseorang karena pada dasarnya pedikulosis dapat diderita siapapun (Alatas dan Sri, 2013).
Faktor-faktor yang diduga berperan serta dapat mempengaruhi terjadinya Pediculosis capitis, antara lain (Rahman, 2014):
1.      Usia
Anak-anak lebih sering terkena penyakit pedikulosis kapitis,terutama kelompok umur 3-11 tahun.
2.      Jenis Kelamin
Menurut beberapa penelitian yang telah ada, anak perempuan lebih sering terkena penyakit  pediculosis capitis. Hal ini dapat dihubungkan bahwa anak perempuan hampir semuanya memiliki rambut yang lebih panjang daripada anak laki-laki. Anak perempuan pun lebih sering menggunakan sisir dan aksesoris rambut.
3.      Menggunakan tempat tidur/bantal bersama
Kutu dewasa dapat hidup di luar kulit kepala selama 1-2 hari,sedangkan telurnya dapat bertahan sampai seminggu. Apabila seseorang yang terkena infestasi  pediculus humanus var. capitis  dan meletakkan kepala di suatu tempat,maka kemungkinan besar ada kutu dewasa serta telur yang terjatuh.
4.      Menggunakan sisir/aksesoris rambut bersama
Menggunakan sisir akan membuat telur bahkan kutu dewasa menempel pada sisir tersebut. Apabila seseorang menggunakan sisir yang ada kutu atau telur yang hidup akan  tertular,begitu juga dengan aksesoris rambut seperti kerudung, bando dan pita.


5.      Panjang rambut
Orang yang memiliki rambut panjang lebih sering terkena infestasi kutu kepala, hal ini disebabkan lebih susah membersihkan rambut dan kulit kepala pada orang dengan rambut panjang dibandingkan dengan rambut pendek.
6.      Frekuensi cuci rambut
Seringnya mencuci rambut berhubungan dengan tingkat kebersihan rambut dan kulit kepala. Di Amerika Serikat dimana mencuci kepala adalah kebiasaan rutin sehari-hari,orang yang terinfestasi kutu kepala lebih sedikit, dibandingkan dengan  daerah dan negara  yang masyarakatnya jarang mencuci rambut.
7.      Ekonomi 
Tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan resiko yang signifikan dengan adanya infestasi kutu, selain itu juga dikarenakan ketidakmampuan untuk mengobati infestasi secara efektif.
8.      Bentuk rambut
Kutu dewasa betina susah untuk menaruh telur di rambut yang keriting, maka dari itu orang afrika atau negro afrika-amerika jarang yang terinfestasi kutu kepala.







BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Adapun pelaksanaan praktikum mengenai “Identifikasi Kutu Rmabut/Kepala (Pediculus humanus capitis)” dilakukan pada :
Hari/Tanggal   : Kamis, 19 Oktober 2017
Pukul               : 10.00 – 12.00 WITA
Tempat            : Ruang Laboratorium Mikrobiologi STIKes Bina Mandiri
 Gorontalo
B.     Alat dan Bahan
a.       Alat
Adapun alat-alat yang akan digunakan pada praktikum kali ini ialah mikroskop, object glass, dan wadah plastic.
b.      Bahan
Adapun bahan-bahan yang akan digunakan pada praktikum kali ini ialah kloroform, kapas, dan kutu rambut/kepala (Pediculus humanus capitis).
C.     Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang akan dilakukan ialah sebagai berikut :
1.      Digunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3.      Dimasukan kapas yang telah dicampur dengan kloroform ke dalam toples berisi kutu untuk dibius. Ditunggu hingga kutu selesai dibius.
4.      Diambil kutu dan diamati pada mikroskop dengan pembesaran 4-10x pembesaran.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
      Berdasarkan identifikasi Kutu Rambut/Kepala (Pediculus humanus capitis), hasil yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut :
1.      Jantan
Gambar Manual
Gambar

