Lettori fissi

LAPORAN ZAT ADITIF

Related


DOWNLOAD FILE DISINI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Zat aditif atau biasa yang kita sebut dengan sebutan pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.
Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan.
Pengawet pada  produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan dan minuman yang serba praktis, tahan lama dan memiliki tampilan menarik. Solusi yang dilakukan industri pangan adalah menambahkan bahan pengawet agar kualitas produk meningkat dan tahan lama. Sebenarnya ada cara aman dan sehat dalam mengawetkan makanan, yaitu  mengawetkan makanan secara alami yang tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya untuk kesehatan tubuh manusia..  
Oleh karena itu pada praktikum ini akan dilakukan percobaan pengawetan makanan menggunakan gula.
1.2  Tujuan Praktikum
Mengetahui adanya kandungan zat aditif dalam sampel bahan makanan.
1.3  Manfaat Praktikum
Mahasiswa dapat  mengetahui tekhnik atau cara menentukan adanya kandungan zat aditif dalam bebrbagai bahan makanan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zat Aditif
              Zat aditif pada makanan atau juga disebut bahan tambahan makanan  menurut pengertian dari Departemen Kesehatan Republik adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai mkanan dan biasanya bukan merupakan ingreditas (komposisi) khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi padaa pembuatannya,  dan untuk  menghasilkan dan mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.  Zat aditif pada makanan  tersebut tidak boleh digunakan untuk menutupi kerusakan dari makanan.
2.2 Teknik Pengawatan Makanan
Pengawetan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Pengeringan secara penjemuran merupakan pengeringan alamiah dengan menggunakan sinar matahari langsung sebagai energi panas dan  memerlukan tempat yang luas, wadah penjemuran yang luas serta waktu yang lama dan mutu yang sangat bergantung dengan cuaca tetapi biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan. Teknik pengolahan dan pengawetan makanan yaitu dengan cara pengeringan.
Proses pengeringan merupakan proses pangan yang pertama dilakukan untuk mengawetkan makanan. Selain untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan, pengeringan pangan juga menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimpanan, karena dengan pengeringan bahan menjadi padat dan kering (Lestari, 2013).
Bahan pangan yang dikeringkan pada umumnya berubah warnanya menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi browning, baik enzimatik maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asam amino dan gula reduksi. Reaksi asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya.




















BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat
              Adapun alat yang digunakan adalah Gelas kimia, Mortal, Pipet, Erlenmeyer, Tabung reaksi, Rak tabung.
3.2 Bahan
              Dan bahan yang digunakan adalah  berupa KMnO4, Kunyit, Formalin, Boraks, Kertas  tumerik. Sampelnya adalah Mie dan Bakso.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Boraks (Na-Tetraborat)
              Metode Kunyit:
·      Buatlah kertas tumerik
·      Ambil beberapa potongan kunyit ukuran sedang,  kemudian tumbuk dan saring sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning
·      Celupkan kertas saring  kedalam cairan kunyit tersebut dan keringkan
·      Buat kertas yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan memasukan 3 gram boraks kedalam  gelas yang berisi air dan aduk larutan boraks.
·      Teteskan pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai  kontrol  positif
·      Tumbuk bahan yang akan diuji dan beri sedikit air
·      Teteskan air larutan dari bahan makanan  yang diuji tersebut pada kertas tumerik
·      Amati  perubahan warna apa yang terjadi pada kertas tumerik.
3.3.2 Formalin
Uji Kalium Permanganat:
·      Siapkan alat dan bahan
·      Buat larutan KMnO4 1M sebanyak 50 ml
·      Masukan 3 ml  larutan KMnO4 kedalam tabung reaksi
·      Masukan 1 gram sampel kedalam tabung reaksi tersebut
·      Amati perubahan yang terjadi.



















BAB IV
HASIL DAN  PEMBAHASAN
4.1 Hasil
              Dari  hasil pengamatan dapat disajikan sebagai berikut:
              Metode kunyit (boraks):
Sampel
Metode
Tabung

Hasil


Kontrol
Sampel

Mie
Kunyit
Kunyit dan boraks
Kunyit dan mie
+ (berubah      warna)
Bakso
Kunyit
Kunyit dan boraks
Kunyit dan bakso
-       (tidak berubah warna)

              Metode formalin:
Sampel
Metode
Tabung

Hasil


Kontrol
Sampel

Mie
KMnO4
KMnO4 + formalin
KMnO4 dan mie
+ (berubah      warna)
Bakso
KMnO4
KMnO4 + formalin
KMnO4 dan bakso
-       (tidak berubah warna)

4.2 Pembahasan
              Deteksi formalin dan boraks secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan kimia, yaitu melalui uji formalin dan boraks.Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan kesadaran dan pengetahuan bagi produsen dan konsumen tentang bahaya pemakaian bahan kimia yang bukan termasuk kategoribahan tambahan pangan. Selain itu, diperlukan sikap pemerintah yang lebih tegas dalam melarang penggunaan kedua jenis pengawet tersebut pada produk pangan. Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung membeli makanan berharga murah, tanpa mengindahkan kualitas.Dengan demikian, penggunaan formalin dan boraks pada mie dianggap hal biasa. Sulitnya membedakan mie biasa dan mie yang dibuat dengan penambahan formalin dan boraks, juga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku konsumen tersebut.

            Pada pengujian analisis zat aditif yang kami uji dilaboratorium kimia telah didapatkan makanan yang mengandung bahan pengawet. Dan sampel yang diuji adalah Mie-Bakso dengan reagen yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode kunyit (boraks),  kertas yang berisi sampel mie yang telah dihaluskan dan perasan kunyit dengan kontrol kertas yang  berisi boraks dan perasan kunyit dan hasil yang didapatkan (+) terjadi perubahan warna yang berarti sampel tersebut mengandung bahan pengawet boraks, dikarenakan kadar air mie basah tergolong tinggi sehingga daya awetnya rendah. Penyimpanan mie basah pada suhu kamar selama 40 jam menyebabkan tumbuhnya kapang. Untuk itu, dalam pembuatan mie basah diperlukan bahan pengawet agar mie bisa bertahan lebih lama. Sedangkan pada sampel bakso telah dilakukan uji yang sama dengan sampel mie akan tetapi hasil yang didapatkan (-) tidak terjadi perubahan warna yang berarti tidak mengandung bahan pengawet  seperti boraks.
              Sedangkan pada pengujian metode formalin langkah-langkahnya sama dengan metode kunyit (boraks) akan tetapi kontrol yang digunakan adalah formalin dan KMnO4. Pada pengujian ini telah didapatkan sampel mie mengandung bahan pengawet formalin dan juga bisa dilihat dari keadaan fisik mie tersebut susah dihaluskan kecuali dengan diblender, pengujian ini telah dibuktikan dengan menggunakan reagen pengontrol. Pada pengujian sampel kedua ini adalah bakso dengan menggunakan metode formalin dengan reagen yang sama dan hasil yang didapatkan adalah bakso tidak mengandung bahan pengawet formalin. Sehingga untuk sampel bakso masih layak dikonsumsi, sedangkan pada mie sudah tidak layak dikonsumsi.
              Mungkin karena faktor ketidaktahuan banyak produsen yang menggunakan formalin atau boraks sebagai pengawet. Selain memberikan daya awet, kedua bahan tersebut juga murah harganya dan dapat memperbaiki kualitas mie. Menurut beberapa produsen, penggunaan boraks pada pembuatan mie akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal. Sementara itu, penggunaan formalin akan menghasilkan mie yang lebih awet, yaitu dapat disimpan hingga 4 hari.


















BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
              Berdasarkan pengujian ini dapat disimpulkan mie pada pengujian dengan menggunakan metode kunyit (boraks) terdapat bahan pengawet yaitu mengandung borak, sedangkan bakso tidak mengandung boraks. Sama halnya dengan mie pada pengujian metode formalin terdapat bahan pengawet juga sedangkan bakso tidak mengandung formalin.
5.2 Saran
Saran yang saya dapat ajukan yaitu sebelum memulai praktikum, praktikan diharap untuk menguasai teori serta teknik pengujiannya.













DAFTAR PUSTAKA

















Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN ZAT ADITIF"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel