Lettori fissi

LAPORAN Pengambilan Darah Vena

Related



DOWNLOAD FILE DISINI
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan ini yaitu Pengambilan Darah Vena. 
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1.      Bapak Rijal, AMAK., S.ST selaku dosen mata kuliah Phlebotomy yang telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan ini.
2.      Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Mei 2017

 Penyusun




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………..    i
DAFTAR ISI ..……...……………………………………………………    ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………....    iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….    v
BAB I  PENDAHULUAN  ………….…………………………………..   1
A.       Latar Belakang ………………………………………………...…....    1
B.        Rumusan Masalah …………………………………………………..    2
C.        Tujuan ………………………………………………………………     2
D.       Manfaat ……………………………………………………………..    2
BAB II  PEMBAHASAN  ……...……………………………………….   4
A.       Phlebotomy ……….……………………………..……….…………     4
B.        Darah …………………………………………………………….....     4
C.        Komposisi Darah ……….....………………………....……………..     5
a.       Plasma Darah …………………………………………………..      5
b.      Sel-sel Darah (Korpuskuler) ……………….…………………..      5
D.       Pengambilan Darah Vena .………………………………………….     8
a.       Pengambilan Darah Vena dengan Syring .……………………...     9
b.      Pengambilan Darah Vena dengan Tabung Vakum .…………….    9
E.      Faktor Penyulit dalam Pengambilan Spesimen Darah Vena .……….     12
a.       Faktor Fisik Pasien …......……………...……………………….     12
b.      Faktor Psikologis Pasien ……………………………………….      13
c.       Faktor Teknik …………………………………………………..     13
F.      Komplikasi Phlebotomy …………………………………………….      14
a.       Syncope ………………………………………………………….     14
b.      Rasa Nyeri ……………………………………………………….    15
c.       Hematoma ……………………………………………………….     15
d.      Pendarahan ………………………………………………………    16
e.       Alergi …………………………………………………………….    16
f.       Trombosis ………………………………………………………..     16
g.      Radang Tulang …………………………………………………..     16
h.      Anemia …………………………………………………………..     16
i.        Komplikasi Neurologis ………………………………………….     17
j.        Kegagalan Pengambilan Darah ………………………………….     17
k.      Hemokonsentrasi ………………………………………………..     17
l.        Hemodilusi ………………………………………………………     17
BAB III METODE KERJA ……………………………………………      18       
A.    Pra Analitik ………………………………………………………..      18
B.     Analitik ……………………….…………………………………...       18
C.     Pasca Analitik ……….…………………………………………….       18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN ………………………………...     19
A.    Hasil ………..………………………………………………………       19
B.     Pembahasan …….………………………………………………….       19
BAB V PENUTUP ………………………………….………………….     21
A.       Kesimpulan ………………………………………………………...      21
B.        Saran ……………………………………………………………….      21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



DAFTAR GAMBAR

Gambar II.I      Komposisi Darah Dalam Tubuh …………………..…….    5
Gamabr II.II    Eritrosit (Sel Darah Merah)…………………...…………     5
Gambar II.III   Leukosit (Sel Darah Putih) …………………………...…    6
Gambar II.IV   Trombosit (Keping Darah) ..…………………………….     7
Gambar II.V    Letak Vena ………………….…………………….….…    8
Gambar II.VI  Kesalahan-kesalahan Penusukan Jarum …..………….....     14