Keterangan :
1.      Kepala
6.      Trochanter
2.      Antenna
7.      Femur
3.      Mata
8.      Tibia
4.      Toraks
9.      Tarsus
5.      Coxa
10.  Abdomen
Tabel IV.II Hasil Pengamatan Kutu Kepala Jantan


2.      Betina
Gambar Manual
Gambar

Keterangan :
1.      Kepala
7.      Femur
2.      Antenna
8.      Tibia
3.      Mata
9.      Tarsus
4.      Toraks
10.  Abdomen
5.      Coxa
11.  Tonjolan Genitalia
6.      Trochanter

Tabel IV.II Hasil Pengamatan Kutu Kepala Betina
B.     Pembahasan
 Kutu rambut atau yang sering disebut dengan kutu kepala merupakan hewan invertebrata yang tergolong dalam filum Arthropoda, subordo Anoplura dan kelas Insecta. Dikarenakan kutu kepala termasuk ke dalam filum Arthropoda secara morfologis bentuknya tubuh menurut Irianto (2013) yaitu ditandai oleh bangunan yang simestris bilateral. Semua anggota filum ini mempunyai tubuh bersegmen yang terbungkus dalam suatu rangka (eksoskeleton) dari bahan kitin. Rangka luar ini bersendi dan berfungsi menutupi dan dan melindungi alat-alat dalam serta memberi bentuk pada tubuh. Rangka luar diekskresikan oleh epidermis dan mengalami pergantian kulit (eksdisis). Hewan ini mempunyai mata majemuk (faset) atau mata tunggal (oselus). Tubuh arthropoda dibagi atas tiga bagian utama yaitu, kepala (kaput/Sefalo), dada (toraks), dan perut (abdomen). Kutu kepala termasuk dalam golongan Anoplura karena merupakan kutu penghisap (sucking lice). Kutu rambut termasuk dalam golongan Insecta karena memiliki 3 pasang kaki atau 6 buah kaki. Hal ini sesuai dengan namanya, menurut Irianto (2013) insect disebut juga Hexapoda (Yunani, Hexa adalah enam dan podos adalah kaki).
Struktur morfologi kutu kepala terdiri atas kepala (sefalo), dada (toraks) dan perut (abdomen). Menurut Irianto (2013) bagian kepala dilengkapi dengan alat indra seperti antenna yang beruas-ruas, sepasang alat peraba yang disebut palpa dan sepasang mata sederhana yang terdiri atas susunan lensa yang majemuk. Mulut sesuai dengan kebutuhan dari jenisnya dapat terdiri dari sepasang geraham pengunyah, alat penghisap cairan makanan, alat penusuk dan penghisap darah.  Mengacu pada teori penunjang dan hasil pengamatan, kutu kepala berwarna keabu-abuan dengan bagian kepala terdapat antenna, mata dan mulut. Kutu kepala memiliki sepasang antenna yang beruas-ruas. Memiliki sepasang mata yang merupakan mata faset (majemuk) dan mulutnya ialah mulut penusuk dan pengisap. Hal ini dijelaskan oleh Nindia (2016) bahwa bagian kepala berbentuk mengerucut dan memiliki antena pendek berbentuk  filiform dengan lima segmen. Mata majemuk biasanya kurang berkembang dan bahkan tidak ada. Bagian mulut termodifikasi menonjol terdiri atas tiga bagian yang berasal dari fusi rahang atas (maxillary). Pada bagian mulut juga dijelaskan oleh Irianto (2013) bahwa mulut mengandung alat penusuk yang dapat ditarik ke dalam bila tidak dipakai.
