LAPORAN Preparat Rentang Hewan
Related
DOWNLOAD FILE DISINI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan laporan ini yaitu “PREPARAT RENTANG HEWAN“.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas
dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih
kepada yang terhormat :
1.
Bapak Mulyadi Maruni, S.Pd dan Bapak Rijal, AMAK., S.ST selaku dosen pengampuh
mata kuliah praktikum Sitohistoteknologi yang telah membantu dalam membimbing
dalam pembuatan laporan ini.
2.
ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan
doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga
dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta
menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih
memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan
rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat
untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Gorontalo, November
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ..……...…………………………………………………… ii
DAFTAR TABEL
……………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN
………….………………………………….. 1
A. Latar
Belakang ………………………………………………...….... 1
B.
Tujuan
……………………………………………………………… 2
C.
Manfaat
…………………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……..………………………………. 3
A. Histoteknik ……………….……………...…..……….…………… 3
B.
Sumber Jaringan …..………….………………………………….... 4
a. Manusia ………………..……………………………………… 4
b. Hewan ……………………………….………………………… 5
C.
Tahapan Pemroresan
Jaringan ….……..…………….…………….. 5
1. Fiksasi (Fixation)
……………………………………………... 5
2. Dehidrasi (Dehydration)
……………………………………… 8
3. Pembeningan (Clearing)
……………………………………… 8
4. Pembenaman (Impregnasi/Embedding)
………………………. 9
5. Pengecoran (Blocking)
………………………………………… 9
6. Pemotongan jaringan (Sectioning)
……………………………. 10
7. Pewarnaan (Staining)
………………………………………….. 11
8. Perekatan (Mounting)
…………………………………………. 12
BAB III METODE
KERJA …………………………………………… 13
A. Pra
Analitik ……………………………………………………….. 13
B. Analitik
……………………….…………………………………... 13
C. Pasca
Analitik ……….……………………………………………. 14
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHSAN ………………………………... 15
A. Hasil
………..……………………………………………………… 15
B. Pembahasan
…….…………………………………………………. 15
BAB V PENUTUP
………………………………….…………………. 19
A. Kesimpulan
………………………………………………………... 19
B.
Saran
………………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.I
|
Jaringan Ikat Longgar …….…………………………………
|
8
|
Gambar II.II
|
Jaringan Ikat Beraturan ………………………..……….
|
9
|
Gambar II.III
|
Jaringan Ikat Padat Tak Beraturan …………………..…
|
10
|
Gambar II.IV
|
Jaringan Adiposa
………………………………..….…..
|
10
|
Gambar II.V
|
Jaringan Retikuler ………………………………………
|
11
|
Gambar II.VI
|
Jaringan
Mukosa ……………………………..…………
|
12
|
Gambar II.VII
|
Kartilago Hialin ……………….………………………..
|
13
|
Gambar II.VIII
|
Kartilago Fibrosa ……………………………………….
|
13
|
Gambar II.IX
|
Kartilago Elastis ………………………………………...
|
14
|
Gambar II.X
|
Tulang Kompak …………………………………………
|
15
|
Gambar II.XI
|
Tulang Spons ……………………………………………
|
16
|
Gambar II.XII
|
Kiri) Sel Darah Merah. Kanan) Rouleaux Eritrosit ……..
|
17
|
Gambar II.XIII
|
Leukosit Granulosit dan Agranulosit ……………………
|
18
|
Gambar II.XIV
|
Kiri)
Trombosit pada Apusan. Kanan) Ultrastruktural Trombosit ……………………………………………….
|
19 |
DAFTAR TABEL
Tabel IV.I
|
Hasil Pengamatan …………….…….……………...……
|
22
|
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jaringan
sebagai tingkatan lebih lanjut dari sel terbentuk dari susunan sel-sel yang
memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Sel-sel tersebut melewati tahap
diferensiasi dan spesialisasi untuk membentuk suau jaringan baru sesuai dengan
fungsinya. Jaringan pada hewan dan manusia memiliki kesamaan dimana terdapat
empat macam jaringan yang menyusun tubuh mereka. Jaringan tersebut ialah
jaringan epithelium, jaringan ikat, jaringan otot dan jaringan saraf.
Setiap
jenis jaringan memiliki bentuk struktur dan fungsi yang berbeda. Jaringan yang
berfungsi untuk melindungi jaringan atau organ dibawahnya disebut dengan
jaringan epithelium. Jaringan yang berfungsi untuk menghubungkan antarjaringan
disebut jaringan ikat. Jaringan yang berfungsi sebagai alat gerak aktif disebut
jaringan otot. Dan jaringan yang mampu untuk menerima dan menanggapi rangsangan
disebut jaringan saraf.
Pengamatan
terhadap jaringan hewan biasanya dilakukan pada dunia pendidikan dan kesehatan.
Dalam dunia pendidikan, manfaat yang diperoleh dari pengamatan jaringan menurut
Elvana (2012) yaitu sebagai bahan pengajaran dan praktikum mahasiswa, guna
mempelajari bentuk dan struktur jaringan tubuh tertentu yang normal. Sedangkan
dalam dunia kesehatan, digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit
yang diderita oleh seorang pasien. Oleh karena itu, melakukan pengamatan terhadap
jaringan sangat besar manfaatnya.
Preparat
jaringan disebut juga preparat histologi. Menurut Jefri (2009) histologi adalah bidang biologi
yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop
pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai
ilmu anatomi mikroskopis. Tentunya dalam
melakukan pengamatan preparat histologi perlu untuk melakukan pembuatan
preparat histologinya terlebih dahulu. Hal inilah yang menjadi tantangan nyata bagi
dunia pendidikan dan kesehatan karena pembuatan preparat histologi membutuhkan
waktu serta kerja keras yang lebih bahkan preparat histologi harus melewati
proses-proses tertentu dalam pembuatan yang dapat memakan waktu berhari-hari. Proses
inilah yang menjadi kunci keberhasilan dalam pembuatan preparat histologi yang
baik dan benar sehingga dapat dilakukan pengamatan terhadapnya. Oleh karena
itu, mempelajari proses pembuatan preparat histologi sangatlah penting guna
untuk dapat membuat preparat awetan yang baik juga dapat digunakan sebagai
bahan pengamatan.
B. Tujuan
Adapun
tujuan dalam praktikum kali ini ialah :
1. Agar
mahasiswa dapat terampil membuat preparat rentang awetan.
2. Agar
mahasiswa dapat mengetahui penyusun selaput yang membungkus organ dari ayam (Gallus domestica).
C. Manfaat
Adapun
manfaat dalam praktikum kali ini ialah :
1. Memberikan
keterampilan kepada mahasiswa mengenai pembuatan preparat rentang awetan.
2. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai penyusun selaput yang
membungkus organ dari ayam (Gallus
domestica).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Histoteknik
Histologi
merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang organ atau bagian tubuh hewan atau tumbuhan
secara cermat dan rinci. Upaya untuk
mengamati, mempelajari serta meneliti jaringan-jaringan dari organisme tertentu dapat dilakukan dengan cara pembuatan
spesimen atau preparat histologi (Syarif, 2015).
Penyiapan
spesimen histologi secara umum dilakukan dengan 4 cara, yaitu
(Syarif, 2015) :
1. Penyiapan
preparat/spesimen secara keseluruhan (whole
mount), yaitu pengamatan perkembangan embrio dan lain sebagainya.
2. Penyiapan
spesimen dengan metode penyayatan (sectioning
methods).
3. Penyiapan
dengan metode remasan (teasing/squashing
methods).
4. Penyiapan
dengan menggunakan metode ulasan (smear
methods).
Sajian
histologi yang baik dapat digunakan untuk (Jusuf, 2009) :
1. Bahan
pengajaran dan praktikum mahasiswa, guna mempelajari bentuk dan struktur
jaringan tubuh tertentu yang normal.
2. Riset,
guna mempelajari perubahan jaringan dan
organ tubuh hewan percobaan yang mendapat perlakuan tertentu atau mempelajari
pertumbuhan dan perkembangan jaringan atau organ tubuh tertentu.
3. Membantu
menegakkan diagnosa penyakit yang diderita oleh seorang pasien.
Cara pembuatan
sediaan histologis disebut mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu jaringan
dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang iambil kemudian diproses dengan fiksatif yang akan menjaga
agar sediaan tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak) (Jefri, 2009).
Mikroteknik atau
teknik histologi merupakan ilmu atau seni mempersiapkan organ, jaringan atau
bagian jaringan untuk dapat diamati dan ditelaah. Penelaahan umumnya dilakukan
dengan bantuan mikroskop, karena struktur jaringan secara terperinci pada
galibnya terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang
(Prawiranegara, 2015).
B.
Sumber Jaringan
Jaringan
terbentuk dari beberapa sel hasil proses diferensiasi, kemudian mengalami
proses spesialisasi. Proses diferensiasi, yaitu proses perbanyakan sel melalui
fungsi reproduksi sel, sedangkan proses spesialisasi merupakan proses lanjut
dari diferensiasi sebagai proses perubahan bentuk dan fungsi. Sel-sel yang
bentuk dan fungsinya sama selanjutnya akan berkelompok menjadi satu kesatuan
membentuk jaringan. Secara umum tubuh hewan maupun organism lainnya tersusun
atas empat macam jaringan dasar, antara lain (Bakhtiar, 2011):
1.
Jaringan epitelium terletak pada
permukaan tubuh, berfungsi sebagai penutup permukaan luar tubuh dan pembatas
organ tubuh yang berbentuk saluran atau rongga.
2.
Jaringan ikat, merupakan jaringan
yang memiliki fungsi untuk mengikat atau menyokong bagian-bagian tubuh.
3.
Jaringan otot, berfungsi untuk
menggerakkan seluruh bagian anggota tubuh.
4.
Jaringan saraf, berfungsi untuk
menerima dan merespons adanya rangsang serta menyampaikan rangsang (impuls) ke
pusat saraf serta ke bagian tubuh yang lain.
Adapun sumber
jaringan dan organ yang dapat digunakan dalam membuat preparat histologi ialah
sebagai berikut (Jusuf, 2009) :
a.
Manusia
Jaringan yang berasal dari
manusia tentulah yang paling ideal karena struktur histologi yang harus
dipelajari oleh mahasiswa adalah struktur histologi manusia. Jaringan tubuh ini
dapat di ambil dari cadaver (jenazah)
dengan syarat jaringan atau organ tersebut di ambil kurang dari 3 jam setelah
kematian, sebab bila lebih lama sudah terjadi pembusukan atau autolisis.
Sayangnya syarat tersebut pada masa kini hampir mustahil dapat dipenuhi. Cara
lain adalah mengambil jaringan atau organ tersebut dari kamar operasi.
b. Hewan
Jaringan dapat diambil dari
hewan yang difiksasi dalam keadaan
hidup (fiksasi supra/intravital) atau hewan yang telah mati (fiksasi emersi/rendam). Jaringan atau organ yang diambil dari hewan merupakan
alternatif. Beberapa hewan yang sering dipakai adalah
:
1. Kera, paling menyerupai jaringan tubuh manusia karena sama-sama
tergolong mahluk primata.
2. Kambing, terutama untuk melihat serat Purkinje di jantung.
3. Babi untuk melihat lobulus klasik hepar dan arteri Hulsen
pada limpa.
4. Kucing dan anjing.
5. Tikus putih (mice)
dan rat.
6. Kelinci
Setelah jaringan atau organ
tubuh yang akan dibuat sajian histologi diisolasi dari sumbernya, jaringan
tubuh tersebut kemudian diproses hingga menjadi sajian histologi. Rangkaian
proses pembuatan sajian histologi terdiri atas
:
9. Fiksasi (Fixation)
10. Dehidrasi (Dehydration)
11. Pembeningan (Clearing)
12. Pembenaman (Impregnasi/Embedding)
13. Pengecoran (Blocking)
14. Pemotongan jaringan (Sectioning)
15. Pewarnaan (Staining)
16. Perekatan (Mounting)
17. Pelabelan (Labelling)
C. Tahapan
Pemroresan Jaringan
a. Fiksasi (Fixation)
Fiksasi adalah salah satu tahap teknik
histoteknik yang bertujuan untuk mempertahankan jaringan atau sel tetap berada
pada tempatnya, sama seperti jaringan hidup tanpa adanya perubahan bentuk
maupun ukuran. Fiksasi berfungsi untuk
mempertahankan bentuk jaringan seperti life like state atau membuat jaringan
agar sedemikian rupa tidak mengalami perubahan atau hanya mengalami perubahan
seminim mungkin. Selain itu, fiksatif dapat membuat jaringan lebih mudah
menyerap zat warna (Prahanarendra, 2015).
Prinsip kerja dari fiksasi adalah
mengawetkan bentuk sel dan organel sehingga mendekati bentuk fisiologinya. Cairan
fiksatif mengubah komposisi jaringan
secara kimiawi dan fisik. Secara kimiawi, protein sel diubah secara fungsional
dan struktural dengan cara koagulasi dan membentuk senyawa aditif baru. Senyawa tersebut terbentuk dengan cara
ikatan silang dari dua makromolekul yang berbeda, yakni cairan fiksatif dan
protein sel. Hal ini menyebabkan sel resisten terhadap gerakan air dan
cairan-cairan lainnya. Akibatnya, struktur sel menjadi stabil, baik di dalam
maupun di antara sel-sel. Selain itu, kebanyakan enzim di dalam sel menjadi
terinaktivasi, sehingga proses metabolisme sel tidak terjadi, dan mencegah
adanya autolisis sel. Secara fisik, membran sel yang awalnya hidrofilik,
dilarutkan dengan cairan fiksatif, yang menyebabkan pori-pori sel membesar.
Akibatnya, makromolekul dapat memasuki sel. Hal ini membantu untuk teknik
setelah fiksasi, khususnya pada proses parafinisasi dan pewarnaan dimana
zat-zat tersebut akan dapat masuk ke dalam sel dan menempel dengan mudah
(Prahanarendra, 2015).
Larutan formalin merupakan
cairan fiksasi yang paling umum digunakan. Laurtan formalin yang digunakan
adalah formalin 10%. Formalin terutama terdapat dalam bentuk polimer dari
formaldehida. Bentuk ini tak dapat digunakan untuk fiksasi. Yang dapat digunakan
adalah bentuk monomernya. Untuk menghasilkan formalin dalam bentuk monomer
diperlukan waktu, kecuali bila pH larutan netral atau sedikit alkalis, karena
kecepatan depolarisasi tergantung pada pH. Jadi jangan sekali-kali menggunakan formalin 10% yang baru dibuat
karena jaringannya keburu membusuk sebelum terfiksasi dengan baik. Selain itu
formalin bersifat asam karena mengandung asam formiat akibat oksidasi
formaldehida. Oleh sebab itu larutan formalin 10% harus dibuat netral atau
sedikit alkalis dengan menggunakan larutan buffer
phosphate dengan pH 7.2 sebagai pelarut, atau dengan menambahkan kalsium
asetat (Jusuf, 2009).