DAFTAR TABEL

Tabel IV.I  Hasil Pengambilan Darah  ..……………………………….        19


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kata “cacing” sudah tidak asing lagi terdengar di telinga setiap orang. Cacing sering kali diidentikkan dengan sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Hal ini dikarenakan cacing banyak hidup dan berkembangbiak di tanah serta bentuk tubuhnya yang lunak membuat dia terasa menggelikan jika disentuh.
Setiap makhluk hidup pasti memiliki manfaat dan kerugiannya masing-masing, hal ini juga berlaku pada cacing. Cacing bagi sebagian orang, khususnya para pekebun atau petani sering kali digunakan untuk menyuburkan tanah perkebunan dan pertanian. Namun, dibalik manfaatnya tersebut cacing juga dapat merugikan makhluk hdup lain dan dapat menyebabkan penyakit.
Dalam kajian parasitologi, cacing termasuk dalam makhluk parasit. Cacing sebagai makhluk parasit membutuhkan hospes untuk dapat melangsungkan hidupnya dengan cara menyerap nutrisi dari hospes tersebut. Hospes cacing dapat berupa hewan maupun manusia.
Tidak sedikit orang yang mengalami penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit, misalnya penyakit “cacingan” yang disebabkan oleh cacing kremi. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak-anak usia SD karena perilaku hidup yang kurang sehat seperti main di tanah maupun tidak cuci tangan sebelum makan. Sehingga, telur cacing yang tadinya berada pada tanah menjadi ikut termakan dan menetas menjadi cacing yang hidup di dalam tubuh.
Selain penyakit cacingan masih banyak penyakit lain yang disebabkan oleh cacing dikarenakan pola dan perilaku hidup yang kurang bersih dan tidak sehat yang dilakukan orang. Orang yang terinfeksi cacing parasit biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala yang berarti. Hal ini dikarenakan cacing parasit mampu beradaptasi sebaik mungkin dengan lingkungan tubuh sehingga tidak dapat diketahui bahwa cacing tersebut telah menggerogoti tubuh hospes. Oleh karena itu, untuk menentukan bahwa seseorang terinfeksi cacing parasit harus dengan melakukan pemeriksaan laboratorium.
B.     Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan parasit.
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan Nemathelminthes.
3.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami macam-macam Nematoda.
4.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cacing yang tergolong Nematoda usus.
5.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode pemeriksaan Nematoda.
6.      Agar mahasiswa dapat mengamati adanya telur Nematoda usus pada sampel feses.
C.     Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai parasit.
2.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Nemathelminthes.
3.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai macam-macam Nematoda.
4.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai cacing yang tergolong Nematoda usus.
5.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai metode pemeriksaan Nematoda.
6.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa dari hasil pengamatan Nematoda usus pada sampel feses.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Parasit
Parasit adalah organisme yang termasuk dalam kerajaan binatang (animal kingdom) yang untuk dapat mempertahankan hidupnya membutuhkan makhluk hidup lain sebagai sumber sumber kehidupannya termasuk sebagai sumber makanannya. Oleh karena itu parasit sangat merugikan hidup dan bahkan dapat membunuh inang (hospes) tempatnya menumpang hidup. Pada garis besarnya parasit pada manusia dan hewan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan besar, yaitu protozoa, cacing dan artropoda (serangga) (Soedarto, 2011).
Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan tersusun dari banyak sel (multiseluler). Parasit Cacing yang penting bagi manusia terdiri dari dua golongan besar yaitu filum Platyhelminthes dan filum Nemathelminthes. Platyhelminthes terdiri dari 2 kelas yang penting, yaitu kelas Cestoidea ( atau Cestoda) dan kelas Trematoda, sedang kelas Nematoda merupakan kelas yang penting dalam filum Nemathelminthes (Soedarto, 2011).
B.     Nemathelminthes
Nemathelminthes berasal dari kata Yunani, nematos yang berarti benang dan helminthes  yang artinya cacing atau cacing benang. Cacing ini juga sering disebut cacing gilik. Cacing yang termasuk dalam filum ini sangat banyak, sehingga dalam tanah dan halaman terdapat jutaan jumlahnya, namun demikian peluang untuk melihatnya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena ukurannya sangat kecil seperti benang (Irianto, 2013).
Cacing yang tergolong dalam filum Nemathelminthes bentuk tubuhnya gilig (bulat panjang), bilateral simetris, tidak bersegmen, triploblastik, dan memiliki rongga tubuh semu (pseudoselomata). Sebagian cacing gilig hidup bebas di air atau di tanah, dan sebagian parasit pada hewan atau manusia. Cacing ini berukuran kecil (mikroskopis), dan tubuh dilapisi kutikula. Saluran pencernaan sempurna, mulut di ujung anterior dilengkapi gigi pengait dan anus di ujung posterior. Cacing ini bernapas secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh dan memiliki cairan mirip darah sebagai alat transportasi. Reproduksi cacing gilig secara seksual, ovipar, dan jenis kelamin terpisah (gonochoris). Cacing jantan berukuran lebih kecil daripada cacing betina (Subardi, dkk, 2009).
C.     Jenis-jenis Nematoda
Cacing Nematoda berdasar pada tempat hidup cacing dewasanya  di dalam tubuh manusia dikelompokkan menjadi (Soedarto, 2011) :
a.       Nematoda usus (Intestinal nematodes)
Nematoda usus adalah cacing yang  hidup di dalam usus. Cacing yang hidup di usus halus (small intestine) adalah Ascaris lumbricoides, Ancylostomum duodenale, Necator americanus, Strongylus stercoralis, dan Trichinella spiralis sedangkan yang hidup di dalam sekum dan apendiks misalnya adalah Enterobius vermicularis dan Trichuris trichiura.
b.      Nematoda somatik (Somatic Nematodes)
Cacing ini hidup di dalam jaringan atau di dalam organ tubuh :
1.      Di dalam sistem limfatik, misalnya Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi
2.      Di jaringan subkutan misalnya Loa loa, Onchocerca volvulus dan Dracucnculus medinensis
3.      Di dalam mesenterium misalnya Acanthocheilonema perstans dan Mansonella ozzardi
4.      Di konjungtiva mata, misalnya Loa loa
5.      Di paru-paru misalnya Strongyloides stercoralis
6.      Di jaringan/organ hati, misalnya Capillaria hepatica
D.    Nematoda Usus
a.       Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides yang secara umum dikenal sebagai cacing gelang ini tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis yang kelembaban udaranya tinggi. Di Indonesia infeksi cacing ini endemis di banyak daerah dengan jumlah penderita lebih dari 60%. Tempat hidup cacing dewasa adalah di dalam usus halus manusia, tetapi kadang-kadang cacing ini dijumpai mengembara di bagian usus lainnya (Soedarto, 2011).
Morfologi cacing Ascaris lumbricoides ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1.      Telur
a)      Telur yang dibuahi. Ukuran 60-45 mikron, bentuk agak lonjong dengan dinding luar tebal, berwarna coklat karena zat warna empedu, dinding telur terdiri dari 3 lapisan, terdapat lapisan albuminoid bergerigi yang tebal, biasanya terdapat 1-4 sel.
b)      Telur yang tidak dibuahi. Bentuk lebih lonjong daripada telur yang dibuahi, dinding tipis, lapisan albumin lebih tipis dari telur yang dibuahi, seluruh bagian dalam tubuh berisi penuh dengan granula.
 




