LAPORAN Pengambilan Darah Vena
Related
DOWNLOAD FILE DISINI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan laporan ini yaitu “ Pengambilan Darah Vena “.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas
dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih
kepada yang terhormat :
1.
Bapak Rijal, AMAK., S.ST selaku dosen mata kuliah Phlebotomy yang telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan
ini.
2.
Ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan
doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga
dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta
menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih
memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan
rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat
untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Gorontalo, Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ..……...…………………………………………………… ii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….... iv
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. v
BAB I
PENDAHULUAN ………….………………………………….. 1
A. Latar
Belakang ………………………………………………...….... 1
B.
Rumusan Masalah
………………………………………………….. 2
C.
Tujuan
……………………………………………………………… 2
D. Manfaat
…………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN ……...………………………………………. 4
A. Phlebotomy ……….……………………………..……….………… 4
B.
Darah ……………………………………………………………..... 4
C.
Komposisi Darah ……….....………………………....…………….. 5
a. Plasma
Darah ………………………………………………….. 5
b. Sel-sel Darah (Korpuskuler) ……………….………………….. 5
D. Pengambilan
Darah Vena .…………………………………………. 8
a. Pengambilan
Darah Vena dengan Syring .……………………... 9
b. Pengambilan
Darah Vena dengan Tabung Vakum .……………. 9
E. Faktor Penyulit dalam Pengambilan Spesimen
Darah Vena .………. 12
a. Faktor
Fisik Pasien …......……………...………………………. 12
b. Faktor
Psikologis Pasien ………………………………………. 13
c. Faktor
Teknik ………………………………………………….. 13
F. Komplikasi
Phlebotomy ……………………………………………. 14
a. Syncope …………………………………………………………. 14
b. Rasa
Nyeri ………………………………………………………. 15
c. Hematoma
………………………………………………………. 15
d. Pendarahan
……………………………………………………… 16
e. Alergi
……………………………………………………………. 16
f. Trombosis
……………………………………………………….. 16
g. Radang
Tulang ………………………………………………….. 16
h. Anemia
………………………………………………………….. 16
i.
Komplikasi Neurologis
…………………………………………. 17
j.
Kegagalan Pengambilan
Darah …………………………………. 17
k. Hemokonsentrasi
……………………………………………….. 17
l.
Hemodilusi
……………………………………………………… 17
BAB III METODE KERJA …………………………………………… 18
A. Pra
Analitik ……………………………………………………….. 18
B. Analitik
……………………….…………………………………... 18
C. Pasca
Analitik ……….……………………………………………. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN ………………………………... 19
A. Hasil
………..……………………………………………………… 19
B. Pembahasan
…….…………………………………………………. 19
BAB V PENUTUP ………………………………….…………………. 21
A. Kesimpulan
………………………………………………………... 21
B.
Saran ………………………………………………………………. 21
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar
II.I Komposisi Darah Dalam Tubuh …………………..……. 5
Gamabr II.II Eritrosit (Sel Darah Merah)…………………...………… 5
Gambar
II.III Leukosit (Sel Darah Putih)
…………………………...… 6
Gambar II.IV Trombosit
(Keping Darah) ..……………………………. 7
Gambar II.V
Letak Vena
………………….…………………….….… 8
Gambar II.VI Kesalahan-kesalahan
Penusukan Jarum …..…………..... 14
DAFTAR TABEL
Tabel
IV.I Hasil Pengambilan Darah ..………………………………. 19
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari, kata “cacing” sudah tidak asing lagi terdengar di
telinga setiap orang. Cacing sering kali diidentikkan dengan sesuatu yang kotor
dan menjijikkan. Hal ini dikarenakan cacing banyak hidup dan berkembangbiak di
tanah serta bentuk tubuhnya yang lunak membuat dia terasa menggelikan jika
disentuh.
Setiap
makhluk hidup pasti memiliki manfaat dan kerugiannya masing-masing, hal ini
juga berlaku pada cacing. Cacing bagi sebagian orang, khususnya para pekebun
atau petani sering kali
digunakan untuk menyuburkan tanah perkebunan dan pertanian. Namun, dibalik
manfaatnya tersebut cacing juga dapat merugikan makhluk hdup lain dan dapat
menyebabkan penyakit.
Dalam kajian parasitologi, cacing termasuk dalam makhluk
parasit. Cacing sebagai makhluk parasit membutuhkan hospes untuk dapat
melangsungkan hidupnya dengan cara menyerap nutrisi dari hospes tersebut.
Hospes cacing dapat berupa hewan maupun manusia.
Tidak sedikit orang yang mengalami penyakit yang
disebabkan oleh cacing parasit, misalnya penyakit “cacingan” yang disebabkan
oleh cacing kremi. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak-anak usia SD karena
perilaku hidup yang kurang sehat seperti main di tanah maupun tidak cuci tangan
sebelum makan. Sehingga, telur cacing yang tadinya berada pada tanah menjadi
ikut termakan dan menetas menjadi cacing yang hidup di dalam tubuh.
Selain penyakit cacingan masih banyak penyakit lain
yang disebabkan oleh cacing dikarenakan pola dan perilaku hidup yang kurang
bersih dan tidak sehat yang dilakukan orang. Orang yang terinfeksi cacing
parasit biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala yang berarti. Hal ini
dikarenakan cacing parasit mampu beradaptasi sebaik mungkin dengan lingkungan
tubuh sehingga tidak dapat diketahui bahwa cacing tersebut telah menggerogoti
tubuh hospes. Oleh karena itu, untuk menentukan bahwa seseorang terinfeksi
cacing parasit harus dengan melakukan pemeriksaan laboratorium.
B. Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1. Agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan parasit.
2. Agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan Nemathelminthes.
3. Agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami macam-macam Nematoda.
4. Agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cacing yang tergolong Nematoda usus.
5. Agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami metode pemeriksaan Nematoda.
6. Agar
mahasiswa dapat mengamati adanya telur Nematoda usus pada sampel feses.
C. Manfaat
Praktikum
Adapun
manfaat dalam praktikum kali ini ialah sebagai berikut :
1. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai parasit.
2. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai Nemathelminthes.
3. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai macam-macam Nematoda.
4. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai cacing yang tergolong
Nematoda usus.
5. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai metode pemeriksaan
Nematoda.
6. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa dari hasil pengamatan Nematoda usus
pada sampel feses.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Parasit
Parasit
adalah organisme yang termasuk dalam kerajaan binatang (animal kingdom) yang untuk dapat mempertahankan hidupnya
membutuhkan makhluk hidup lain sebagai sumber sumber kehidupannya termasuk
sebagai sumber makanannya. Oleh karena itu parasit sangat merugikan hidup dan
bahkan dapat membunuh inang (hospes) tempatnya menumpang hidup. Pada garis besarnya parasit pada manusia dan hewan dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan besar, yaitu protozoa, cacing dan artropoda
(serangga) (Soedarto,
2011).
Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan
tersusun dari banyak sel (multiseluler). Parasit Cacing yang penting bagi
manusia terdiri dari dua golongan besar yaitu filum Platyhelminthes dan filum Nemathelminthes.
Platyhelminthes terdiri dari 2 kelas
yang penting, yaitu kelas Cestoidea (
atau Cestoda) dan kelas Trematoda,
sedang kelas Nematoda merupakan kelas
yang penting dalam filum Nemathelminthes
(Soedarto, 2011).
B. Nemathelminthes
Nemathelminthes
berasal dari kata Yunani, nematos yang
berarti benang dan helminthes yang artinya cacing atau cacing benang. Cacing
ini juga sering disebut cacing gilik. Cacing yang termasuk dalam filum ini
sangat banyak, sehingga dalam tanah dan halaman terdapat jutaan jumlahnya,
namun demikian peluang untuk melihatnya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
ukurannya sangat kecil seperti benang (Irianto,
2013).
Cacing yang tergolong dalam filum Nemathelminthes bentuk tubuhnya gilig
(bulat panjang), bilateral simetris, tidak bersegmen, triploblastik, dan
memiliki rongga tubuh semu (pseudoselomata).
Sebagian cacing gilig hidup bebas di air atau di tanah, dan sebagian parasit
pada hewan atau manusia. Cacing ini berukuran kecil (mikroskopis), dan tubuh dilapisi kutikula. Saluran pencernaan
sempurna, mulut di ujung anterior dilengkapi gigi pengait dan anus di ujung
posterior. Cacing ini bernapas secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh
dan memiliki cairan mirip darah sebagai alat transportasi. Reproduksi cacing
gilig secara seksual, ovipar, dan jenis kelamin terpisah (gonochoris). Cacing jantan berukuran lebih kecil daripada cacing
betina (Subardi, dkk, 2009).
C.
Jenis-jenis Nematoda
Cacing Nematoda berdasar pada tempat hidup cacing
dewasanya di dalam tubuh manusia
dikelompokkan menjadi (Soedarto, 2011) :
a.
Nematoda
usus (Intestinal nematodes)
Nematoda usus
adalah cacing yang hidup di dalam usus.
Cacing yang hidup di usus halus (small
intestine) adalah Ascaris
lumbricoides, Ancylostomum duodenale, Necator americanus, Strongylus
stercoralis, dan Trichinella spiralis
sedangkan yang hidup di dalam sekum dan apendiks misalnya adalah Enterobius vermicularis dan Trichuris trichiura.
b.
Nematoda
somatik (Somatic Nematodes)
Cacing ini hidup di dalam jaringan atau di dalam
organ tubuh :
1. Di dalam sistem limfatik, misalnya Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi
2. Di jaringan subkutan misalnya Loa loa, Onchocerca volvulus dan
Dracucnculus medinensis
3. Di dalam mesenterium misalnya Acanthocheilonema
perstans dan Mansonella ozzardi
4. Di
konjungtiva mata, misalnya Loa loa
5. Di
paru-paru misalnya Strongyloides
stercoralis
6. Di
jaringan/organ hati, misalnya Capillaria
hepatica
D.
Nematoda Usus
a.
Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides yang secara umum dikenal sebagai cacing gelang ini
tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis yang
kelembaban udaranya tinggi. Di Indonesia infeksi cacing ini endemis di banyak
daerah dengan jumlah penderita lebih dari 60%. Tempat hidup cacing dewasa
adalah di dalam usus halus manusia, tetapi kadang-kadang cacing ini dijumpai
mengembara di bagian usus lainnya (Soedarto, 2011).
Morfologi
cacing Ascaris lumbricoides ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1.
Telur
a)
Telur
yang dibuahi. Ukuran 60-45 mikron, bentuk agak lonjong dengan dinding luar
tebal, berwarna coklat karena zat warna empedu, dinding telur terdiri dari 3
lapisan, terdapat lapisan albuminoid bergerigi yang tebal, biasanya terdapat
1-4 sel.
b)
Telur
yang tidak dibuahi. Bentuk lebih lonjong daripada telur yang dibuahi, dinding
tipis, lapisan albumin lebih tipis dari telur yang dibuahi, seluruh bagian
dalam tubuh berisi penuh dengan granula.



