LAPORAN ANALISIS KADAR VITAMIN C
Related
DOWNLOAD DISINI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vitamin C atau asam askorbat adalah
komponen berharga dalam makanan karena berguna sebagai antioksidan dan
mengandung khasiat pengobatan (Sandra G.,1995). Vitamin C mudah diabsorpsi
secara aktif, tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila di konsumsi
mencapai 100 mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama
tiga bulan. Tanda-tanda skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh
tinggal 300 mg. Konsumsi melebihi taraf
kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin ( Almatsier., 2001).
Vitamin C pada umumnya hanya
terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah seperti jeruk, nenas,
rambutan, papaya, gandaria, tomat, dan bawang putih (Allium sativumL)
(Almatsier., 2001). Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler.Kolagen
merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian
dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat penting
peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi
prolin dan hidroksilisin.Penetapan kadar Vitamin C dalam suasana asam akan
mereduksi larutan dye membentuk larutan yang tidak berwarna. Apabila semua asam
askorbat sudah mereduksi larutan dye sedikit saja akan terlihat dengan
terjadinya perubahan warna (merah jambu).
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan
pangan. Diantaranya adalah metode titrasi dan metode spektrofotometri. Namun, pada
praktikum kali ini, metode yang digunakan adalah metode titrasai iodin.
1.2
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui
kadar Vitamin C.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin yang
tergolong vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin C sebagian besar
tergolong dari sayur-sayuran dan buah-buahan terutama buah-buahan segar. Asupan
gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang dianjurkan untuk
orang dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam individu yang berbeda
(Sweetman, 2005).
Asam
askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai
karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C dapat disintesis
dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian
besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam
askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk
teroksidasi). Oksidasi bolak-balik L-asam askorbat menjadi L-asam
dehidro askorbat terjadi apabila bersentuhan dengan tembaga, panas, atau
alkali (Akhilender, 2003).
2.2
Kegunaan Vitamin C bagi makanan dan tubuh
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di
dalam tubuh. Pertama, fungsi vitamin C adalah sebagai sintesis kolagen. Karena
vitamin C mempunyai kaitan yang sangat penting dalam pembentukan kolagen.
Karena vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi
hidroksiprolin yang merupakan bahan penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen
merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua
jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, gigi, membrane
kapiler, kulit dan tendon. Dengan demikian maka fungsi vitamin C dalam
kehidupan sehari-hari berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan
di bawah kulit dan perdarahan gusi. Asam askorbat penting untuk mengaktifkan
enzim prolil hidroksilase, yang menunjang tahap hidroksilasi dalam
pembentukan hidroksipolin, suatu unsure integral kolagen. Tanpa asam askorbat,
maka serabut kolagen yang terbentuk di semua jaringan tubuh menjadi cacat dan
lemah. Oleh sebab itu, vitamin ini penting untuk pertumbuhan dan kekurangan
serabut di jaringan subkutan, kartilago, tulang, dan gigi (Guyton, 2007).
Fungsi yang
kedua adalah absorbsi dan metabolisme besi, vitamin C mereduksi besi menjadi
feri dan menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah untuk diabsorbsi. Vitamin
C menghambat pembentukan hemosiderin yang sulit dibebaskan oleh besi
apabila diperlukan. Absorbsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali
lipat apabila terdapat vitamin C. Fungsi yang ketiga adalah mencegah infeksi,
Vitamin C berperan dalam meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Pauling (1970) pernah mendapat hadiah nobel dengan bukunya Vitamin C and the
common cold, di mana pauling mengemukakan bahwa dosis tinggi vitamin C
dapat mencegah dan menyembuhkan serangan flu (Pauling, 1970).
Penelitian menunjukkan bahwa vitamin C memegang
peranan penting dalam mencegah terjadinya aterosklerosis. Vitamin C
mempunyai hubungan dengan metabolisme kolesterol. Kekurangan vitamin C
menyebabkan peningkatan sintesis kolesterol. Peran Vitamin C dalam metabolism
kolesterol adalah melalui cara: 1) vitamin C meningkatkan laju kolesterol
dibuang dalam bentuk asam empedu, 2) vitamin C meningkatkan kadar HDL,
tingginya kadar HDL akan menurunkan resiko menderita penyakit aterosklerosis,
3) vitamin C dapat berfungsi sebagai pencahar sehingga dapat meningkatkan
pembuangan kotoran dan hal ini akan menurunkan pengabsorbsian kembali asam
empedu dan konversinya menjadi kolesterol (Khomsan, 2010).
2.3 Macam-Macam Analisa Vitamin C
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar
vitamin C pada suatu bahan pangan yaitu metode titrasi dan metode spektrofotometri.
a.
Metode Titrasi
1. Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan hasil yang lebih spesifik dari
titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat
atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin
C. Namun, metode ini jarang dilakukan karena harga dari larutan 2,6 dan
asam metafosfat sangat mahal (Wijanarko, 2002).
2. Titrasi
Asam-Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu, suatu cara atau
metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka
titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk menghitungnya kadar vitamin C
dari metode ini adalah dengan mol NaOH = mol asam Askorbat (Sastrohamidjojo,
2005).
3. Iodium
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak
memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai Iodium
sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai
indikatornya. (Wijanarko, 2002).
b.
Metode Spektrofotometri
Pada
metode ini, larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet yang
disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama dengan molekul pada
vitamin C yaitu 269 nm. Analisis menggunakan metode ini memiliki hasil yang
akurat. Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan (Sudarmaji, 2007).
2.4 Prinsip Analisa Titrasi Iodin
Metode ini paling banyak digunakan, karena
murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih.
titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan
memakai amilum sebagai indikatornya. (Wijanarko, 2002). Metode
titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu
larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett,
1994). Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi
harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak
stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 1981) Tembaga murni dapat
digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan dianjurkan
apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. (Day &
Underwood, 1981).