Kelebihan dari cairan fiksatif formalin
adalah sebagai berikut (Prahanaredra, 2015) :
1. Cairan
fiksatif umum.
2. Formalin
lebih murah, lebih mudah disiapkan dan merupakan cairan stabil.
3. Pengerutan
dan kerapuhan tidak disebabkan oleh cairan fiksatif formalin
4. Fiksatif
baik untuk sel lemak dan sel protein.
5. Fiksatif
paling baik untuk jaringan otak.
6. pH
cairan mendekati netral, sehingga tidak terjadi interaksi dengan hemoglobin
atau produknya yang dapat membentuk pigmen formalin.
7. Potongan
jaringan atau organ dapat ditinggalkan dalam cairan untuk jangka waktu yang
cukup lama.
8. Potongan
jaringan atau organ dapat direndam dalam dipindahkan ke dalam cairan fiksatif
lain bila diperlukan.
Kerugian dari cairan fiksatif formalin
adalah sebagai berikut (Prahanaredra, 2015):
1. Potongan
jaringan atau organ membutuhkan waktu sedikitnya 24 jam baru dapat diproses ke
tahap lain.
2. Bersifat
toksik.
3. Uap
dari cairan formalin bersifat iritan, dapat menyebabkan sinusitis, bahkan asma untuk individu yang alergi. Hal
ini dapat ditangani dengan menggunakan
spesimen pada ruangan berventilasi.
4. Biasanya
dapat ditemukan asam format pada cairan formalin.
5. Jika
disimpan terlalu lama, khususnya pada tempat yang dingin, fiksatif formalin
dapat membentuk paraformaldehida yang menempel pada potongan jaringan atau
organ walaupun cairan fiksatif sudah dihilangkan. Paraformaldehida tidak
mengganggu abilitas formalin dalam fiksasi, dan juga dapat dihilangkan dengan
filtrasi. Cara menghilangkannya adalah
dengan menggunakan methanol.
b. Dehidrasi
(Dehydration)
Dehidrasi merupakan langkah ke dua dalam
pemerosesan jaringan. Proses ini bertujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan
yang terdapat dalam jaringan yang telah difiksasi sehingga jaringan nantinya
dapat diisi dengan parafin atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok
preparat. Hal ini perlu dilakukan karena air tidak dapat bercampur dengan
cairan parafin atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Ada
beberapa macam cairan yang dapat dipakai untuk proses dehidrasi dan pada
penelitian ini menggunakan cairan alkohol dengan metode bertahap menggunakan
alkohol dengan konsentrasi yang makin meningkat secara lebih perlahan yaitu (Syarif,
2015) :
1. Alkohol
70% yang direndam selama 1 hari
2. Alkohol
80% yang direndam selama 1 hari
3. Alkohol
90% yang direndam selama 1 hari
4. Alkohol
95% yang direndam selama 1 hari
5. Alkohol
95% yang direndam selama 1 hari
6. Alkohol
100% yang direndam selama 1 hari
c. Pembeningan (Clearing)
Tujuan utama proses penjernihan adalah
menggantikan tempat alkohol dalam tisu (jaringan) yang telah mengalami proses
dehidrasi dengan suatu solven atau
medium penjernih menjelang proses penanaman sebelum dilakukan proses
penyayatan. Setelah menggunakan xylol atau
benzene pada proses penjernihan ini,
pada umumnya tisa (jaringan) akan menjadi transparan. Hal ini yang menjadi
alasan bahwa ini dikenal sebagai proses penjernihan. Lama tisu dalam medium
penjernih bergantung pada (Prawiranegara, 2015) :
1. Ketebalan
serta tingkat kepadatan tisu (jaringan).
2. Jenis
reagen yang dipakai.
Untuk jenis tisu (jaringan) yang melalui
proses dehidrasi dengan sempurna maka proses penjernihan (xylol, benzene) berlangsung selama setengah hingga tiga jam. Bila
tisu (jaringan) dibiarkan cukup lama dalam medium penjernih ini, maka besar
kemungkinan tisu (jaringan) akan menjadi keras dan rapuh yang tentu menyukarkan
dalam penyayatan (Prawiranegara, 2015).
d. Pembenaman (Impregnasi/Embedding)
Setelah cairan ditarik oleh Xylol maka
jaringan akan tinggal bagian padatnya sehingga susah dipotong, untuk mengisi
bagian yang kosong itu dilakukanlah pembenaman dengan Parafin sehingga jaringan
dapat dengan mudah dipotong. Pembenaman memakai 3 wadah parafin yang ditempatkan di dalam oven. Jaringan direndam
selama 1 jam setiap wadah. Tujuan dilakukannya 3 wadah adalah agar ada resting dan praktikan tetap terjaga
ataupun tidak bosan menunggu 3 jam (Siahaan, 2010).
Embedding dilakukan dengan
membuat kotak kertas. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas yaitu bisa
membuat arah sayatan dan menandai jaringan. Sebelum jaringan atau sampel
ditanam maka terlebih dahulu paraffin dalam kotak harus membeku pada bagian
dasarnya sehingga memungkinkan objek tidak langsung menempel pada dasar kertas.
Blok paraffin yang akan disayat dulu maka dibentuk dulu (trimming). Bentuk blok disesuaikan dengan bentuk pitanya yang
diinginkan. Hal in dikarenakan penampang blok paraffin menggambarkan blok pita
yang akan diiris. Letak mata pisau pada mikrotom sangat menentukan hasil yang
diperoleh. Pisau dibersihan dengan xylol dari sisa-sisa paraffin yang menempel.
Hasil sayatan diambill dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Hasil sayatan
diletakkan dalam bak khhusuus dann diperhatikan urutannya. Pita hasil sayatan
ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca objek
selanjutnya diletakkan di atas meja penangas (heating plate) (Jefri, 2009).
e. Pengecoran (Blocking)
Pengecoran (Blocking) adalah
proses pembuatan blok preparat agar dapat dipotong dengan mikrotom. Untuk
membuat blok preparat dapat digunakan 2 macam cara,
yaitu (Jusuf, 2009) :
1. Cara lama yaitu dengan menggunakan potongan besi
berbentuk L (Leuckhart).
2 buah potongan besi disusun diatas lembaran logam hingga
rapat dan membentuk ruang seperti kubus. Tuangkan sedikit parafin cair di
bagian pinggir tempat pertemuan potongan besi agar tak bocor. Jaringan kemudian
dimasukkan ke dalam ruangan kubus. Selanjutnya parafin dituangkan kedalam
ruangan kubus tersebut. Hal yang harus dicegah adalah jangan sampai gelembung
udara mengisi kedalam blok parafin tersebut.
2. Cara baru yaitu dengan menggunakan cetakan dari plastik
dan piringan logam. Dengan cara ini histoplate dari plastik diletakkan di atas piringan logam
(seperti cetakan membuat es batu). Tuangkan sedikit cairan parafin ke dalam
cetakan tersebut. Secepatnya masukkan jaringan dengan menggunakan pinset yang
telah dipanaskan (agar parafin tak beku) dan diatur posisinya di dalam cetakan.
Parafin cair kemudian dituangkan kembali hingga menutupi seluruh cetakan
tersebut. Selama tindakan ini cetakan (histoplate dari plastik) dan piringan
logam harus diletakkan diatas hot plate.
f. Pemotongan jaringan (Sectioning)
Jika parafin sudah mengeras dengan
sempurna, sudah dapat dilakukan
pemotongan
organ. Pemotongan organ menggunakan pisau khusus yang disebut mikrotom, yaitu alat yang dapat mengiris
blok parafin dengan sangat tipis dan ketipisan dapat diatur sesuai ukuran yang
kita inginkan. Ada berbagai macam jenis mikrotom,
yaitu (Prawiranegara, 2015):
1. Hand microtome
Jenis
mikrotom yang paling sederhana. Keuntungannya dapat memotong tumbuhan dan jaringan hewan.
Kekurangannya adalah memiliki kemampuan
terbatas dalam memotong jaringan dengan tingkat
ketipisan tertentu.
2. Rocking microtome
Mikrotom
jenis ini mudah digunakan, namun hanya bisa
memotong jaringan yang lembut.
3. Rotary microtome
Metode
pemotongan ini dapat memotong blok dengan ketipisan 0,5 –2 mikrometer. Selain
itu mikrotom ini dapat memotong jaringan yang
besar, sehingga sangat cocok dengan blok parafin.
4. Freezing microtome
Proses
cepat, jaringan mengkerut lebih sedikit, dan semua metode pewarnaan dapat menggunakan metode ini. Namun
irisan tipis dan irisan seri sulit untuk diperoleh.
5. Base sledge microtome
Jenis
mikrotom yang paling banyak digunakan karena dapat memotong berbagai jenis,
ukuran, dan tingkat kekerasan. Cara pengoperasian mikrotom ini adalah secara
hidrolik.
g. Pewarnaan (Staining)
Pewarnaan adalah proses
pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan
menjadi kontras dan dapat dikenali / diamati dengan mikroskop. Proses timbulnya
warna terkait dengan terjadinya ikatan antara molekul tertentu yang terdapat
pada daerah dan struktur jaringan yang tertentu. Sinar dengan panjang gelombang
tertentu yang terdapat dalam sinar yang berasal dari cahaya matahari atau lampu
mikroskop yang dipaparkan pada sajian yang telah diwarnai akan diabsorpsi
(diserap) atau diteruskan. Zat warna yan
terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu
sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna
(Jusuf, 2009).
Tujuan dari teknik pewarnaan adalah
untuk memberikan warna yang kontras pada komponen selular sehingga dapat
dibedakan antar satu sel dengan sel lainnya. Setiap jenis sel memiliki afinitas
yang berbeda terhadap warna, sehingga jenis pewarnaan harus berbeda untuk tiap
jenis sel. Contohnya nukleus memiliki afinitas tinggi terhadap pewarnaan
hematoksilin, sedangkan sitoplasma memiliki afinitias tinggi terhadap pewarnaan
basa yaitu eosin. Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan adalah sebagai
berikut (Prahanarendra, 2015):
1. Reaksi
asam dan basa. Komponen selular yang bersifat asam dapat diwarnai dengan
pewarnaan yang bersifat basa, dan berlaku juga sebaliknya.
2. Adsorpsi.
Molekul pewarnaan yang kecil dapat menempel pada molekul sel yang lebih
besar.
3. Tingkat
kelarutan. Jenis pewarnaan tergantung dari tingkat kelarutan pada sel.
Pewarnaan HE (hematoksilin-eosin)
terbagi menjadi 2 zat warna, yaitu warna hematoksilin dan warna eosin.
Hematoksilin digunakan untuk mewarnai inti sel menjadi biru dan eosin digunakan
untuk mewarnai sitoplasma menjadi merah. Eosin juga digunakan sebagai
counterstaining untuk hematoksilin. Hal tersebut dikarenakan eosin bersifat
asam sedangkan hematoksilin bersifat basa. Hematoksilin bersifat basa sedangkan
inti sel bersifat asam, keduanya menimbulkan suatu ikatan lemah sehingga inti
sel dapat berwarna. Namun sebelum dapat mewarnai inti sel, zat warna ini
dioksidasi terlebih dahulu menjadi hematein. Hal tersebut dikarenakan hematein
tidak larut dalam air dan alkohol, sehingga tidak mudah pudar ketika proses
pewarnaan dilakukan (Prahanarendra, 2015).
Eosin adalah zat warna sitoplasma yang
sangat baik, karena zat warna ini dapat memberikan corakan pada jaringan, dan
corakan ini dapat bertambah apabila ditambah zat warna yang lain. Eosin juga
merupakan turunan fluorescence
sehingga digunakan juga untuk mewarnai antibodi. Terdapat 2 jenis pulasan yang
umumnya digunakan yakni, pulasan Mayer Hematoksilin-Eosin, digunakan akibat
perbedaan warna yang ditunjukkan sangat jelas. Sedangkan yang berikutnya adalah
pewarnaan Hematoksilin Harris-Eosin. Dampak dari fiksasi terhadap pewarnaan
adalah, fiksasi membantu menempelnya zat warna pada sel. Cairan fiksasi
membentuk pori-pori besar pada membran sel sehingga makromolekul seperti zat
warna dapat masuk ke dalam sel (Prahanarendra, 2015).
h. Perekatan (Mounting)
Mounting
merupakan proses akhir dari pembuatan
preparat metoda paraffin. Sebelum ditutup secara permanen maka sebaiknya
jaringan dilihat pada mikroskop apakah jaringan tersebut sudah dapat diamati
dengan baik atau tidak. Pada mounting, tutup
dengan Canada balsam dan gelas
penutup. Hindari terbentuk gelembung udara kemudian beri label dan amati
kembali dibawah mikroskop (Prawiranegara, 2015).
BAB III
METODE KERJA
METODE KERJA
A. Pra
Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap pra analitik ialah sebagai berikut :
1. Gunakan
alat pelindung diri (APD).
2. Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Alat-alat
yang akan digunakan ialah sebagai berikut :
a. Chamber
b. Object glass
c. Pisau
bedah (scalpel)
d. Gunting
e. Baki
instrumen
f. Deck glass
4. Bahan-bahan
yang digunakan ialah sebagai berikut :
a. Xilol
b. Alkohol
70%, 80%, 90%, dan 96%
c. Etanol
absolut
d. Metanol
e. Eosin
2%
f. Canada balsam
g. Ayam
(Gallus domestica)
B. Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap analitik ialah sebagai berikut :
1. Lakukan
pembedahan terhadap ayam.
2. Ambil
selaput membran yang membungkus organ pada jantung (pericardium) dan yang membungkus usus. Direntangkan pada object glass.
3. Lakukan
fiksasi pada methanol selama selama 30 menit.
4. Cuci
dengan alkohol 70%.
5. Warnai
dengan menggunakan zat pewarna eosin selama 10 menit.
6. Lakukan
dehidrasi menggunakan alkohol 70%, 80%, 90%, dan 96% serta etanol absolut,
masing-masing selama 5 menit.
7. Lakukan
penjernihan dengan menggunakan xilol I dan xilol II masing-masing selama 10
menit.
8. Teteskan
preparat dengan Canada balsem dan
tutup dengan deck glass.
C. Pasca
Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap pasca analitik ialah sebagai berikut :
1. Preparat
telah selesai dibuat.
2. Simpan
pada tempat penyimpanan preparat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan
pengamatan preparat penampang melintang kulit mamalia, hasil yang dapat
diperoleh ialah sebagai berikut :
Preparat
|
Hasil
|
Selaput pericardium
|
|
Selaput peritoneum
|
|
Tabel IV.I
Hasil Pembuatan Preparat
|
B. Pembahasan
Preparat
histologi merupakan sediaan yang digunakan untuk mengamati struktur histologi
dari suatu jaringan yang berasal dari manusia ataupun hewan. Di dunia pendidikan,
preparat histologi digunakan sebagai media pembelajaran secara terapan untuk
mengentahui perbedaan antara jaringan normal dan jaringan abnormal. Sedangkan
di dunia kesehatan, preparat histologi digunakan sebagai salah satu pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis akan kelainan jaringan yang dialami oleh seseorang
(pasien).
Berbeda
dengan preparat sitologi, pembuatan preparat histologi membutuhkan waktu yang lama, bahkan bisa
memakan waktu berhari-hari. Ilmu yang mempelajari cara pembuatan sediaan
(preparat) histologi disebut mikroteknik. Sedangkan teknik pembuatan sediaan
(preparat) histologi disebut histoteknik.
Praktikum yang dilakukan kali ini ialah pembuatan preparat rentang hewan
dengan sampelnya ialah ayam (Gallus domestica).
Oleh karena itu, pembuatan preparat ini tergolong dalam metode preparat
(sediaan) rentang, yaitu suatu metode pembuatan sediaan dengan cara
merentangkan suatu jaringan pada permukaan gelas benda (object glass) sehingga dapat diamati dengan mikroskop.
Langkah
awal dalam membuat preparat ini ialah dengan melakukan pembedahan terhadap ayam
(Gallus domestica). Pembedahan ini
bertujuan untuk mengambil dan mengisolasi selaput membran yang membungkus organ
jantung yang disebut pericardium dan
membran yang membungkus organ bagian abdomen seperti usus yang disebut peritoneum. Menurut Mescher (2011)
bagian luar jantung dilapisi oleh epitel
selapis gepeng (mesotel) yang ditopang oleh
selapis tipis jaringan ikat yang membentuk epikardium. Lapisan jaringan ikat longgar subepikardium mengandung vena, saraf, dan banyak adiposit. Epikardium dapat disetarakan dengan lapisan
viseral perikardium, yaitu membran
serosa tempat jantung berada. Selain itu, menurut Mescher (2011) serosa
adalah lapisan tipis jaringan ikat longgar, yang kaya akan pembuluh darah,
pembuluh limfe dan jaringan lemak, serta epitel selapis gepeng sebagai epitel
pelapis (mesotel). Di dalam rongga
perut, serosa menyatu dengan mesenterium
(membran tipis yang dilapisi mesotel pada kedua sisinya), yang menopang usus, dan menyatu dengan peritoneum, yaitu membran serosa
yang melapisi rongga tersebut.
Setelah
mendapatkan selaput yang dinginkan, kemudian selaput tersebut direntangkan pada
object glass yang selanjutnya akan
diteruskan pada proses pembuatan preparat histologi. Tahap awal yang dilakukan
ialah tahap fiksasi dengan menggunakan methanol. Menurut Prahanaredra (2015) fiksasi
adalah salah satu tahap teknik histoteknik yang bertujuan untuk mempertahankan
jaringan atau sel tetap berada pada tempatnya, sama seperti jaringan hidup
tanpa adanya perubahan bentuk maupun ukuran. Berdasarkan teori tersebut, difiksasi
merupakan tahap awal pembuatan preparat dimana jaringan pada sampel dapat
bertahan dari kebusukan serta tidak merusak struktur jaringan (awet). Lama
waktu yang butuhkan untuk melakukan tahap fiksasi yaitu selama 30 menit. Setelah
dilakukan proses fiksasi kemudian jaringan dicuci dengan alkohol 70%. Tujuan
dilakukan pencucian ialah untuk melarutkan lemak yang ada pada jaringan
tersebut.
Kemudian
dilakukan tahap pewarnaan (stanning).
Tahap pewarnaan merupakan tahap untuk mewarnai jaringan agar mudah diamati pada
mikroskop. Pewarna yang sering digunakan ialah pewarnn HE (Hematosilin-eosin).
Menurut Jusuf (2009) hematoksilin yang
berfungsi untuk memulas nti sel dan memberikan warna biru (basofilik) serta
eosin yang merupakan counterstaining
hematoksilin digunakan untuk memulas sitoplasma sel dan jaringan penyambung dan
memberikan warna merah muda dengan nuansa yang berbeda.
Namun, pada praktikum kali ini hanya digunakan pewarna eosin. Proses pewarnaan
dilakukan dnegan cara merendam jaringan ke dlaam zat warna eosin 2% selama 10
menit. Hasil yang diperoleh ialah warn jaringan menjadi merah muda.
Tahap
selanjutnya ialah dehidrasi. Menurut Prahanarendra (2015) dehidrasi adalah
proses yang dilakukan setelah proses fiksasi, dengan tujuan untuk menarik
molekul dari dalam suatu jaringan. Dari teori penunjang tersebut, dapat
diketahui bahwa setelah melakukan proses fiksasai dengan methanol dan pewarnaan
dengan esoin, perlu dilakukan proses dehidrasi yang bertujuan untuk
mengeluarkan cairan methanol dari dalam jaringan. Proses dehidrasi dilakukan dengan cara
perendaman dengan alkohol bertingkat, yaitu mulai dari alkohol 70%, 80%, 90%
96% dan etanol absolut masing-masing selama 5 menit. Dilakukannya perendaman
dengan alkohol bertingkat agar cairan methanol dapat keluar dari jaringan
secara sempurna dan tidak mempengaruhi keadaan atau kondisi jaringan.
Selanjutnya
dilakukan proses penjernihan (clearing).
Dalam proses penjernihan ini digunakan zat penjernih (clearing agent) yaitu xilol I dan xilol II. Penjernihan atau pembeningan adalah suatu
tahap untuk mengeluarkan alkohol
dari jaringan. Tujuan dilakukannya pengeluaran
alkohol menurut Jusuf (2009) karena bila di dalam jaringan masih tertinggal sedikit
alkohol maka parafin tidak bisa masuk kedalam jaringan sehingga jaringan
menjadi “ matang diluar, mentah di dalam” dan akan menyebabkan jaringan menjadi
sulit untuk dipotong dengan mikrotom. Namun, pada
praktikum kali ini tidak dilakukan proses embedding
(penanaman) dengan paraffin dan sectioning
(pemotongan) jaringan karena preparat yang akan dibuat tidak dikhususkan
untuk dilakukan pembacaan hasil, tetapi semata-mata hanya untuk dijadikan
contoh dari tahapan pembuatan preparat histologi.
Setelah
dilakukan proses penjernihan, selanjutnya dilakukan proses mounting (penutupan). Proses penutupan ini dilakukan dengan cara
menutup preparat dengan cover glass (kaca
penutup) yang sebelumnya preparat telah diberi zat pengawet. Zat pengawet yang
digunakan ialah Canada balsem. Pembuatan
pengawet Canada balsam yaitu dengan
melarutkan Canada balsam pada xilol
secukupnya. Canada balsam yang telah
cair kemudian di olehkan pada jaringan tersebut kemudian di tutup dengan cover glass. Maka dari, selesailah
pembuatan preparat histologi dan preparatnya disimpan pada tempat penyimpanan.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang
diperoleh dari laporan kali ini ialah :
1.
Pembuatan
preparat awetan sederhana dengan menggunakan sampel ayam (Gallus domestica) sebagai sampel dimana selaput pericardium dan peritoneum sebagai preparat jaringannya dilakukan dengan melewati
tahap-tahap pembuatan yaitu fiksasi (fixation),
dehidrasi (dehydration), pewarnaan (staining), penjernihan (clearing) dan penutupan (mounting).
2.
Selaput
yang membungkus organ jantung (pericardium)
dan usus (peritoneum) ialah tersusun
atas jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh darah dan lemak serta
tersusun atas sel-sel epitel pipih.
B.
Saran
Saran
yang dapat disampaikan oleh praktikan kepada asisten laboratorium untuk dapat
melakukan praktikum kembali untuk pembuatan preparat awetan secara sempurna.
Hal ini diutarakan karena pada praktikum sebelumnya tidak dilakukan proses
penanaman paraffin (embedding) dan
pemotongan jaringan (sectioning) oleh
alat mikrotom. Selain itu, saran untuk pihak yaitu agar segera melakukan
pengadaan alat mikrotom sehingga praktikan dapat melakukan praktikum pembuatan
preparat jaringan sesuai dengan prosedur yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar,
Suaha. 2009. Biologi : Untuk SMA dan MA
Kelas XI. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Jefri,
Edwin. 2009. Prosedur
Pembuatan Preparat Histologi Jantung Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Universitas Hasanuddin.
Makassar
Jusuf,
Ahmad Aulia. 2009. Histoteknik Dasar. Universitas
Indonesia. Jakarta
Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas
Edisi Ke-12. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Prahanarendra,
Galang. 2015. Studi Awal Histoteknik :
Gambaran Histologi Organ Ginjal, Hepar, Dan Pankreas Tikus Sprague Dawley
Dengan Pewarnaan He Dengan Fiksasi 3 Minggu. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta
Prawiranegara,
Fadh Akbar. 2015. Clearing (Penjernihan).
Universitas Islam Sumatera Utara. Medan
Siahaan, Jekson Martiar.
2010. Praktikum Histoteknik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Syarif,
Endang Jayanti. 2015. Visualisasi Deposit
Logam Berat Timbel (Pb) Pada Organ Hati Ikan Bandeng (Chanos-chanos) Dengan
Pewarnaan Rhodizonate Melalui Metode Histoteknik. Universitas Hasanuddin.
Makassar
Eosin
|
Metanol
|
Proses
Pembedahan Ayam
|
Alkohol 96%
|
Serangkaian
Proses Histoteknik
|
Preparat
yang telah jadi
|
Alkohol 80%
|
Alkohol 70%
|
0 Response to "LAPORAN Preparat Rentang Hewan"
Post a Comment