2.
Cacing
dewasa
a)
Bentuk:
silindris dengan ukuran betina 20-35 cm dan jantan 15-20 cm.
b)
Kepala:
mempunyai 3 bibir, satu terletak di mediodorsal dan dua ventrolateral.
c)
Ekor:
yang betina, ekornya lurus dan lancip. Yang jantan, ekornya melengkung.
d)
Pada
ujung posterior terdapat duri-duri halus yang disebut copulatory spikula.


b.
Enterobius vermicularis
Nama
lain cacing ini adalah Oxyuris
vermicularis, dan dikenal secara umum sebagai cacing keremi, cacing jarum (pinworm), atau seatworm. Infeksi cacing ini (oksiuriasis
atau enterobiosis) tersebar luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun
subtropis. Infeksi Enterobius lebih
banyak dijumpai di daerah beriklim dingin
karena orang jarang mandi dan tidak sering berganti pakaian dalam (Soedarto, 2011).
Oxyuris dewasa hidup di dalam sekum dan sekitar
apendiks usus manusia, yang merupakan satu-satunya hospes definitif cacing ini.
Cacing betina akan mengadakan migrasi ke daerah sekitar anus (perianal) untuk
meletakkan telurnya di daerah tersebut (Soedarto, 2011).
Morfologi cacing
Enterobius vermicularis ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1.
Telur
a)
Ukuran 50x20 mikron, bentuk lonjong asimetris, pada
salah satunya datar sedangkan sisi lain cembung, dindingnya jernih dan tebal,
isinya larva atau embrio.