Dalam menggunakan metode iodometrik
kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N
cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya
sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat
pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari
kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks
iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodine. Dalam
beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksid yang kuat dapat dianalisis
dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan.
Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi
dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya.
BAB III
METODE
PRAKTIKUM
3.1 Alat
Adapun alat
yang digunakan adalah Neraca, Penangas
air, Buret, Pipet, Statif dan Klem, Spatula, Batang pengaduk, Corong, Gelas
kimia, Labu takar, Labu erlenmeyer, dan
Mortal.
3.2 Bahan
Dan bahan
yang digunakan adalah Amilum 1%, Iodin 0,001N, Aquades, serta sampelnya adalah
pil Vitamin C.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1
Penentuan Vitamin C
·
Ditimbang masing-masing bahan sebanyak 3 gr,
dihancurkan dengan mortal sampai diperoleh slury
·
Masing-masing slury tersebut ditimbang sebanyak 30
gram, lalu dimasukan kedalam labu takar 100 ml
·
Tambahkan aquades sampai tanda, setelah itu dokocok
·
Lalu disentrifuge untuk dipisahkan filtratnya
·
Diambil 15 ml filtrat dengan pipet kemudian dimasukan kedalam labu
erlenmeyer 125 ml dan tambahkan 2 ml
larutan amilu 1%
·
Titrasi bahan dengan larutan iodium 0,001N
·
Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan menjadi biru.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil pengamatan dapat disajikan sebagai
berikut:
Nama bahan dan pengujian
|
Pereaksi/reagen
|
Keterangan
|
Vit C
Penentuan Vit C
|
Vit C + Aquadest + 2 ml Amilum1%
+ Iodium 0,001N + berwarna biru.
|
Hasil titrasi terjadi perubahan
warna menjadi agak biru
|
Perhitungan:








4.2
Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan penetapan kadar vitamin C dengan metode
iodimetri. Iodimetri adalah titrasi langsung dan merupakan metode penentuan
atau penetapan kuantitatif yang dasar penentuannya adalah jumlah I2
yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel
dengan ion iodida. Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai
pentiternya. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor ,
sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan elektron),
maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun
(menangkap elektron). Dalam bidang farmasi penetapan ini dilakukan bertujuan
untuk mengetahui kadar yang terkandung di dalam suatu sediaan, apakah sudah
sesuai dengan aturan atau tidak.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah vitamin
C dengan merek vitacimin. Indikator yang digunakan adalah indikator kanji.
Kanji digunakan karena akan membentuk kompleks iod amilum yang berwarna biru
tua meskipun konsentrasi I2 sangat kecil dan molekul iod terikat
kuat pada permukaan beta amilosa seperti amilum. Indikator kanji yang digunakan
harus dalam keadaan panas agar mendapatkan hasil titrasi yang maksimal dan juga
karena kanji tidak dapat larut jika tidak dipanaskan. Tetapi, dalam
pemanasannya harus diperhatikan agar larutan kanji tersebut tidak berubah
menjadi encer.
Sebelum melakukan pentitrasian vitamin C yang telah
digerus dan diencerkan dengan sampel sebanyak 3 gram lalu dimasukan kedalam labu takar 100
ml. Hal ini dilakukan karena vitamin C yang telah
diencerkan dengan aquades, kadar keasamannya akan menurun, sehingga harus
ditambahkan dengan larutan asam agar vitamin C selalu berada dalam keadaan
asam, sebab jika tidak maka hasil titrasi tidak akan maksimal.
Kemudian larutan vitamin C dititrasi secara
perlahan-lahan dengan larutan iodium. Ketika akan mencapai batas akhir titrasi
larutan vitamin C terkadang menimbulkan warna biru akan tetapi warna biru
tersebut hilang lagi. Hal ini dikarenakan masih ada vitamin C yang belum
bereaksi dengan larutan iodium. Setelah beberapa saat maka didapatkanlah hasil
larutan yang berwarna biru mantap. Hal ini menandakan bahwa vitamin C telah
habis bereaksi dan titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk
karena dalam larutan pati, terdapat unti-unit glukosa membentuk rantai heliks
karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan
pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam
spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut. Berikut
ini reaksi yang terjadi antara vitamin C dengan iodium :


Konsentrasi larutan iodium yang digunakan untuk mencapai
titik akhir titrasi tersebut adalah sebesar 0,1N. Dalam titrasi ini, tidak
dapat diketahui titik equivalennya, sehingga untuk menentukannya dapat dilihat
dari hantaran listrik, potensial, ataupun dengan menggunakan pH. Kemudian
setelah itu dihitung kadar vitamin C yang terkandung di dalam sampel dan
didapatkan hasil jika kadar sampel tersebut sekitar
56,73%.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kadar vitamin C yang terkandung dalam sampel adalah sebesar 56,73%.
5.2
Saran
Saran yang saya dapat ajukan yaitu
sebelum memulai praktikum, praktikan diharap untuk menguasai teori serta teknik
pengujiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Akhilender. 2003. Dasar-Dasar
Biokimia I. Erlangga, Jakarta.
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar
Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Badan
Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan arah
Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian. 39 h.
Sunita Sudarmadji, A. M. dan Lana Sularto, 2007. “Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe
Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan keuangan
Tahunan”, Jurnal PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil), Volume
2, Universitas Gunadarma, Jakarta
Guyton, A . C . 2007. Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, Medan
Khomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi
untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Pauling, L. 1971. General Chemistry
ed isi4. Gaya Baru, Jakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar.
Yogyakarta: UGM Press
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi
Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga.
0 Response to "LAPORAN ANALISIS KADAR VITAMIN C"
Post a Comment