Text Box: Gambar II.I (Kiri) Telur Ascaris Lumbricoides fertil, (Kanan) Telur Ascaris Lumbricoides infertil 
Sumber: Rai, dkk (1996)

2.      Cacing dewasa
a)      Bentuk: silindris dengan ukuran betina 20-35 cm dan jantan 15-20 cm.
b)      Kepala: mempunyai 3 bibir, satu terletak di mediodorsal dan dua ventrolateral.
c)      Ekor: yang betina, ekornya lurus dan lancip. Yang jantan, ekornya melengkung.
d)     Pada ujung posterior terdapat duri-duri halus yang disebut copulatory spikula.






Text Box: Gambar II.II Ascaris Lumbricoides dewasa
Sumber: Rai, dkk (1996)



b.      Enterobius vermicularis
Nama lain cacing ini adalah Oxyuris vermicularis, dan dikenal secara umum sebagai  cacing keremi,  cacing jarum (pinworm), atau  seatworm. Infeksi cacing ini (oksiuriasis atau enterobiosis) tersebar luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis. Infeksi Enterobius lebih banyak dijumpai di daerah beriklim dingin  karena orang jarang mandi dan tidak sering berganti pakaian dalam (Soedarto, 2011).
Oxyuris dewasa hidup di dalam sekum dan sekitar apendiks usus manusia, yang merupakan satu-satunya hospes definitif cacing ini. Cacing betina akan mengadakan migrasi ke daerah sekitar anus (perianal) untuk meletakkan telurnya di daerah tersebut (Soedarto, 2011).
Morfologi cacing Enterobius vermicularis ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1.      Telur
a)      Ukuran 50x20 mikron, bentuk lonjong asimetris, pada salah satunya datar sedangkan sisi lain cembung, dindingnya jernih dan tebal, isinya larva atau embrio.



Text Box: Gambar II.III Telur Enterobius vermicularis
Sumber: Rai, dkk (1996)

2.      Cacing dewasa
a)      Betina: panjang 1 cm, pada kepala terdapat cervical alae, ekornya lancip menyerupai jarum.
b)      Uterus penuh berisi telur, vulva terletak 1/3 tubuh bagian anterior.
c)      Jantan: 0,5 cm, ekor melingkar mempunyai spikula.








Text Box: Gambar II.IV Enterobius vermicularis dewasa
Sumber: Rai, dkk (1996)


c.       Trichuris trichiura
Trichuris trichiura mempunyai bentuk badan mirip cambuk, sehingga cacing ini sering disebut sebagai cacing cambuk (whip worm). Infeksi dengan Trichuris disebut trikuriasis. Cacing cambuk tersebar luas di daerah tropis yang berhawa panas dan lembab dan hanya dapat ditularkan dari manusia ke manusia. Meskipun banyak cacing Trichuris yang menginfeksi hewan,  Trichuris trichiura  bukanlah  parasit zoonosis (Soedarto, 2011).
Morfologi cacing Trichuris trichiura ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1.      Telur
a)      Bentuk spesifik, seperti tong/tempayan dengan 2 buah plug (sumbat) yang jernih.
b)      Kulit berwarna cokelat, dengan kedua ujung berwarna kuning.
c)      Text Box: Gambar II.V Telur Trichuris trichiura 
Sumber: Rai, dkk (1996)
Telur berisi sel telur atau larva yang baru terbentuk, sesudah 3 minggu ditanah.






2.      Cacing dewasa
a)      Panjang 35-55 mm, 2/5 bagian posterior gemuk, 3/5 bagian anterior kecil panjang seperti cambuk.
b)      Cacing jantang panjangnya 4 cm, ekor melingkar mempunyai kopulatrix spikula.
c)      Text Box: Gambar II.VI Trichuris trichiura dewasa
Sumber: Ideham dan Suhintam (2009)
Cacing betina panjangnya 5 cm, ekornya lurus dan tumpul.







d.      Strongyloides stercoralis
Strongyloides stercoralis yang juga disebut sebagai cacing benang (threadworm) menyebabkan infeksi strongiloidiasis pada manusia maupun hewan. Cacing ini termasuk cacing zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis yang tinggi kelembabannya. Tempat hidup cacing betina dewasa adalah di dalam membrana mukosa usus halus, terutama di daerah duodenum dan jejunum manusia dan beberapa jenis hewan. Strongyloides stercoralis jantan jarang ditemukan di dalam usus hospes definitifnya (Soedarto, 2011).
Morfologi cacing Strongyloides stercoralis ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1.      Larva
a)      Larva rhabditiform: bentuk pendek, gemuk panjang 225 mikron, rongga mulut pendek, esophagus penjangnya = 1/4 panjang badan.
b)      Larva filariform: bentuknya langsing, panjang, tidak mempunyai sheath (selubung), ekor bercabang, esofagus panjangnya = 1/2 panjang badan.





Text Box: Gambar II.VII (Kiri) Larva rhabditiform, (Kanan) Larva filariform
Sumber: Rai, dkk (1996)

2.      Cacing dewasa bentuk parasitik (infektif)
a)      Hanya ditemukan bentuk wanita, bentuk kecil, langsing, panjang 22 mm, dengan ekor lancip.
b)      Esofagus = 1/3 panjang badan.
c)      Uterus berisi telur pada 1/4  bagian posterior.
3.      Cacing dewasa bentuk bebeas (free living form)
a)      Betina: gemuk, panjang 1 mm, tampak telur di dalam tubuhnya (uterus), ekor runcing.
b)      Jantan: gemuk, panjang 0,7 mm, ekor lancip, membengkok, dan mempunyai spikulum, esofagus pendek.





Text Box: Gambar II.VIII Strongyloides stercoralis dewasa
Sumber: Ideham dan Suhintam (2009)

e.       Ancylostoma duodenala dan Necator americanus
Ancylostoma duodenala dan Necator americanus dewasa hidup di dalam usus halus, terutama di jejunum dan duodenum manusia dengan cara mengigit membran mukosa menggunakan giginya, dan mengisap darah yang keluar dari luka gigitan (Soedarto, 2011).
Morfologi cacing Ancylostoma duodenala dan Necator americanus ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1.      Telur
a)      Telur keduanya jenis spesies tidak dapat dibedakan.
b)      Bentuk lonjong berdinding tipis, jernih tidak berwarna, ukuran 60x40 mikron.
c)      Telur berisi embrio yang terdiri dari 2-8 sel (morula).







Text Box: Gambar II.IX Telur cacing tambang
Sumber: Ideham dan Suhintam (2009)




2.      Cacing dewasa Ancylostoma duodenala
a)      Bentuk silindris dan relatif gemuk, terdapat lengkungan cervical kearah dorso-anterior (seperti huruf “C”), warna merah muda atau cokelat muda keabu-abuan.
b)      Cacing jantan panjangnya 8-11 mm dan diameternya 0,4-0,5 mm.
c)      Cacing betina panjangnya 10-13 mm dan diameternya 0,6 mm.
d)     Rongga mulut terdapat sepasang gigi ventral, gigi sebeblah luar ukurannya lebih besar.
e)      Ujung posterior cacing betina tumpul, cacing jantang mempunyai bursa kopulatrix.
3.      Cacing dewasa Necator americanus
a)      Cacing dewasa berbentuk silindris dengan ujung anterior melengkung tajam kearah dorsal (seperti huruf “S”), warna kuning keabu-abuan atau sedikit kemerahan.
b)      Cacing jantan panjangnya 7-9 mm dan diameternya 0,3 mm.
c)      Cacing betina panjangnya 9-11 mm dan diameternya 0,4 mm.
d)     Rongga mulut terdapat bentukan semilunar cutting plate.
e)      Ujung posterior cacing jantan terdapat bursa kopulatrix dan sepasang spikula.
f)       Ujung posterior cacing betina runcing, vulva terleteak di bagian tengah tubuh.







Text Box: Gambar II.X (Kiri) Ancylostoma duodenale, (Kanan) Necator americanus
Sumber: Rai, dkk (1996)
Ideham dan Suhintam (2009)

E.     Metode Pemeriksaan
a.       Pemeriksaan dengan Metode Harada Mori
Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Srongyloides stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik. Kekurangan dari metode ini adalah hanya dilakukan untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak. Kelebihan dari metode ini adalah lebih mudah dilakukan karena hanya untuk mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuk larva jauh lebih besar dibandingkan dengan telur (Triatmojo, 2015).