2.
Cacing
dewasa
a)
Betina:
panjang 1 cm, pada kepala terdapat cervical
alae, ekornya lancip menyerupai jarum.
b)
Uterus
penuh berisi telur, vulva terletak 1/3 tubuh bagian anterior.
c)
Jantan: 0,5 cm, ekor melingkar mempunyai spikula.


c. Trichuris trichiura
Trichuris trichiura mempunyai bentuk
badan mirip cambuk, sehingga cacing ini sering disebut sebagai cacing cambuk (whip worm). Infeksi dengan Trichuris disebut trikuriasis. Cacing
cambuk tersebar luas di daerah tropis yang berhawa panas dan lembab dan hanya
dapat ditularkan dari manusia ke manusia. Meskipun banyak cacing Trichuris yang menginfeksi hewan, Trichuris
trichiura bukanlah parasit zoonosis (Soedarto, 2011).
Morfologi
cacing Trichuris trichiura ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1.
Telur
a)
Bentuk spesifik, seperti tong/tempayan dengan
2 buah plug (sumbat) yang jernih.
b)
Kulit berwarna cokelat, dengan kedua ujung
berwarna kuning.
c)

Telur berisi sel
telur atau larva yang baru terbentuk, sesudah 3 minggu ditanah.


2.
Cacing dewasa
a)
Panjang 35-55 mm, 2/5 bagian posterior gemuk,
3/5 bagian anterior kecil panjang seperti cambuk.
b)
Cacing jantang panjangnya 4 cm, ekor
melingkar mempunyai kopulatrix spikula.
c)

Cacing betina
panjangnya 5 cm, ekornya lurus dan tumpul.


d. Strongyloides
stercoralis
Strongyloides
stercoralis yang juga disebut sebagai cacing
benang (threadworm) menyebabkan
infeksi strongiloidiasis pada manusia maupun hewan. Cacing ini termasuk cacing
zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis yang
tinggi kelembabannya. Tempat hidup cacing betina dewasa adalah di dalam
membrana mukosa usus halus, terutama di daerah duodenum dan jejunum manusia dan
beberapa jenis hewan. Strongyloides stercoralis
jantan jarang ditemukan di dalam usus hospes definitifnya (Soedarto, 2011).
Morfologi
cacing Strongyloides
stercoralis ialah
sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1. Larva
a) Larva rhabditiform: bentuk pendek, gemuk
panjang 225 mikron, rongga mulut pendek, esophagus penjangnya = 1/4 panjang
badan.
b)
Larva filariform: bentuknya langsing,
panjang, tidak mempunyai sheath (selubung),
ekor bercabang, esofagus panjangnya = 1/2 panjang badan.



2. Cacing dewasa bentuk parasitik (infektif)
a) Hanya ditemukan bentuk wanita, bentuk
kecil, langsing, panjang 22 mm, dengan ekor lancip.
b) Esofagus = 1/3 panjang badan.
c) Uterus berisi telur pada 1/4 bagian posterior.
3. Cacing dewasa bentuk bebeas (free living form)
a) Betina: gemuk, panjang 1 mm, tampak telur
di dalam tubuhnya (uterus), ekor runcing.
b) Jantan: gemuk, panjang 0,7 mm, ekor
lancip, membengkok, dan mempunyai spikulum, esofagus pendek.


e. Ancylostoma duodenala dan Necator americanus
Ancylostoma duodenala
dan Necator americanus dewasa
hidup di dalam usus halus, terutama di jejunum dan duodenum manusia dengan cara
mengigit membran mukosa menggunakan giginya, dan mengisap darah yang keluar
dari luka gigitan (Soedarto,
2011).
Morfologi
cacing Ancylostoma duodenala
dan Necator americanus ialah sebagai berikut (Ideham dan Suhintam, 2009) :
1. Telur
a) Telur keduanya jenis spesies tidak dapat
dibedakan.
b) Bentuk lonjong berdinding tipis, jernih
tidak berwarna, ukuran 60x40 mikron.
c)
Telur berisi embrio yang terdiri dari 2-8
sel (morula).


2. Cacing dewasa Ancylostoma duodenala
a) Bentuk silindris dan relatif gemuk,
terdapat lengkungan cervical kearah dorso-anterior (seperti huruf “C”), warna
merah muda atau cokelat muda keabu-abuan.
b) Cacing jantan panjangnya 8-11 mm dan
diameternya 0,4-0,5 mm.
c) Cacing betina panjangnya 10-13 mm dan
diameternya 0,6 mm.
d) Rongga mulut terdapat sepasang gigi
ventral, gigi sebeblah luar ukurannya lebih besar.
e) Ujung posterior cacing betina tumpul,
cacing jantang mempunyai bursa kopulatrix.
3. Cacing dewasa Necator americanus
a) Cacing dewasa berbentuk silindris dengan
ujung anterior melengkung tajam kearah dorsal (seperti huruf “S”), warna kuning
keabu-abuan atau sedikit kemerahan.
b) Cacing jantan panjangnya 7-9 mm dan
diameternya 0,3 mm.
c) Cacing betina panjangnya 9-11 mm dan
diameternya 0,4 mm.
d) Rongga mulut terdapat bentukan semilunar cutting plate.
e) Ujung posterior cacing jantan terdapat
bursa kopulatrix dan sepasang spikula.
f) Ujung posterior cacing betina runcing,
vulva terleteak di bagian tengah tubuh.



E. Metode Pemeriksaan
a. Pemeriksaan
dengan Metode Harada Mori
Metode ini digunakan untuk menentukan
dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma
duodenale, Necator americanus, Srongyloides stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari
feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang
menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari,
kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong
plastik. Kekurangan dari metode ini adalah hanya dilakukan untuk identifikasi
infeksi cacing tambang, waktu yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan
yang banyak. Kelebihan dari metode ini adalah lebih mudah dilakukan karena
hanya untuk mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuk larva jauh lebih
besar dibandingkan dengan telur (Triatmojo, 2015).
BAB III
METODE KERJA
METODE KERJA
A. Pra
Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap pra analitik ialah sebagai berikut :
1. Gunakan
alat pelindung diri (APD).
2. Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Alat-alat
yang akan digunakan ialah sebagai berikut :
a. Mikroskop
b. Object glass
c. Deck glass
d. Ose
e. Gelas
Kimia
f. Tabung
sentrifuge
4. Bahan-bahan
yang digunakan ialah sebagai berikut :
a. Sampel
feses
b. Larutan
NaCl jenuh 30%
B. Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap analitik ialah sebagai berikut :
1. Masukkan
100 ml larutan NaCl jenuh 30% pada gelas kimia.
2. Masukkan
± 10 gram sampel feses pada larutan NaCl jenuh 30% dan diaduk sampai tercampur.
3. Saring
larutan sampai terpisah dengan sisa-sisa feses.
4. Masukkan
ke dalam tabung sentrifuge hingga penuh dan diamkan selama 10 menit.
5. Tempelkan
deck glass pada permukaan tabung sentrifuge kemudian letakkan pada object
glass.
6. Amati
pada mikroskop dengan pembesaran 10x sampai 40x.
7. Untuk
pembanding, sentuh permukaan campuran larutan dengan ose dan ratakan pada
objeck glass kemudian tutup dengan deck glass.
8. Amati
pada mikroskop dengan pembesaran 10x sampai 40x.
C. Pasca
Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap pasca analitik ialah sebagai berikut :
1. Baca
hasil pemeriksaan.
2. Sesuaikan
dengan nilai atau standar yang telah ditentukan.
a. Hasil
(+) positif, artinya ditemukan telur cacing pada sampel.
b. Hasil
(-) negatif, artinya tidak ditemukan telur cacing pada sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan
pemeriksaan pada sampel feses, hasil yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut :
Gambar Pemeriksaan
|
Hasil
|
![]() |
Pemeriksaan : (-)
Negatif
|

