LAPORAN Preparat Sitologi Mukosa Pipi Metode Supravital
Related
DOWNLOAD FILE DISINI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan laporan ini yaitu “Preparat
Sitologi Mukosa Pipi Metode Supravital“.
Dalam penyusunan dan penulisan laporan ini tidak lepas
dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih
kepada yang terhormat :
1.
Bapak Mulyadi Maruni, S.Pd dan
Bapak Rijal, AMAK., S.ST selaku dosen pengampuh mata kuliah praktikum Sitohistoteknologi
yang telah membantu dalam membimbing dalam pembuatan laporan ini.
2.
ibu sebagai motivator penulis dan berkat jasa-jasa, kesabaran, dan
doanya penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
Semoga
dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta
menambah wawasan bagi para pembaca. Penulis menyadari laporan ini masih
memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan
rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat
untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Gorontalo, September
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ..……...…………………………………………………… ii
DAFTAR TABEL
……………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN
………….………………………………….. 1
A. Latar
Belakang ………………………………………………...….... 1
B.
Tujuan
……………………………………………………………… 2
C.
Manfaat
…………………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……..………………………………. 3
A. Sel ….………….……………………………..……….…………… 3
B.
Struktur Sel Hewan dan
Tumbuhan ………..…………………….... 4
a. Membran
Plasma (Membran Sel) ……………………………… 4
b. Sitoplasma
(Cairan Sel) ……………………………………….. 4
c. Nukleus
(Inti Sel) ……………………………………………… 9
C.
Perbedaan Sel Hewan dan
Tumbuhan ……………….…………….. 10
a. Sel
Hewan ……………………………………………………… 10
b. Sel
Tumbuhan …………………………………………………. 11
D. Sel
Epitel Mukosa ………………………………..……..………… 13
E.
Metode
Supravital ……...…………………………….…………… 14
BAB III METODE
KERJA …………………………………………… 15
A. Pra
Analitik ……………………………………………………….. 15
B. Analitik
……………………….…………………………………... 15
C. Pasca
Analitik ……….……………………………………………. 15
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHSAN ………………………………... 16
A. Hasil
………..……………………………………………………… 16
B. Pembahasan
…….…………………………………………………. 17
BAB V PENUTUP
………………………………….…………………. 20
A. Kesimpulan
………………………………………………………... 20
B.
Saran
………………………………………………………………. 20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
IV.I Hasil Pemeriksaan …………………………………………. 16
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap makhluk hidup yang berada di bumi tubuhnya
tersusun atas sel karena sel merupakan unit dasar terkecil dari struktur dan
fungsi dalam kehidupan organisme atau makhluk hidup. Sel-sel yang memiliki
bentuk dan fungsi sama akan membentuk jaringan. Menurut Hanum, dkk (2009)
masing–masing sel dapat hidup sendiri dan merupakan satu individu yang utuh.
Organisme yang tubuhnya terdiri atas banyak sel, berkelompok membentuk massa
dengan berbagai spesialisasi lapisan–lapisan sel yang berbeda. Hal ini
menunjukkan sel sebagai unit struktural makhluk hidup. Secara biologi, manusia,
hewan, dan tumbuhan melakukan segala apa yang dilakukan sel. Kegiatan satu
individu organisme (bersel satu dan bersel banyak) merupakan kegiatan tiap-tiap
sel yang membentuk organisme tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
sel adalah unit fungsional.
Seiring
berkembangnya kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli mampu
melakukan pengamatan hingga pada kajian sel yang lebih mendalam. Hasil kajian
tersebut menyimpulkan bahwa sel-sel yang menyusun tubuh makhluk hidup memiliki
beberapa perbedaan. Misalnya pada sel penyusun tubuh hewan dan sel penyusun
tubuh tumbuhan. Struktur sel kedua secara umum ialah sama tetapi terdpaat
perbedaan. Perbedaan tersebut yang menjadi ciri khas antara sel hewan dan sel
tumbuhan.
Dalam
kajian ilmu kesehatan dan biologi, terdapat suatu cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang sel dan jaringan serta teknologi yang yang berperan dalam penegakkan
diagnosa akan kelainan sel dan jaringan seperti tumor, ilmu pengetahuan tersebut
disebut sitohistoteknologi. Dalam penerapan ilmunya, berbagai macam bentuk
sediaan sel dan jaringan serta cara (metode) pembuatannya dapat dipelajari,
misalnya pembuatan preparat sitologi dari sel hewan maupun tumbuhan. Oleh
karena itu, penerapannya disiplin ilmunya dapat meningkatkan pengetahuan serta
keterampilan dalam pembuatan sediaan guna untuk menegakkan diagnosa di dunia
kesehatan.
B. Tujuan
Adapun
tujuan dalam praktikum kali ini ialah :
1. Agar
mahasiswa dapat terampil menyediakan dan mengamati preparat sementara sitologi
mukosa pipi dengan menggunakan metode supravital.
2. Agar
mahasiswa dapat membandingkan persamaan dan perbedaan sel mukosa dan sel
bawang.
C. Manfaat
Adapun
manfaat dalam praktikum kali ini ialah :
1. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai keterampil menyediakan dan
mengamati preparat sementara sitologi mukosa pipi dengan menggunakan metode
supravital.
2. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada mahasiswa mengenai perbandingan antara
persamaan dan perbedaan sel mukosa dan sel bawang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sel
Pada tahun
1665, Robert Hooke mengamati sayatan gabus dari batang Quercus suber menggunakan mikroskop. Ia menemukan adanya
ruang-ruang kosong yang dibatasi dinding tebal dalam pengamatannya. Robert
Hooke menyebut ruangruang kosong tersebut dengan istilah cellulae artinya sel. Sel yang ditemukan Robert Hooke merupakan
sel-sel gabus yang telah mati. Sejak penemuan itu, beberapa ilmuwan berlomba
untuk mengetahui lebih banyak tentang sel (Purnomo, dkk, 2009).
Selanjutnya
disimpulkan bahwa sel terdiri dari kesatuan zat yang dinamakan protoplasma.
Istilah protoplasma pertama kali dipakai oleh
Johannes Purkinje. Menurut Johannes Purkinje protoplasma dibagi menjadi
dua bagian yaitu sitoplasma dan nukleoplasma. Schwann dan Schleiden (1838),
menyatakan bahwa tumbuhan dan hewan mempunyai persamaan, yaitu tubuhnya
tersusun oleh sel-sel. Selanjutnya, teori tersebut dikembangkan menjadi suatu
teori sebagai berikut (Diastuti, 2009):
1.
Sel merupakan satuan struktural
terkecil organisme hidup.
2.
Sel merupakan satuan fungsional terkecil organisme hidup.
3.
Sel berasal dari sel dan organisme tersusun oleh sel.
Sel
merupakan unit terkecil kehidupan.
Kehidupan dimulai di dalam sel. Sel terdiri atas tiga bagian utama,
yaitu selaput plasma atau membran sel, sitoplasma, dan organel-organel sel.
Antar bagian-bagian sel tersebut terdapat koordinasi sehingga keseluruhannya
secara bersama-sama menyusun sistem yang kompak (Rachmawati, dkk, 2009).
Pada tubuh
makhluk hidup yang terdiri atas banyak sel, sel-sel yang memiliki bentuk sama
berkelompok untuk melakukan satu fungsi tertentu, disebut jaringan. Satu kelompok
jaringan dapat digabungkan menjadi satu organ. Organ-organ ini bergabung
membentuk sistem organ, misalnya sistem pencernaan dan sistem saraf. Sistem
organ bekerja sama membentuk individu (Rachmawati, dkk, 2009).
B. Struktur
Sel Hewan dan Tumbuhan
a. Membran
Plasma (Membran Sel)
Membran sel atau plasma membran adalah bagian sel
yang membatasi sitoplasma. Membran sel tidak dapat dilihat menggunakan
mikroskop biasa. Membran sel sangat tipis dan hanya terdiri atas dua lapis
fosfolipid. Bagian kepala (fosfat) yang bersifat hidrofilik (senang air) berada di bagian luar membran sel. Adapun
bagian ekor (lipid) berada di bagian dalam membran sel dan bersifat hidrofobik (tidak senang air). Jadi,
satu sisi menghadap ke bagian luar sel, sedangkan sisi lainnya menghadap ke
bagian dalam sel. Hal tersebut mencegah sitoplasma larut dengan lingkungan
sekitarnya dan mencegah zat-zat asing di sekitar sel masuk ke dalam sel
(Ariebowo dan Fictor, 2009).
Membran sel, selain berfungsi sebagai batas
antarsel, juga memiliki beberapa fungsi lain, sebagai berikut (Hanum, dkk, 2009).
1. Sebagai
pelindung, yaitu melindungi agar isi sel tidak keluar.
2. Mengatur
lalu lintas berbagai macam zat karena membran sel bersifat selektif permiabel,
dengan cara ini membran sel mempertahankan bentuk, ukuran, dan reaksi-reaksi kimia.
3. Sebagai
reseptor (penerima rangsang) dari luar, seperti hormon, bahan kimia, rangsangan
mekanik, dan rangsangan listrik.
b. Sitoplasma
(Cairan Sel)
Sitoplasma merupakan suatu cairan sel dan segala
sesuatu yang larut di dalamnya, kecuali nukleus (inti sel) dan organela.
Sitoplasma yang berada di dalam inti sel disebut nukleoplasma. Sitoplasma
bersifat koloid kompleks, yaitu tidak padat dan tidak cair. Sifat koloid
sitoplasma ini dapat berubahubah tergantung kandungan air. Jika konsentrasi air
tinggi maka koloid akan bersifat encer yang disebut dengan sol, sedangkan jika
konsentrasi air rendah maka koloid bersifat padat lembek yang disebut dengan
gel. Sitoplasma tersusun atas air yang di dalamnya terlarut molekul-molekul
kecil (mikromolekul) dan molekul-molekul besar (makromolekul), ion-ion dan
bahan hidup (organela) ukuran partikel terlarut yaitu 0,001–1 mikron, dan
bersifat transparan. Bagian yang merupakan lingkungan dalam sel adalah matrik
sitoplasma. Tiap-tiap organela mempunyai struktur dan fungsi khusus (Kistinnah
dan Endang, 2009).
1. Organel
a) Ribosom
Ribosom
merupakan struktur yang paling kecil dengan garis tengah lebih kurang 20 nm,
berbentuk bulat, dan tersuspensi dalam sitoplasma. Ribosom mengandung RNA dan
protein dengan perbandingan yang sama. Ribosom berfungsi sebagai tempat
pembuatan protein. Ribosom dapat terikat pada membran retikulum endoplasma atau
terdapat bebas dalam matriks sitoplasma. Umumnya, ribosom yang menempel pada RE
berfungsi mensintesis protein untuk dibawa keluar sel melalui RE dan golgi
kompleks. Sedangkan, ribosom yang terdapat dalam sitoplasma, mensintesis
protein untuk keperluan dalam sel. Dalam sel terdapat kelompok yang terdiri
atas lima atau enam ribosom yang disebut polisom
yang merupakan unit fungsional yang efektif dalam sintesis protein (Rachmawati,
dkk, 2009).
b) Retikulum
Endoplasma
Retikulum
endoplasma yaitu struktur berbentuk benang-benang yang bermuara di inti sel. Fungsi
retikulum endoplasma adalah sebagai alat transportasi zat-zat di dalam sel itu
sendiri. Dikenal dua jenis retikulum endoplasma, yaitu (Diastuti, 2009):
1) Retikulum endoplasma
granuler (retikulum endoplasma kasar). RE kasar
tampak kasar karena ribosom menonjol di permukaan sitoplasmik membran.
2) Retikulum endoplasma
agranuler (retikulum endoplasma halus). RE halus
diberi nama demikian karena permukaan sitoplasmanya tidak mempunyai ribosom.
Fungsi retikulum endoplasma adalah sebagai alat transportasi zat-zat di dalam
sel itu sendiri.
c) Badan
Golgi (Apparatus Golgi)
Badan
Golgi disebut juga aparatus Golgi. Badan Golgi berbentuk seperti kantung yang
pipih, dibatasi oleh membran. Beberapa badan Golgi sering terlihat berdekatan
dan membentuk kantung-kantung yang bertumpuk. Badan Golgi diduga sebagai salah
satu bentuk dari sistem membran pada RE. Badan Golgi kadang terlihat berada
berdekatan dengan RE. Fungsi badan Golgi terutama dalam pengolahan protein yang
baru disintesis. Badan Golgi memotong protein berukuran besar yang dihasilkan
ribosom menjadi protein-protein berukuran kecil seperti hormon dan
neurotransmiter (bahan penerus informasi pada sistem saraf). Badan Golgi juga
berfungsi menambahkan molekul glukosa ketika proses sintesis glikoprotein. Pada
sel-sel kelenjar, jumlah badan Golgi lebih melimpah dibandingkan sel-sel lain.
Hal ini berhubungan dengan pembentukan sekresi mukus berupa mukopolisakarida
yang melibatkan badan Golgi (Ariebowo dan Fictor, 2009).
d) Mitokondria
Mitokondria
adalah organel berbentuk lonjong yang berada di sitoplasma. Mitokondria
memiliki dua lapis membran yang terpisah dengan membran inti, membran sel, dan
RE. Membran bagian dalam membentuk lipatan-lipatan. Struktur ini disebut
krista. Pada krista, terdapat berbagai enzim yang berperan dalam respirasi
aerobik. Mitokondria berperan dalam proses respirasi aerobik. Banyaknya jumlah
mitokondria dalam sel, bergantung pada seberapa aktif sel-sel tersebut.
Misalnya, pada sel otot, memiliki mitokondria lebih banyak dibandingkan sel
yang pasif. Semakin banyak mitokondria, semakin tinggi frekuensi proses
respirasi (Ariebowo dan Fictor, 2009).
e) Vakuola
Vakuola
atau rongga sel ialah organel sitoplasmik yang berisi cairan dan dibatasi
membran yang mungkin identik dengan membran sel. Sel tumbuhan muda memiliki
banyak vakuola kecil-kecil. Semakin dewasa jumlah vakuola berkurang, tetapi
ukuran membesar. Sel-sel tumbuhan yang memiliki vakuola besar biasanya adalah
sel-sel parenkim dan kolenkim. Vakuola tersebut dibatasi oleh membran yang
disebut tonoplas. Sel dewasa hanya memiliki satu vakuola tengah berukuran besar
dikelilingi membran tonoplas yang bersifat diferensial permeabel. Vakuola
tengah terbentuk sebagai akibat pertumbuhan dinding sel yang lebih cepat
daripada pertumbuhan sitoplasma. Vakuola tengah ini berisi cairan (getah sel)
yang berupa larutan pekat, kaya mineral, gula, O2, asam organik, CO3,
pigmen, enzim, dan sisa-sisa metabolisme. Vakuola mempunyai beberapa fungsi
sebagai berikut (Purnomo, dkk, 2009).
1) Tempat
penimbunan sisa metabolisme dan metabolit sekunder seperti Ca-oksalat, tanin,
getah karet, dan alkaloid.
2) Tempat
menyimpan zat makanan seperti amilum dan gula.
3) Memasukkan
air melalui tonoplas untuk membangun turgiditas sel yang bekerja sama dengan
dinding sel.
4) Menyimpan
pigmen, misalnya vakuola pada sel-sel mahkota bunga mengandung pigmen warna.
5) Menyimpan
minyak atsiri misalnya kayu putih, pepermin, dan aroma harum pada bunga.
f) Badan
Mikro
Badan
mikro merupakan organel berbentuk bulat, tersusun atas selapis membran, tidak
memiliki struktur dalam dengan diameter 0,5-1,5 nm. Badan mikro merupakan
organel yang dihasilkan dari retikulum endoplasma. Badan mikro dibedakan
menjadi dua, yaitu peroksisom dan glioksisom (Hanum, dkk, 2009).
1) Peroksisom
merupakan organel yang ditemukan pada jaringan fotosintesis tumbuhan
(kloroplas), sedangkan pada hewan banyak dijumpai pada sel-sel hati dan ginjal.
Peroksisom menghasilkan beberapa enzim metabolisme a–l. Enzim asam glikolat
oksidasi yang berperan pada proses oksidasi glikolat menjadi asam glioksilat
dan H2O2 yang merupakan salah satu rangkaian proses
fotorespirasi pada tumbuhan. Hidrogen peroksida (H2O2)
dihasilkan dari beberapa reaksi biokimia di dalam sel tumbuhan ataupun sel
hewan yang bersifat racun. Selanjutnya, akan diuraikan oleh enzim katalase yang
juga terdapat di dalam peroksisom menjadi senyawa yang tidak beracun.
2) Glioksisom
Glioksisom,
menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menguraikan molekul lemak menjadi
karbohidrat selama perkecambahan, dalam reaksi ini pun dihasilkan H2O2
yang kelak akan diuraikan oleh enzim katalase. Kerja enzim katalase sangat
cepat sekali, hal ini dapat ditunjukkan dengan meneteskan H2O2
pada hati segar.
2. Sitoskeleton
a) Mikrotubul
Mikrotubul
(jamak = mikrotubula) terdapat pada sel-sel hewan maupun sel tumbuhan berupa
silinder atau tabung yang tidak bercabang-cabang, panjangnya mencapai beberapa
mikrometer (mm) dengan diameter luar ± 25 nm dan diameter dalam 12 nm. Mikrotubul
bersifat kaku dan berperan sebagai rangka dalam sel (sitoskeleton) yang memberi
bentuk sel. Peranan lainnya adalah membantu pengangkutan bahanbahan di dalam
sel, serta merupakan komponen utama yang membangun silia, flagel, dan
benang-benang gelendong inti selama berlangsungnya pembelahan sel (Bakhtiar,
2009).
b) Mikrofilamen
Mikrofilamen adalah
serat tipis panjang berdiameter 5 - 6 nm, terdiri atas protein yang disebut
aktin. Banyak mikrofilamen membentuk kumpulan atau jaringan pada berbagai
tempat dalam sel, misalnya terbentuknya mikrofilamen yang memisahkan kedua sel
anak yang akan membelah. Selain itu, mikrofilamen berperan dalam gerakan atau
aliran sitoplasma. Mikrofilamen juga merupakan ciri-ciri yang penting dalam sel
yang berubah-ubah bentuknya (Rachmawati, dkk, 2009).
c) Filamen
Intermediat
Bahan-bahan
yang menyusun filamen intermediat adalah keratin. Keratin merupakan protein
berbentuk serabut yang menggulung-gulung. Filamen intermediat berfungsi sebagai
penahan tegangan dan memberikan bentuk sel. Selain itu, filamen intermediat
juga berfungsi sebagai jangkar bagi organel dan nukleus (Bakhtiar, 2009).
c. Nukleus
(Inti Sel)
Nukleus
atau inti sel merupakan bagian penting sel yang berperan sebagai pengendali
kegiatan sel. Nukleus merupakan organel terbesar yang berada dalam sel. Nukleus
berdiameter sekitar 10 mikron. Nukleus biasanya terletak di tengah sel dan
berbentuk bulat atau oval. Setiap
nukleus tersusun atas beberapa bagian penting sebagai berikut (Purnomo, dkk,
2009).
a) Membran
Nukleus (Selaput Inti)
Selaput
inti merupakan bagian terluar inti yang memisahkan nukleoplasma dengan
sitoplasma. Selaput inti terdiri atas dua lapis membran (bilaminair), setiap lapis merupakan lapisan bilayer. Ruang antara
membran disebut perinuklear atau sisterna. Pada membran ini terdapat
porus yang berfungsi untuk pertukaran molekul dengan sitoplasma. Berdasarkan
ada tidaknya selaput inti, dibedakan dua tipe sel yaitu sel prokariotik (tidak
memiliki selaput inti) dan sel eukariotik (memiliki selaput inti).
b) Nukleoplasma
Nukleoplasma
adalah cairan inti (karyotin) yang
bersifat transparan dan semisolid (kental). Nukleoplasma mengandung kromatin,
granula, nukleoprotein, dan senyawa kimia kompleks. Pada saat pembelahan sel,
benang kromatin menebal dan memendek serta mudah menyerap zat warna disebut
kromosom.
c) Nukleolus
Nukleolus
atau anak inti tersusun atas fosfoprotein, orthosfat, DNA, dan enzim. Nukleolus
terbentuk pada saat terjadi proses transkripsi (sintesis RNA) di dalam nukleus.
Jika transkripsi berhenti, nukleolus menghilang atau mengecil. Jadi, nukleolus
bukan merupakan organel yang tetap. Jadi, nukleus memiliki arti penting bagi
sel karena mempunyai beberapa fungsi berikut.
1) Pengatur
pembelahan sel.
2) Pengendali
seluruh kegiatan sel, misalnya dengan memasukkan RNA dan unit ribosom ke dalam
sitoplasma.
3) Pembawa
informasi genetic.
C. Perbedaan
Sel Hewan dan Tumbuhan
a. Sel
Hewan
1. Sentosom
Struktur
sentrosom berbentuk bintang yang berfungsi dalam pembelahan sel baik mitosis
maupun meiosis. Sentrosom tersusun atas dua sentriol yang dibentuk oleh protein
mikrotubulus. Sentriol
terdapat pada sel hewan dan jamur. Sel-sel tumbuhan tinggi tidak memiliki
sentriol. Sentriol adalah dua buah organel yang berperan dalam pembelahan sel.
Setiap sentriol terdiri atas sembilan triplet mikrotubulus yang susunannya
membentuk cincin (Ariebowo dan Fictor, 2009).
2. Lisosom
Lisosom
adalah organel yang hanya ditemukan pada sel-sel hewan. Lisosom berbentuk
kantung yang dibatasi oleh membran. Di dalam lisosom terdapat enzim yang
berperan dalam dekomposisi atau penguraian sebagian besar sel. Lisosom
digunakan oleh sel untuk mencerna molekul-molekul besar. Pada makhluk hidup
satu sel, seperti Amoeba, vakuola makanan bersama lisosom bersatu. Kemudian,
enzim yang terdapat dalam lisosom mencerna makanan tersebut. Pada saat sel
mati, membran yang menutupi kantung lisosom akan terdegradasi sehingga enzimnya
akan keluar dan menguraikan bagian-bagian sel. Oleh karena itu, lisosom juga
sering disebut sebagai “kantung bunuh diri” (suicide pack) (Ariebowo dan Fictor, 2009).
Secara
ringkas, fungsi lisosom adalah sebagai berikut (Hanum, dkk, 2009).
1) Mencerna
substansi yang diambil secara endositosis, misalnya pada sel darah putih yang
memakan bakteri.
2) Autofagosit,
suatu proses peleburan struktur-struktur yang tidak dikehendaki di dalam sel,
misalnya menghancurkan organel lain yang sudah tidak berfungsi lagi.
3) Eksositosis.
4) Autolisis,
yaitu penghancuran diri sel dengan cara membebaskan semua isi lisosom dalam
sel.
b. Sel
Tumbuhan
1. Dinding
Sel
Selain
membran plasma, sel tumbuhan memiliki dinding sel yang terletak di luar selaput
plasma. Dinding sel dibedakan atas dinding sel primer dan dinding sel sekunder.
Dinding sel primer tersusun atas selulosa, hemiselulosa, pektin serta beberapa
senyawa lainnya. Sel-sel muda yang sedang tumbuh hanya memiliki dinding primer.
Dinding sel sekunder hanya dimiliki oleh sel-sel dewasa, yang terletak di
antara dinding primer dan membran plasma (Hanum, dkk, 2009).
Dinding
sel merupakan bagian terluar sel tumbuhan. Dinding sel ini bersifat kaku dan
tersusun atas polisakarida. Polisakarida ini terdiri atas selulosa,
hemiselulosa, dan pektin. Dinding sel dibentuk oleh diktiosom. Dinding sel
bersama-sama dengan vakuola berperan dalam turgiditas sel atau kekakuan sel
(Purnomo, dkk, 2009).
2. Vakuola
Vakuola
atau rongga sel ialah organel sitoplasmik yang berisi cairan dan dibatasi
membran yang mungkin identik dengan membran sel. Sel tumbuhan muda memiliki
banyak vakuola kecil-kecil. Semakin dewasa jumlah vakuola berkurang, tetapi
ukuran membesar. Sel-sel tumbuhan yang memiliki vakuola besar biasanya adalah
sel-sel parenkim dan kolenkim. Vakuola tersebut dibatasi oleh membran yang
disebut tonoplas. Sel dewasa hanya memiliki satu vakuola tengah berukuran besar
dikelilingi membran tonoplas yang bersifat diferensial permeabel. Vakuola
tengah terbentuk sebagai akibat pertumbuhan dinding sel yang lebih cepat
daripada pertumbuhan sitoplasma. Vakuola tengah ini berisi cairan (getah sel)
yang berupa larutan pekat, kaya mineral, gula, O2, asam organik, CO3,
pigmen, enzim, dan sisa-sisa metabolisme. Vakuola mempunyai beberapa fungsi
sebagai berikut (Purnomo, dkk, 2009).
a) Tempat
penimbunan sisa metabolisme dan metabolit sekunder seperti Ca-oksalat, tanin,
getah karet, dan alkaloid.
b) Tempat
menyimpan zat makanan seperti amilum dan gula.
c) Memasukkan
air melalui tonoplas untuk membangun turgiditas sel yang bekerja sama dengan
dinding sel.
d) Menyimpan
pigmen, misalnya vakuola pada sel-sel mahkota bunga mengandung pigmen warna.
e) Menyimpan
minyak atsiri misalnya kayu putih, pepermin, dan aroma harum pada bunga.
3. Plastida
Salah
satu organel yang khas pada tumbuhan adalah plastida. Plastida merupakan
organel menyerupai kantung yang dibatasi oleh dua lapis membran. Plastida
terdapat beberapa macam, yaitu kloroplas, kromoplas, dan leukoplas. Ketiganya
dibedakan berdasarkan pigmen yang dikandungnya. Kloroplas memiliki
pigmen-pigmen fotosintesis, di antaranya klorofil (zat hijau daun) dan
karotenoid (zat warna kuning atau oranye). Pigmen-pigmen tersebut berperan
penting dalam proses fotosintesis, yaitu sebagai penangkap gelombang cahaya
(Ariebowo dan Fictor, 2009).
D. Sel
Epitel Mukosa
Epitel mukosa mulut termasuk dalam
epithelium skuamosa simpel, adalah lapisan tunggal sel gepeng dengan nukleus
sentral seperti lempengan. Distribusi epithelium skuamosa simpel terdapat pada
area (Setyobudi, 2015):
1. Melapisi
pembuluh darah dan pembuluh limfe (endothelium).
2. Melapisi
rongga tubuh (mesotelium).
3. Saluran
terkecil dari banyak kelenjar.
4. Bagian
tubulus ginjal.
5. Duktus
terminal dan kantong udara pada sistem respirasi.
Sel-sel
epitel mukosa mulut terdiri dari empat lapisan berturut-turut dari yang paling
dalam ke permukaan yaitu lapisan germinativum/basalis, lapisan spinosum,
lapisan granulosum dan lapisan corneum (Ramdhini dan Nurhasanah, 2016).
1. Stratum
basalis terdiri dari selapis sel berbentuk kubus yang berbatasan dengan lamina
propia dan mengandung sel-sel induk yang secara kontinyu bermitosis dan anak
selnya dikirimkan ke lapisan yang lebih superfisial.
2. Stratum
spinosum terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk bulat atau oval dan
mempunyai karakteristik sel yang mulai matang.
3. Stratum
granulosum terdiri dari beberapa lapis sel yang lebih gepeng dan lebih matang
dari stratum spinosum dan mengandung banyak granula keratohyalin yang merupakan
bakal sel keratin.
4. Stratum
corneum terdiri dari selapis atau berlapis-lapis sel (tergantung region)
berbentuk pipih yang tidak berstruktur dan tidak mempunyai inti sel.
Mukosa
mulut dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu mukosa pengunyahan, mukosa
penutup dan mukosa khusus (Dafrosa, 2015).
1. Mukosa
pengunyahan terdapat di region rongga mulut yang menerima tekanan kunyah
seperti gusi dan palatum durum. Jaringan epitelnya parakeratinised (mempunyai
lapisan keratin tipis yang beberapa selnya da yang masih memiliki inti sel yang
tidak sempurna).
2. Mukosa
penutup terdapat pada dasar mulut, permukaan inferior lidah, permukaan dalam
bibir dan pipi, palatum molle dan mukosa alveolaris kecuali gusi. Tipe
epitelnya nonkeratinised (tidak memiliki lapisan keratin).
3. Mukosa
khusus terdapat pada dorsum lidah, tipe epitelnya ortokeratinised (memiliki
lapisan keratin yang tebal yang terdiri dari sel-sel yang sudah tidak berinti).
E. Metode
Supravital
Metode
supravital adalah suatu metode untuk mendapatkan sediaan dari sel atau jaringan
yang hidup. Sel-sel yang hidup juga dapat menyerap warna. Zat warna yang biasa
dipakai untuk pewarnaan supravital adalah janus
green, neutral red, atau methylene blue dengan kosentrasi
tertentu. Preparat supravital merupakan preparat yang bersifat sementara
sehingga harus segera diamati setelah pembuatan. Pengamatan terhadap epithelium
ini akan nampak inti dari sel-sel yang teramati (Satria, 2014).
BAB III
METODE KERJA
METODE KERJA
A. Pra
Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap pra analitik ialah sebagai berikut :
1. Gunakan
alat pelindung diri (APD).
2. Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Alat-alat
yang akan digunakan ialah sebagai berikut :
a. Object Glass
b. Mikroskop
c. Tusuk
Gigi
d. Pipet
tetes
e. Silet
4. Bahan-bahan
yang digunakan ialah sebagai berikut :
a. Mukosa
pipi
b. Bawang
merah
c. Aquadest
d. Methylene blue
B. Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap analitik ialah sebagai berikut :
1. Siapkan
2 buah object glass.
2. Dengan
tusuk gigi, diambil sampel mukosa pipi dan oleskan pada object glass pertama.
3. Dengan
silet, diambil sampel selaput bawang dan tempelkan pada object glass kedua.
4. Teteskan
methylene blue pada preparat pertama dan teteskan aquadest pada preparat kedua.
5. Lakukan
pengamatan terhadap kedua preparat tersebut dibawah pembesaran mikroskop 10
sampai 40x pembesaran.
C. Pasca
Analitik
Adapun
langkah kerja pada tahap pasca analitik ialah sebagai berikut :
1. Baca
hasil pengamatan.
2. Interpretasikan
persamaan dan perbedaan kedua preparat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan
pengamatan preparat sitologi, hasil yang dapat diperoleh ialah sebagai berikut
:
Preparat
|
Gambar
|
Sel Mukosa Pipi
|
|
Sel Bawang Merah
|
|
Keterangan :
1. Membran plasma
2. Sitoplasma
3. Nukleus
|
Tabel IV.I
Hasil Pengamatan
|
B. Pembahasan
Sel merupakan suatu unit struktural dan
fungsional terkecil dari makhluk hidup. Sel dikatakan struktural terkecil
karena sel memiliki bagian-bagian yang terstruktur. Sedangkan dikatakan
fungsional karena sel dapat melakukan aktivitas untuk menunjang proses
kehidupan di dalam sel itu sendiri. Pada dasarnya, baik itu sel hewan maupun sel
tumbuhan akan terdiri atas tiga bagian utama yaitu membran plasma (membran
sel), sitoplasma (cairan sel) dan nukleus (inti sel).
Sel-sel yang
memiliki bentuk serta fungsi yang sama akan membentuk jaringan. Salah satu
contohnya ialah jaringan epitel. Menurut Ariebowo dan Fictor (2009) jaringan
epitel merupakan lapisan sel yang menyelimuti dan melapisi permukaan luar organ
dalam (endotelium), bagian dalam
rongga (mesotelium), dan permukaan
paling luar dari tubuh (epidermis).
Berdasarkan teori penunjang tersebut dapat dipastikan bahwa fungsi utama
jaringan epitel ialah sebagai pelindung. Begitu pula dengan membran mukosa.
Membran mukosa merupakan salah satu bentuk garis pertahanan tubuh dari invasi
mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan penjelasan Bakhtiar (2009) bahwa membran
mukosa melapisi saluran pencernaan, saluran respirasi, saluran kelamin dan
saluran ekskresi. Sama seperti kulit, membran mukosa tidak dapat ditembus oleh
bakteri dan virus karena antara satu membran dan membran lain sangat rapat. Selain
itu, membran mukosa juga melawan bakteri dengan pertahanan kimiawi.
Membran
mukosa tersusun atas sel-sel epitel yang tersusun sangat rapat, oleh karena itu
pada kesempatan kali ini akan dilakukan praktikum untuk mengidentifikasi dan
mengamati adanya sel-sel epitel serta membandingkannya dengan sel bawang merah.
Sel epitel mukosa pipi mewakili sel hewan dan sel bawang merah mewakili sel
tumbuhan. Metode yang akan digunakan ialah metode supravital yaitu metode yang
cocok digunakan dalam mengamati sel atau jaringan yang masih dalam keadaan
hidup karena di dalam penerapannya mengggunakan zat warna methylene blue yang mampu membedakan bagian-bagian sel.. Hal ini
dijelaskan oleh Satria (2014) bahwa pewarnaan dengan zat warna methylene blue dapat mewarnai sel epitelium
mukosa mulut dengan kontras, sehingga dapat dibedakan antara inti sel dengan
bagian lain seperti sitoplasma.
Langkah kerja
dalam melakukan pembuatan preparat sitologi ialah dengan menyiapkan dua object glass yang bersih. Masing-masing object glass akan diberikan satu objek
pengamatan, yaitu pengamatan sel dari mukosa pipi yang dibandingkan dengan sel
bawang merah. Dengan menggunakan tusuk gigi, sel mukosa akan diambil dan diratakan
pada object glass dan tetesi dengan methylene blue. Dengan silet, bawang merah diambil selaputnya dan
ditempelkan pada object glass yang
selanjutnya ditetesi oleh aquadest. Kedua preparat ditutup dengan deck glass kemudian dilakukan pengamatan
terhadap keduanya dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10 sampai dengan
40 kali pembesaran.
Dari hasil yang diperoleh, kedua prepaprat tersebut terdapat
persamaan dan perbedaan. Persamaan antara sel mukosa pipih dan sel bawang merah
ialah terdiri atas tiga bagian yaitu membran plasma, sitoplasma dan nukleus. Fungsi
membran plasma menurut Ariebowo dan Fictor (2009) sebagai
pelindung, yaitu melindungi agar isi sel tidak keluar. Fungsi sitoplasma menurut
Diastuti (2009) fungsi utama kehidupan berlangsung di sitoplasma. Hampir semua
kegiatan metabolisme berlangsung di dalam ruangan berisi cairan kental ini. Dan
fungsi nukleus menurut Diastuti (2009) yaitu mengatur semua aktivitas
(kegiatan) sel, karena di dalam inti sel terdapat kromosom yang berisi DNA
untuk mengatur sintesis protein.
Perbedaan yang ditemukan ialah perbedaan bentuk sel.
Pada preparat pertama (mukosa), sel-sel epitel yang menyusunnya ialah berbentuk
bulat atau lonjong. Sedangkan pada preparat bawang merah, bentuknya menyerupai
heksagonal memanjang dan bentuk semuanya sama tersusun rapi. Perbedaan bentuk
antara sel mukosa pipi dengan sel bawang merah dikarenakan pada sel tumbuhan memiliki
bagian sel berupa dinding sel sedangkan sel mukosa tidak memiliki dinding sel.
Menurut Purnomo, dkk (2009) dinding sel merupakan
bagian terluar sel tumbuhan. Dinding sel ini bersifat kaku dan tersusun atas
polisakarida. Selain itu, menurut Utami, dkk (2012) sel mukosa pipi tidak
mempunyai dinding sel sehingga mempunyai bentuk yang tidak tetap dan mudah
berubah-ubah bentuknya. Berdasarkan teori penunjang tersebut, dapat dipastikan
bahwa struktur dinding sel yang kaku pada sel tumbuhan menyebabkan sel tumbuhan
tidak dapat berubah menjadi bentuk yang lain. Lain halnya dengan sel yang tidak
memiliki dinding sel sehingga bentuk sel tidak beraturan.
BAB V
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang
diperoleh dari laporan kali ini ialah :
1.
Kemampuan
untuk membuat dan menyediakan preparat mukosa pipi secara supravital merupakan
suatu keterampilan pembuatan preparat awetan sitologi sementara yang nantinya
akan berguna penerpaannya dalam dunia kerja.
2.
Persamaan
yang diperoleh antara sel mukosa pipi dan sel bawang merah ialah selnya
tersusun atas membran plasma, sitoplasma dan nukleus. Sedangkan perbedaan
antara keduanya ialah bentuk sel mukosa pipi memiliki bentuk yang tidak
beraturan dan bentuk sel bawang merah yang teratur.
B.
Saran
Saran
yang dapat disampaikan oleh praktikan ialah untuk perlu adanya pengadaan
kembali alat mikroskop. Hal ini diutarakan karena pada saat dilakukan praktikum
sebagian besar fokus lensa pada mikroskop sudah tidak baik. Sehingga membuat
pengamatan sulit untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariebowo
Moekti, Fictor Ferdinand P. 2009. Praktis
Belajar Biologi : Untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program
Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan : Jakarta
Bakhtiar,
Suaha. 2009. Biologi : Untuk SMA dan MA
Kelas XI. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Dafrosa, Litayani. 2015. Pembuatan Preparat Supravital Epitelium
Mukosa Mulut. Universitas Negeri Semarang. Jawa Timur
Diastuti,
Reni. 2009. Biologi 2 : Untuk SMA/MA
Kelas XI. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan : Jakarta
Hanum,
Eva L., Widi P., Tintin A., Ida H., Riana Y., dan Dian P. 2009. Biologi 2 Kelas XI SMA dan MA. Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan : Jakarta
Kistinnah,
Idun dan Endang Sri Lestari. 2009. Biologi
Makhluk Hidup dan Lingkungannya : Untuk SMA/MA Kelas XI. Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Purnomo., Sudjino., Trijoko., dan Suwarno H. 2009. Biologi Kelas XI : Untuk SMA dan MA. Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Rachmawati,
F., Nurul U., dan Ari W. 2009. Biologi :
Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan :
Jakarta
Ramdhini, Rizki N., dan Nurhasanah.
2016. Struktur Epitel Mukosa Mulut. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah Pringsewu Lampung. Lampung
Satria,
Arif Bayu. 2014. Preparat Supravital Epitelium
Mukosa Mulut. Universitas Negeri Semarang. Jawa Timur
Setyobudi, Elita Anggraini. 2015. Pembuatan Preparat Supravital Epitelium
Mukosa Mulut. Universitas Negeri Semarang. Jawa Timur
Utami, A. R., Nurkholis A. P., Nabila P.
M. D., Citra K., dan Putri S. D. 2012. Mengamati
Sel Epithelium Pipi Manusia. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jakarta
LAMPIRAN
Sel Mukosa Pipi
|
Sel Bawang Merah
|
0 Response to "LAPORAN Preparat Sitologi Mukosa Pipi Metode Supravital"
Post a Comment