Pada bagian dada (Toraks) menurut Irianto (2013) terdiri dari tiga segmen (ruas), yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks yang pada setiap ruasnya terletak sepasang kaki yang beruas-ruas. Mengacu pada teori penunjang tersebut toraks merupakan tempat perlekatan kaki pada kutu kepala. Kutu kepala memiliki dada yang bersegmen. Namun, pada segmennya termodifikasi menjadi satu (menyatu) sehingga tidak dapat diamati degan jelas antarsegmen dada kutu kepala. Ditiap segmen dada terdapat tiga pasang kaki. Dari hasil pengamatan, kutu kepala memiliki 6 buah kaki yang terdiri atas segmen-segmen dan pada ujungnya terdapat cakar pada ujungnya. Hal ini dijelaskan oleh Nindia bahwa toraks berbentuk kecil dan menyatu. Tiga pasang kaki yang berkembang dengan baik yang terdiri atas coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus. Pada ujung tarsus berbentuk seperti cakar untuk menggenggam pada rambut. Kutu mampu bergerak dengan kecepatan hingga 23 cm per menit, namun tidak mampu terbang ataupun melompat.
Pada bagian perut (abdomen) kutu kepala terdapat segmen (ruas). Dari hasil pengamatan, kutu kepala memiliki 9 segmen abdomen. Pada abdomen terdapat trakea yang digunakan sebagai alat pernapasan kutu kepala. Disetiap segmen abdomen terdapat spirakel sebagai jalur keluar masuknya udara. Hal ini dijelaskan oleh Irianto (2013) bahwa sistem pernapasan berupa tabung hawa (trakea) dengan lubang-lubang hawa (spirakel) permukaan tubuh atau melalui kulit.
Kutu kepala yang jantan, ujung posteriornya tumpul sedangkan pada kutu kepala betina, ujung posteriornya terdapat sepasang tonjolan yang menjadi pembeda antara kutu kepala jantan dan betina bila diamati langsung dengan mikroskop. Menurut Tiyasani, dkk (2017) pada ruas abdomen terakhir mempunyai lubang kelamin di tengah bagian dorsal dan 2 tonjolan genital di bagian lateral yang memegang rambut selama melekatkan telur. Perbedaan lainnya antara kutu kepala jantan dan betina ialah dilihat dari ukuran tubuhnya. Hal ini dijelaskan oleh Pratiwi (2017) bahwa Pediculus humanus capitis jantan memiliki panjang tubuh kira-kira 2 mm. Sedangkan Pediculus humanus capitis betina memiliki panjang tubuh kira-kira 3 mm. Selain itu, kutu kepala memiliki alat kelamin yang berbeda. Menurut Prariwi (2017) jantan memiliki alat kelamin berbentuk seperti huruf “V” sedangkan betina memiliki alat kelamin berbentuk seperti huruf “V” terbalik.
Kutu kepala (Pediculus humanus capitis) dapat menyebabkan infeksi pada kulit kepala manusia. Infeksi kulit kepala ini disebut Pediculosis capitis. Gejala dan tanda klinis penyakit Pediculosis capitis menurut Irianto (2013) ialah rasa gatal yang disebabkan gigitan kutu kepala dan sekresi air liurnya yang bersifat antigenik. Pada kulit kepala tampak papula yang berwarna merah. Rasa gatal ini mengakibatkan garukan-garukan pada kulit kepala sehingga dapat menimbulkan infeksi sekunder. Terjadi limfadenitis di daerah belakang kepala (osipital) dan belakang telinga (retro auricular).
Selain dapat menyebabkan penyakit Pediculosis capitis, kutu kepala juga mampu untuk menyebabkan anemia. Menurut Nindia (2016) infestasi kutu kepala juga dapat menyebabkan kekurangan zat besi dan anemia. Pada anak yang terinfestasi kutu dewasa sekitar 30 ekor dapat kehilangan darah sekitar 0.008 ml perhari. Hal ini dapat berpotensi menimbulkan terjadinya anemia dan kekurangan zat besi. Selain itu, gangguan kutu kepala dapat mempengaruhi emosional (psikologi) menurut Nindia (2016) keberadaan kutu kepala dapat menimbulkan gangguan emosional, menimbulkan masalah dalam status sosial di kelas serta mengganggu kemampuan belajar baik pada anak anak maupun orang dewasa.


BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang diperoleh dari laporan kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Struktur morfologi kutu kepala (Pediculus humanus capitis) jantan ialah terdiri dari kepala (sefalo), dada (toraks) dan perut (abdomen). Bagian kepala terdiri atas mata faset (majemuk), sepasang  antenna, dan mulut. Bagian dada terdapat tiga pasang kaki yang tiap kakinya terdiri dari segmen coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus. Bagian perut bersegmen (beruas) terdiri dari 9 segmen, pada posteriornya berbentuk tumpul.
2.      Struktur morfologi kutu kepala (Pediculus humanus capitis) betina ialah terdiri dari kepala (sefalo), dada (toraks) dan perut (abdomen). Bagian kepala terdiri atas mata faset (majemuk), sepasang  antenna, dan mulut. Bagian dada terdapat tiga pasang kaki yang tiap kakinya terdiri dari segmen coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus. Bagian perut bersegmen (beruas) terdiri dari 9 segmen, pada posteriornya terdapat dua tonjolan genitalia.
3.      Perbedaan kutu kepala (Pediculus humanus capitis) ialah ditinjau dari bentuknya, kutu kepala jantan lebih kecil daripada betina. Ditinjau dari posteriornya, kutu kepala jantan berbentuk tumpul sedangkan betina memiliki tonjolan gentalia. Ditinjau dari alat kelaminya, kutu kepala jantan berbentuk “V” sedangkan betina berbentuk “V” terbalik.
B.     Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh praktikan ialah perlu untuk melakukan praktikum kembali. Hal ini diutarakan karena diantara kutu kepala dan kutu badan pada dasarnya memiliki spesies yang sama yaitu Pediculus humanus namun berbeda varian, capitis dan corporis. Dengan dilakukannya praktikum kembali praktikan dapat melakukan perbandingan terhadap morfologi antara kedua macam varian kutu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Sahar S. S., dan Sri Linuwih. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demograf Santri Pesantren X, Jakarta Timur. Universitas Indonesia. Jakarta
Ansyah, Achmad Nur. 2013. Hubungan Personal Hygiene Dengan Angka Kejadian Pediculosis Capitis Pada Santri Putri Pondok  Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jawa Tengah
Capinera, John L. 2008. Encyclopedia of Entomology 2nd Edition. Springer : United State of America
Grimaldi, David dan Michael S. E. 2005. Evolution of the Insects. Cambrige University Press : New York
Haitami. 2016. Kutu Rambut. Politeknik Kesehatan Pontianak. Kalimantan Barat
Hardiyanti, Nani I., Betta K., Hanna M., dan Jhons F. S. 2016. Penatalaksanaan Pediculus capitis. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Irianto, Koes. 2013. Parasitologi Medis (Medical Parasitology). Alfabeta : Bandung
Nindia, Yuni. 2016. Prevalensi Infestasi Kutu Kepala (Pediculus humanus capitis) Dan Faktor Risiko Penularannya Pada Anak Sekolah Dasar Di Kota Sabang Provinsi Aceh. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat
Nutanson, I., C. J. Steen., R. A. Schwartz., dan C. K. Janniger. 2008. Pediculus humanus capitis : an Update. New Jersey Medical School. Newark
Pratiwi, N. A. 2017. Gambaran Kejadian Penyakit Pedikulosis Kapitis Di Pondok Pesantren X Daerah Genuk Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang. Jawa Tengah
Qiptiyah, M. 2014. Arthropoda. Universitas Islam Negeri Malang. Jawa Timur
Rahman, Zakaria Aulia. 2014. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadianpediculosis Capitis Pada Santri Pesantren Rhodlotul Quran Semarang. Universitas Diponegoro. Jawa Tengah
Tiyasani, M., Muhamad A., Eki V. T. P., Utrujja A. A., dan Ike K. 2017. Identifikasi Kutu Manusia. Univesitas Jember. Jawa Timur

 



LAMPIRAN



Kutu Kepala Betina

Kutu Kepala Jantan



Abdomen
Sefalo dan Toraks


Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN Identifikasi Kutu Rambut/Kepala (Pediculus humanus capiti)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel