LAPORAN TITRASI ASAM BASA
Related
DOWNLOAD FILE DISINI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia farmasi dikenal istilah analisis kimia, analisis ini dapat
meliputi analisa senyawa obat, analisa kandungan kimia obat dan berbagai macam
analisa lainnya. Untuk menentukan kadar dari suatu zat diperlukan beberapa
metode analisis diantaranya analisis menggunakan titrasi.
Titrasi merupakan suatu metoda
untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah
dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi
yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi
asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi
yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya
dibahas tentang titrasi asam basa). Zat
yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan
di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut
sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun
titrant biasanya berupa larutan. Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi
alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan
metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik
analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel dengan pengukuran
volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan
kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang diketahui dari perubahan
warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan
persamaan reaksi (Brady, J. E. 1998).
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk
menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan
reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui
disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat
habis bereaksi dengan disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir
titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna indicator. Metode titrimetri
dapat diklasifikasikan menurut beberapa metode bergantung dari aspek yang
ditonjolkan dari titrasi tersebut, yaitu berdasarkan macam reaksinya titrasi
asam basa, titrasi redoks, titrasi pengendapan, titrasi kompleksometri.
Berdasarkan titran yang dipakai asidimetri, alkalimetri, idiometri, nitrimetri,
dan permanganometri. Berdasarkan konsentrasi dari komponen zat uji; titrasi
makro, titrasi semi mikro, dan titrasi mikro. Berdasarkan cara penetapan titik
akhir titrasi; titrasi visual, titrasi elektrometri, titrasi fotometri. selain
hal diatas , berdasarkan pelarut yang digunakan dikenal titrasi bebas air
(titrasi non aqua). Sedangkan teknis pelaksanaanya dikenal pola titrasi balance
(Syukri, 1999).
Pada kenyataannya, jika suatu titer
dari zat yang kemurniannya tidak pasti, maka konsentrasi larutannya yang
didapat belum dapat dikatakan pasti. Oleh karena itu, untuk menyatakan
konsentrasi dengan sampai empat angka berarti, maka larutan tersebuit dapat
dibakukan. Dari penjelasan diatas maka akan dilakukan praktikum titrasi asam
basa dengan menggunakan baku NaOH serta sampe asam oksalatat dan asam cuka.
I.2
Maksud dan Tujuan Praktikum
I.2.1
Maksud Praktikum
Adapun maksud kami melakukan praktikum ini
adalah :
1. Mengetahui
dan mempelajari tehnik titrasi asam basa
2. Mengetahui
dan mempelajari cara penentuan kadar dan konsentrasi larutan asam dan larutan
basa
I.2.2
Tujuan Praktikum
Adapun
tujuan kami melakukan praktikum ini adalah :
1. Menentukan
kadar dan konsentrasi larutan asam dengan larutan basa yang telah diketahui konsentrasinya
dan sebaliknya
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Teori
Umum
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel
yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun dalam
suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai
beberapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain,
analisis kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam
sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan yaitu
analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu
sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan
hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan
pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar disebut
analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah suatu
larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis
asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar,
analisis tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. Istilah analisis titrametri
mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume
suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk
bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan
dengan kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan
standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang
digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu digunakan orang
analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan analisiss titrimetri,
karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi,
sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran
volume, seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang
diketahui itu disebut titran, dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat
(Khopkar, 1990).
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi.
Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan
larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam
basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi
penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi
volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi
(Syukri, 1999).
Proses penentuan konsentrasi
suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi. Suatu
larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel
zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan
yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut
standar primer. Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri
apabila memenuhi persyaratan berikut:
1.
Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu
yang tidak terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui
dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti dalam reaktan.
3.
Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar
(Sukmariah, 1990).
2.2
Jenis-Jenis
Titrasi Asam Basa
Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi
asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang diketahui adalah konsentrasi basanya.
Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:
1. Titrasi asam dengan basa kuat
Diakhir titrasi akan terbentuk garam
yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.


2. Titrasi asam lemah dan basa kuat
Pada akhir titrasi terbentuk garam yang
berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misalnya asam asetat dengan NaOH.


3. Titrasi basa lemah dan asam kuat
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam
yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.


4. Titrasi asam lemah dan basa lemah
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam
yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.
Misalnya : asam asetat dan NH4OH


2.3
Syarat Larutan Baku Titrasi
Zat yang digunakan untuk larutan standar
primer, harus memenuhi persyaratan berikut:
1. Mudah
diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak
higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air, tidak menyerap CO2
pada waktu penimbangan
Larutan yang mempunyai
konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan untuk
reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut
dalam suatu volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat
diketahui dengan tepat dari hubungan dasar berikut ini
Mol = liter x konsentrasi molar atau Mmol = ml x konsentrasi molar
Perhitungan-perhitungan
stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui molaritasnya bahkan lebih sederhana
lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan bereaksi dengan tepat
satu sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama. Dalam
hubungan ini, kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama,
demikian juga kedua volume . Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan
satuan kemolaran (M), maka rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu
kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan valensi (n) asam atau basa dengan
kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan kemolaran adalah membagi
kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Dengan rumus :
VA . MA . nA =
VB . MB . nB
Keterangan
:
VA = Volume sebelum pengenceran
MA = Molaritas sebelum pengenceran
VB = Volume setelah pengenceran
MB = Molaritas
setelah pengenceran
nA = Valensi asam
nB = Valensi basa (Keenan, 1991).
2.4
Prinsip
Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa
sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (
artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini
disebut sebagai “titik ekuivalen” Pada saat titik ekuivalent ini maka proses
titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk
mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam
basa.
1. Memakai pH meter untuk
memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara
pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari
kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant
sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam
titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga
tiga tetes
2.5
Indikator Titrasi
Pada
umumnya, indikator yang kerap digunakan dalam titrasi asam-basa adalah
indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH larutan. Penambahan
indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Indikator asam basa adalah asam lemah atau basa lemah (senyawa organik). Yang
di dalam larutannya warna molekul-molekulnya berbeda dengan warna ion-ionnya. Zat
indikator dapat berubah asam atau basa yang larut, stabil dan menunjukkan perubahan
waarna yang kuat. (Khopkar, 1990).

2.6 UraianBahan
2.6.1 Air suling(Farmakope Indonesia
III, 1979)
Namaresmi : Aqua Destillata
Nama Lain : Air suling, Aquadest
RM/BM : H2O/18,02


O
Pemerian : Cairanjernih, tidakberwarna,
tidakberasa, tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam semua komponen senyawa
Kegunaan : Sebagaipelarut
Penyimpanan : Dalamwadahtertutupbaik
2.6.2 Natrium
Hidroksida (Farmakope Indonesia III, 1979)
NamaResmi : NatriiHydoxdum
Nama Lain : NatriumHidroksida
RM / BM : NaOH / 40,00

Pemerian : Butiran, keras, rapuh, putih,
meleleh, alkalis dankorosif
Kelarutan : Sangatmudahlarutdalam air danetanol (95%).
Kegunaan : Zattambahan
Penyimpanan : Dalamwadahtertutupbaik
2.6.3 Asam
Asetat (Farmakope
Indonesia III,
1979)
Nama Resmi : Acidum Aceticum
Glaciale
Nama Lain : Asam asetat glacial
RM/BM : C2H3O2
/ 60,05

Pemerian : Cairan jernih,
tidak berwarna, bau khas, tajam, jika diencerkan
dengan air, rasa asam
Kelarutan : Dapat campur
dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan gliserol P
Kegunaan : Zat Tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
rapat
2.6.4 Asam Oksalat (Farmakope Indonesia
III, 1979)
Nama Resmi : Oxalic
Acid
Nama Lain : Asamoksalat
RM/BM : C2H2O4/2H2O

Pemerian : Hablur, tidakberwarna .
Kelarutan :Larutdalam
air danetanol
Kegunaan : Sebagaizattambahan
Penyimpanan :Dalamwadahtertutuprapat
2.6.5 Indikator Fenoftalein (Farmakope Indonesia
III, 1979)
Nama Resmi : Fenolftalein
Nama Lain : Fenolftalein,
Indikator PP
RM / BM : C20H14O4
/ 318,33

Pemerian : Serbuk hablur
putih atau putih kekuningan lemah, tidak berbau,
stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak
larut dalam air, larut dalam etanol
Kegunaan : Zat tambahan,
indikator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
rapat
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Buret
2. Statif &
Klem
3. Batangpengaduk
4. Timbangan/Neracaanalitik
5. Gelaskimia
6. Labutakar
7. Corong
8. Kacaarloji
9. Erlenmeyer
10.
Gelasukur
11.
Pipet tetes
3.1.2 Bahan
1. Aquadestv
2. AsamCuka 15%
3. AsamOksalat 0,1 N
4. IndikatorFenolftalein
5. Natrium Hidroksida 0,1 N
3.1.3
ProsedurKerja
1.
Pembuatan
Larutan Baku Primer Asam Oksalat 0,1 N
a)
Ditimbang dengan teliti asam oksalat sebanyak 6,3035 gram
b)
Dilarutkan dalam aquadest hingga mencapai 100 mL
c)
Ditentukan konsentrasi larutan 0,1 N
2.
Penentuan
Konsentrasi NaOH dengan Larutan Baku Asam Oksalat
a)
Dibilas buret bersih dengan larutan NaOH yang akan
dipakai, lalu diisi dengan larutan NaOH
b)
Dipipet sebanyak 25 mL larutan baku asam oksalat dan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, dan ditambahkan 3 tetes indikator
fenoftalein
c)
Dicatat kolom dalam buret, kemudian diteteskan NaOH dari
buret ke dalam larutan asam dengan hati-hati sampai terjadi perubahan warna
d)
Dicatat keadaan akhir buret dan jumlah mL NaOH yang
dipakai, yaitu selisih keadaan semua dengan keadaan akhir buret
e)
Ditentukan konsentrasi NaOH
3.
Penentuan Asam
Asetat Dalam Cuka
a) Dimasukkan
kira-kira 5 mL cuplikan cuka
b) Dituangkan
cuplikan semuanya ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan aquadest,
diaduk hingga homogen
c) Dipipet 25 mL
larutan tersebut, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator fenoftalein
d) Dititrasi
dengan larutan baku NaOH sampai timbul warna merah jingga
e) Dilakukan
titrasi ini secara duplo
f) Dihitung %
berat asam asetat dalam cuplikan. Hasil titrasi duplo bisa berbeda-beda
kira-kira dua bagian perseribu
BAB
IV
HASIL
PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
A.
Titrasi NaOH dengan Asam Oksalat
NO
|
Volume
NaOH yang dibutuhkan
|
Volume
Asam okslaat
|
Indikator
|
Rata-Rata
|
Warna
sebelum titrasi
|
Warna
setelah titrasi
|
1
|
27.2 mL
|
25 mL
|
PP
|
27,2 mL
|
Bening
|
Ungu
|
B.
Titrasi NaOH dengan Asam cuka
NO
|
Volume Asam
Cuka
|
Volume NaOH
pada yang dibutuhkan
|
Indikator
|
Rata-Rata
|
Warna
sebelum titrasi
|
Warna
setelah titrasi
|
|
I
|
II
|
||||||
1
|
25 mL
|
4,1 mL
|
4,4 Ml
|
PP
|
4,25 mL
|
Bening
|
Ungu
|
4.2 Perhitungan
A.
Pembuatan Larutan Baku Primer Asam
Oksalat 0,1 N
- Pengenceran Asam Oksalat sebanyak
6,3035 gram dalam 100 Ml
Perhitungannya : Asam Oksalat BM = 126,070
BE =
= 63,035

Konsentrasi larutan
=
X 1 = 0,1 N

B.
Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Pengenceran NaOH sebanyak 4 gram dalam 100 ml
Perhitungannya : BE = 40
N = Gram : BE x
V
Gram = N. V. BE
Gram = 0,1. 1. 40 =
4gr
C.
.
Perhitungan Konsentrasi NaOH dengan larutan Asam Oksalat
Volume NaOH yang digunakan yaitu 27,2 ml
Menentukan konsentrasi NaOH :
N1 × V1 = N2 ×
V2
N1 × 50 =
0,1× 27,2
N1 =
= 0,0544
M

D.
Perhitungan
Konsentrasi asam asetat dalam cuka
Rata-rata :
4,1 mL + 4,4 mL =
= 4,25

Maka Volume NaOH yang digunakan
yaitu 4,25 ml
Menentukan konsentrasi :
N1 × V1 = N2 ×
V2
N1 × 50 = 0,1 ×
4,25
N1 =
= 0,0085 M

BAB
V
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini akan dilakukan titrasi
asam basa, titrasi ini merupakan suatu metode analisis kuantitaf untuk
mengatahui kadar dalam suatu larutan dengan menggunakan larutan lain yang telah
diketahui konsentrasinya, penentuaan ini didasarkan pada reaksi penetralan dan
titik akhir titrasi serta titik ekuivalen
5.1
Pembuatan Larutan Baku Asam Oksalat 0,1
N
Sebelum masuk pada proses titrasi
terlebih dahulu dibuat larutan baku asam oksalat, sediaan asam oksalat berupa
serbuk kering. Langkah awal yang dilakukan yaitu menimbang 6,305gr serbuk asam
oksalat menggunakan neraca analitik, kemudian serbuk asam oksalat dilarutkan
dalam 100 ml aquades dan diaduk hingga homogen, maka didapatkan larutan asam
oksalat 0,1 N.
5.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Larutan NaOH merupakan larutan yang akan
dijadikan titer dalam titrasi, sediaan NaOH yang tersedia dalam bentuk Kristal,
maka akan dibuat larutan NaOH 0,1 N. Langkah awal yaitu menghitung berapa
banyak Kristal NaOH yang akan ditimbang, dari hasil perhitungan didapatkan 8gr
untuk 200ml aquades kemudian dilakukan penimbangan 8gr Kristal NaOH menggunakan
neraca analitik, setelah ditimbang kemudian dilarutkan dalam 200ml aquades dan
diaduk hingga homogen, maka didapatkan larutan NaOH 0,1 N
5.3 Penentuan Konsentrasi NaOH dengan Larutan
Baku Asam Oksalat
Percobaan
pertama yang dilakukan yaitu titrasi menggunakan larutan NaOH sebagai titran
dan larutan asam oksalat sebagai titrat. Selanjutnya akan dilakukan titrasi,
langkah awal yaitu meyusun rangkaian alat titrasi yang terdiri dari buret,
Erlenmeyer dan statif klem. Setelah selesai dirangkai dibilas buret menggunakan
larutan NaOH tujuan pembilasan ini agar konsentrasi larutan tidak akan berubah.
Sebelum titrasi, perlu diperhatikan
kondisi buret dengan larutan titran dan memeriksa bahwa buret mengalir bebas.
Untuk kondisi buret, bilas sehingga semua permukaan yang ada dilapisi dengan
larutan, lalu tiriskan. Pembilasan dua atau tiga kali akan memastikan bahwa
konsentrasi titran tidak diubah oleh setetes air yang tertinggal (Syukri, 1999).
Kemudian dimasukkan NaOH sebanyak 50 ml
kedalam buret, larutan ini akan digunakan sebagai titran. Selanjutnya pada
Erlenmeyer dimasukkan 25 ml larutan asam oksalat, sebelum melakukan titrasi
pada larutan titrat ditambahkan indikator PP, tujuan penambahan indikator PP
yaitu untuk menghasilkan warna (titik ekuivalen) ketika larutan titrat dan
titrat tepat habis bereaksi.
Titik ekuivalen merupakan acuan untuk
mengetahui bahwa proses titrasi larutan asam dan basa telah bereaksi sempurna,
pada titik ekuivalen akan terjadi perubahan warna yang berbeda dengan keadaan
sebelum proses titrasi asam basa (Keenam, 2000)
Kemudian dilakukan titrasi dengan membuka
kran buret secara perlahan-lahan, hal ini dilakukan secara hati-hati agar tidak
terjadi kesalahan pada saat titrasi, setelah larutan NaOH mulai menetes diamati
titik ekuivalen hingga terjadi perubahan warna dan dihentikan titrasi dengan
menutup kembali kran buret, dari hasil yang didapatkan tejadi perubahan warna
larutan menjadi ungu dengan volume titran yang dibutuhkan yaitu 27,2 ml. Hal
ini mengindikasikan bahwa larutan asam oksalat 25 ml tepat habis bereaksi
dengan menggunakan larutan NaOH sebanyak 27,2 ml yang ditandai dengan
terjadinya perubahan warna.
Reaksi yang terjadi antara NaOH dan Asam Oksalat yaitu :


Selanjutnya akan dilakukan perhitungan
konsentrasi dengan memasukkan volume yang didapatkan dari proses titrasi, dari
hasil perhitungan didapatkan konsentrasi NaOH adalah 0,0544 M.
5.4
Penentuan Asam asetat dalam Cuka
Titrasi
ini menggunakan larutan NaOH dan asam cuka, larutan NaOH yang dipakai yaitu 0,1
N dan larutan cuka yang dipakai adalah sediaan pasaran dengan konsentrasi 15%,
langkah pertama yang dilakukan yaitu mengencerkan larutan asam cuka 5 ml dengan
100 ml aquades, pengenceran ini dilakukan untuk mengurangi konsentrasi asam
cuka didalam kemasan pabrik, maka digunakan NaOH sebagai titran dan larutan
cuka sebagai titrat.
Dalam
prosedur titrasi asam basa, penggunaan larutan harus berbeda, hal ini meliputi jika
larutan asam sebagai titrat maka penggunaan larutan titran haruslah bersifat
basa dan jika larutan basa sebagai titrat maka digunakan larutan asam sebagai
titran untuk dapat mencapai penetralan reaksi (Khopkar,
1990)
Setelah larutan titrat dan titrat
dipersiapkan, selanjutnya akan dilakukan titrasi, pada buret dimasukkan larutan
NaOH sebanyak 50 ml dan pada Erlenmeyer sebagai titrat dimasukkan 25 ml larutan
asam cuka, sebelum melakukan titrasi pada larutan asam cuka ditambahkan
indikator PP sebanyak 3 tetes, kemudian titrasi dimulai dengan membuka kran
buret secara hati-hati sehingga larutan NaOH dapat menetes, pada saat ini
Erlenmeyer digoyang agar larutan dapat bercampur rata, setelah terjadi
perubahan warna titrasi dihentikan dengan menutup kran buret.
Dari hasil yang didapatkan titik ekuivalen
hingga terjadi perubahan warna dibutuhkan volume larutan NaOH sebanyak 4,1 ml
dengan indikator fenoftalein terjadi perubahan warna menjadi ungu, karena
semakin basa maka warna yang ditimbulkan semakin ungu.
Fenolftalein tidak akan berwarna
(bening) dalam keadaan zat yang asam atau netral, namun akan berwarna kemerahan
dalam keadaan zat yang basa. Tepatnya pada titik pH di bawah 8,3 fenolftalein
tidak berwarna, namun jika mulai melewati 8,3 maka warna ungu muda yang semakin
keunguan akan muncul, semakin basa maka warna yang ditimbulkan akan semakin
ungu (Brady, J. E).
Selanjutnya akan dilakukan duplo, tujuan
penggunaan duplo ini untuk mendapatkan hasil yang akurat dibandingkan hanya
menggunakan satu kali titrasi, proses duplo ini sama halnya dengan proses
pertama yaitu melakukan titrasi NaOH dan asam cuka, dari hasil yang didapatkan
terjadi perubahan warna menjadi ungu dengan volume NaOH yang dibutuhkan yaitu
4,4 ml, maka hasil dari titrasi pertama dan titrasi duplo dirata-ratakan
mendapatkan hasil 4,25ml.
Reaksi antara NaOH dan Asam Cuka :


Selanjutnya
akan dilakukan perhitungan konsentrasi dengan memasukkan nilai volume yang
didapatkan dari proses titrasi, dari hasil perhitungan didapatkan konsentrasi
NaOH adalah 0,0085
M.
Beberapa
kesalahan yang terjadi pada proses praktikum yaitu pada saat titrasi praktikan
tidak memperhatikan ketika terjadi perubahan warna, seharusnya pada saat
terjadi perubahan warna kran pada buret segera ditutup, sehingga hal ini
mempengaruhi terhadap jumlah volume NaOH yang dibutuhkan untuk tepat habis
bereaksi dengan asam cuka maupun asam oksalat. Maka praktikan diharuskan
melakukan duplo pada proses titrasi, hal ini bertujuan agar didapatkan hasil
yang akurat ketika titrasi pertama terjadi kesalahan.
BAB
VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa titrasi merupakan analisa kuantitatif yang dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi dari suatu zat, dengan mereaksikan
larutan yang bersifat asam dan basa.
Pada percobaan titrasi asam
oksalat dengan menggunakan larutan NaOH, pada titik ekuivalen didapatkan volume 27,2 ml NaOH untuk dapat
menghasilkan perubahan warna menjadi ungu, penambahan indikator PP 3 tetes
dimaksudkan untuk menghasilkan warna ketika larutan titer dn titrat tepat habis
bereaksi, hasil konsentrasi NaOH yang didapatkan setelah perhitungan yaitu 0,0544 M
Pada percobaan titrasi asam cuka dengan
menggunakan larutan NaOH didapatkan hasil rata-rata dari proses duplo yaitu
4,25 ml untuk dapat mencapai titik ekuivalen titrasi, setelah dilakukan
perhtingan konsentrasi asam asetat didapatkan hasil 0,0085 M.
Kesalahan
yang dapat terjadi pada proses titrasi dapat mempengaruhi volume akhir yang
dibutuhkan untuk mendapatkan titik akhir titrasi.
6.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan asisten membimbing penuh pada
saat proses praktikum berlangsung, karena praktikan tidak ahli dalam
menanggulangi kesalahan yang mungkin terjadi pada saat praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Brady,
J. E. 1998. Kimia Universitas: Asas dan
Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Depkes
RI, Farmakope Edisi 3 1979, Jakarta
Keenan,
Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk
Universitas. Jakarta, Erlangga.
Khopkar,
S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukmariah.
1990. Kimia Kedokteran Edisi 2.
Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri.
1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.
0 Response to "LAPORAN TITRASI ASAM BASA"
Post a Comment