B. Pembahasan
Nematoda
usus merupakan jenis cacing parasit yang menggunakan usus sebagai tempat untuk
hidup dan berkembangbiak. Cacing yang termasuk nematoda usus ialah Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Enterobius vermicularis (cacing kremi), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostomum
duodenale dan Necator americanus (cacing tambang/hookworm), Strongylus stercoralis, dan Trichinella
spiralis. Sebagian
besar nematoda usus berkembangbiak dengan cara bertelur (ovivar) kecuali Trichinella spiralis dengan cara melahirkan (vivivar). Jumlah telur yang dapat
dihasilkan oleh nematoda lebih dari 1000 telur per hari.
Nematoda
usus memiliki morfologi telur yang berbeda-beda untuk setiap spesies. Oleh
karenanya, untuk mengidentifikasi infeksi yang diakibatkan oleh nematoda perlu
dengan melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel feses. Pada praktikum
kali ini, untuk mengidentifikasi telur cacing pada sampel feses, praktikan
menggunakan suatu metode pemeriksaan kualitatif yaitu metode apung tanpa
sentrifugasi yang dilakukan pada 2 object
glass. Salah satu yang digunakan ialah sebagai pembanding.
Metode
apung tanpa sentrifugasi merupakan metode yang menggunakan prinsip hukum
Archimedes. Menurut Archimedes, benda yang dicelupkan sebagian atau seluruhnya
ke dalam fluida, akan mengalami gaya ke atas. Besar gaya ke atas tersebut
besarnya sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda (Saripudin, dkk,
2009). Oleh karena itu, telur akan terpisah dengan feses karena berat jenis
telur yang lebih rendah dari pada berat jenis feses. Telur cacing akan
mendapatkan gaya ke atas sehingga mengapung pada permukaan larutan.
Dalam
menggunakan metode apung tanpa sentrifugasi, hanya diperlukan 1 macam reagen,
yaitu reagen NaCl jenuh. Pada praktikum kali ini digunakan reagen NaCl jenuh
30%. Sampel yang digunakan ialah sampel feses manusia yang diduga berisiko
terinfeksi parasit.
Langkah
awal metode apung tanpa sentrifugasi ialah dengan mencampur 100 ml NaCl jenuh
30% dengan ± 10 gram sampel feses dan diaduk hingga bercampur. Setelah
bercampur, kemudian disaring sehingga terpisah dengan sisa-sisa feses.
Selanjutnya di tuangkan dalam tabung sentrifuge dan di diamkan selama 10 menit.
Pendiaman 10 menit ini dilakukan agar memberi waktu pada telur cacing untuk
segera mengapung ke permukaan larutan dan memberi waktu pada sisa-sisa kotoran
agar mengendap didasar tabung sentrifuge. Setelah 10 menit berlalu, letakkan deck glass pada permukaan tabung dan
diangkat. Segera letakkan pada object
glass dan dilakukan pemeriksaan di bawah pembesaran mikroskop 10x sampai
40x pembesaran.
Sebagai
pembanding pemeriksaan, dengan memanfaatkan sisa larutan pada metode apung.
Gunakan ose untuk menyentuh permukaan larutan kemudian diratakan pada object glass dan tutup dengan deck glass. Lakukan pemeriksaan di bawah
pembesaran mikroskop 10x sampai 40x pembesaran.
Berdasarkan
hasil yang diperoleh melalui pengamatan, pada sampel tersebut dinyatakan (-)
negatif dari telur cacing sehingga tidak ditemukan telur cacing pada feses
orang yang diduga berisiko terinfeksi parasit baik menggunakan metode apung
tanpa sentrifugasi maupun dengan metode natif.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari
laporan kali ini ialah sebagai berikut :
1.
Parasit
merupakan makhluk atau organisme yang dapat hidup dengan menumpang pada makhluk
hidup lain sebagai hospesnya dan bersifat merugikan terhadap makhluk yang
ditumpanginya.
2.
Nemathelminthes merupakan filum dari hewan jenis
cacing-cacingan yang memiliki ukuran mikroskopis.
3.
Nematoda
berdasarkan lokasi/tempat hidupnya dalam hospes terbagi atas 2 macam yaitu
nematoda usus dan nematoda somatik (jaringan). Cacing yang tergolong dalam nematoda usus ialah nematoda
usus ialah Ascaris lumbricoides (cacing
gelang), Enterobius vermicularis (cacing
kremi), Trichuris trichiura (cacing
cambuk), Ancylostomum duodenale dan Necator
americanus (cacing tambang/hookworm), dan Strongylus stercoralis.
4.
Pemeriksaan
nematoda yang dilakukan pada praktikum kali ini ialah menggunakan metode apung
tanpa sentrifugasi.
5.
Hasil dari pemeriksaan telur nematoda usus pada sampel feses menggunakan
metode apung tanpa sentrifugasi dengan 2 kali percobaan ialah (-) negatif atau
tidak ditemukannya telur cacing pada sampel feses.
B.
Saran
Saran
yang dapat disampaikan oleh praktikan ialah untuk perlu adanya pengadaan
alat-alat gelas laboratorium seperti gelas kimia. Hal ini diutarakan karena
pada saat praktikum ketersediaan alat gelas terbatas sehingga praktikan
menggunakan alat gelas lain yang tidak sesuai ukurannya. Selain itu, alat gelas
yang digunakan juga sudah mengalami kerusakan, misalnya terdapat retakan pada
alat gelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ideham,
Bariah dan Suhintam Pusarawati. 2009. Penuntun
Praktis Parasitologi Kedokteran Edisi 2. Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair (AUP). Surabaya
Irianto,
Koes. 2013. Parasitologi Medis (Medical
Parasitology). Alfabeta : Bandung
Triatmojo,
Yudi. 2015. Pemeriksaan
Cacing Telur Parasit Pada Feses (Metode Apung Dengan Dan Tanpa Disentrifugasi
Serta Metode Modifikasi Harada Mori. Universitas
Jenderal Soedirman. Jawa Tengah
Rai,
Shiba K., Uga S., Nobumasa K., dan Takeo M. 1996. Atlas Of Medical Parasitology. Universitas Kobe. Jepang
Saripudin,
Aip., Dede R.K., Adit S. 2009. Fisika :
Untuk Kelas XI Sekolah Menangah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan
Alam. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Soedarto.
2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Sagung
Seto : Surabaya
Subardi.,
Nuryani dan Shidiq P. 2009. Biologi:
Untuk Kelas X SMA dan MA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional :
Jakarta
LAMPIRAN









0 Response to "LAPORAN Pengambilan Darah Vena"
Post a Comment