BAB III
METODE KERJA
A.    Pra Analitik
Adapun langkah kerja pada tahap pra analitik ialah sebagai berikut :
1.      Gunakan alat pelindung diri (APD).
2.      Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3.      Alat-alat yang akan digunakan ialah sebagai berikut :
a.       Mikroskop
b.      Object glass
c.       Deck glass
d.      Ose
e.       Gelas Kimia
f.       Tabung sentrifuge
4.      Bahan-bahan yang digunakan ialah sebagai berikut :
a.       Sampel feses
b.      Larutan NaCl jenuh 30%
B.     Analitik
Adapun langkah kerja pada tahap analitik ialah sebagai berikut :
1.      Masukkan 100 ml larutan NaCl jenuh 30% pada gelas kimia.
2.      Masukkan ± 10 gram sampel feses pada larutan NaCl jenuh 30% dan diaduk sampai tercampur.
3.      Saring larutan sampai terpisah dengan sisa-sisa feses.
4.      Masukkan ke dalam tabung sentrifuge hingga penuh dan diamkan selama 10 menit.
5.      Tempelkan deck glass pada permukaan tabung sentrifuge kemudian letakkan pada object glass.
6.      Amati pada mikroskop dengan pembesaran 10x sampai 40x.
7.      Untuk pembanding, sentuh permukaan campuran larutan dengan ose dan ratakan pada objeck glass kemudian tutup dengan deck glass.
8.      Amati pada mikroskop dengan pembesaran 10x sampai 40x.


C.     Pasca Analitik
Adapun langkah kerja pada tahap pasca analitik ialah sebagai berikut :
1.      Baca hasil pemeriksaan.
2.      Sesuaikan dengan nilai atau standar yang telah ditentukan.
a.       Hasil (+) positif, artinya ditemukan telur cacing pada sampel.
b.      Hasil (-) negatif, artinya tidak ditemukan telur cacing pada sampel.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
      Berdasarkan pemeriksaan pada sampel feses, hasil yang dapat diperoleh  ialah sebagai berikut :
Gambar Pemeriksaan
Hasil
20161007_150609.jpg
Pemeriksaan : (-) Negatif
Text Box: Tabel IV.I Hasil Pemeriksaan
B.     Pembahasan
Nematoda usus merupakan jenis cacing parasit yang menggunakan usus sebagai tempat untuk hidup dan berkembangbiak. Cacing yang termasuk nematoda usus ialah Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Enterobius vermicularis (cacing kremi), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostomum duodenale dan Necator americanus (cacing tambang/hookworm), Strongylus stercoralis, dan Trichinella spiralis. Sebagian besar nematoda usus berkembangbiak dengan cara bertelur (ovivar) kecuali Trichinella spiralis dengan cara melahirkan (vivivar). Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh nematoda lebih dari 1000 telur per hari.
Nematoda usus memiliki morfologi telur yang berbeda-beda untuk setiap spesies. Oleh karenanya, untuk mengidentifikasi infeksi yang diakibatkan oleh nematoda perlu dengan melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel feses. Pada praktikum kali ini, untuk mengidentifikasi telur cacing pada sampel feses, praktikan menggunakan suatu metode pemeriksaan kualitatif yaitu metode apung tanpa sentrifugasi yang dilakukan pada 2 object glass. Salah satu yang digunakan ialah sebagai pembanding.
Metode apung tanpa sentrifugasi merupakan metode yang menggunakan prinsip hukum Archimedes. Menurut Archimedes, benda yang dicelupkan sebagian atau seluruhnya ke dalam fluida, akan mengalami gaya ke atas. Besar gaya ke atas tersebut besarnya sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda (Saripudin, dkk, 2009). Oleh karena itu, telur akan terpisah dengan feses karena berat jenis telur yang lebih rendah dari pada berat jenis feses. Telur cacing akan mendapatkan gaya ke atas sehingga mengapung pada permukaan larutan.
Dalam menggunakan metode apung tanpa sentrifugasi, hanya diperlukan 1 macam reagen, yaitu reagen NaCl jenuh. Pada praktikum kali ini digunakan reagen NaCl jenuh 30%. Sampel yang digunakan ialah sampel feses manusia yang diduga berisiko terinfeksi parasit.
Langkah awal metode apung tanpa sentrifugasi ialah dengan mencampur 100 ml NaCl jenuh 30% dengan ± 10 gram sampel feses dan diaduk hingga bercampur. Setelah bercampur, kemudian disaring sehingga terpisah dengan sisa-sisa feses. Selanjutnya di tuangkan dalam tabung sentrifuge dan di diamkan selama 10 menit. Pendiaman 10 menit ini dilakukan agar memberi waktu pada telur cacing untuk segera mengapung ke permukaan larutan dan memberi waktu pada sisa-sisa kotoran agar mengendap didasar tabung sentrifuge. Setelah 10 menit berlalu, letakkan deck glass pada permukaan tabung dan diangkat. Segera letakkan pada object glass dan dilakukan pemeriksaan di bawah pembesaran mikroskop 10x sampai 40x pembesaran.
Sebagai pembanding pemeriksaan, dengan memanfaatkan sisa larutan pada metode apung. Gunakan ose untuk menyentuh permukaan larutan kemudian diratakan pada object glass dan tutup dengan deck glass. Lakukan pemeriksaan di bawah pembesaran mikroskop 10x sampai 40x pembesaran.


Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui pengamatan, pada sampel tersebut dinyatakan (-) negatif dari telur cacing sehingga tidak ditemukan telur cacing pada feses orang yang diduga berisiko terinfeksi parasit baik menggunakan metode apung tanpa sentrifugasi maupun dengan metode natif.


BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari laporan kali ini ialah sebagai berikut :
1.      Parasit merupakan makhluk atau organisme yang dapat hidup dengan menumpang pada makhluk hidup lain sebagai hospesnya dan bersifat merugikan terhadap makhluk yang ditumpanginya.
2.      Nemathelminthes merupakan filum dari hewan jenis cacing-cacingan yang memiliki ukuran mikroskopis.
3.      Nematoda berdasarkan lokasi/tempat hidupnya dalam hospes terbagi atas 2 macam yaitu nematoda usus dan nematoda somatik (jaringan). Cacing yang tergolong dalam nematoda usus ialah nematoda usus ialah Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Enterobius vermicularis (cacing kremi), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostomum duodenale dan Necator americanus (cacing tambang/hookworm), dan Strongylus stercoralis.
4.      Pemeriksaan nematoda yang dilakukan pada praktikum kali ini ialah menggunakan metode apung tanpa sentrifugasi.
5.      Hasil dari pemeriksaan telur nematoda usus pada sampel feses menggunakan metode apung tanpa sentrifugasi dengan 2 kali percobaan ialah (-) negatif atau tidak ditemukannya telur cacing pada sampel feses.
B.     Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh praktikan ialah untuk perlu adanya pengadaan alat-alat gelas laboratorium seperti gelas kimia. Hal ini diutarakan karena pada saat praktikum ketersediaan alat gelas terbatas sehingga praktikan menggunakan alat gelas lain yang tidak sesuai ukurannya. Selain itu, alat gelas yang digunakan juga sudah mengalami kerusakan, misalnya terdapat retakan pada alat gelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ideham, Bariah dan Suhintam Pusarawati. 2009. Penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran Edisi 2. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP). Surabaya
Irianto, Koes. 2013. Parasitologi Medis (Medical Parasitology). Alfabeta : Bandung
Triatmojo, Yudi. 2015. Pemeriksaan Cacing Telur Parasit Pada Feses (Metode Apung Dengan Dan Tanpa Disentrifugasi Serta Metode Modifikasi Harada Mori. Universitas Jenderal Soedirman. Jawa Tengah
Rai, Shiba K., Uga S., Nobumasa K., dan Takeo M. 1996. Atlas Of Medical Parasitology. Universitas Kobe. Jepang
Saripudin, Aip., Dede R.K., Adit S. 2009. Fisika : Untuk Kelas XI Sekolah Menangah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Sagung Seto : Surabaya
Subardi., Nuryani dan Shidiq P. 2009. Biologi: Untuk Kelas X SMA dan MA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
















LAMPIRAN
20161007_150609.jpg20161007_150619.jpgText Box: Pemeriksaan Telur Cacing







Text Box: NaCL Jenuh
14689171_1174068162652703_514896332_o.jpg20161007_150613.jpgText Box: Pemeriksaan Telur Cacing (Pembanding)Text Box: Sampel pada Tabung Sentrifuge
                                                  







Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN Pengambilan Darah Vena"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel