Lettori fissi

LAPORAN PENILAIAN STATUS GIZI PADA BALITA

Related


DOWNLOAD DISINI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan masyarakat salah satunya melalui peningkatan kesehatan. Contoh upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, karena gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, Namun sebaliknya, gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia. Masalah gizi yang tidak seimbang itu seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan anemia zat besi. Masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang yang sering ditemui pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit ditanggulangi, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sederhana yaitu kurangnya intke (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang, namun tidak ditingkat rumah tangga, tapi anehnya di daerah-daerah yang telah swasembada pangan bahkan terdistribusi merata sampai ketingkat rumah tangga, masih sering ditemukan kasus gizi buruk. Padahal, sebelum kasus gizi buruk itu terjadi telah melewati beberapa tahapan yang mulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat buruk. Jadi masalah sebenarnya adalah masyarakata atau keluarga balita kurang mengetahui cara menilai status berat badan anak .selain itu juga belum mengetahui pola pertumbuhan berat badan anak. Dengan banyaknya orang tua yang tidak mengetahui kebutuhan gizi balitanya oleh karena itu penulis membuat makalah ini. Untuk mengingatka kepada orang tua akan kebutuhan gizi balitanya.


1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan pemberian informasih kepada seluruh masyarakat terutama seorang ibu bahwa pentingya pengetahuan tentang status gizi pada balita, mengenai kecukupan zat gizi yang seharusnya kita berikan sehingga pertumbuhan balita berkembang sebagaimana semestinya.
1.2.2        Tujuan Khusus
Memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat tentang status gizi pada balita.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1    Balita
3.1.1        Pengertian balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun lebih popoler denga  pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2006), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
3.2 Karakteristik Balita
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak  mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap  ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap makanan.diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki (BPS, 1999).
3.3 Status Gizi
Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya, Suhardjo, (2003) menyatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan. menurut Supariasa, IDN. Bakri, B. & Fajar, I. (2002), status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variable tertentu. Jadi intinya terdapat suatu variable yang diukur (misalnya berat badan dan tinggi badan) yang dapat digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu (misalnya ; baik, kurang, dan buruk). Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang optimal. Gizi yang baik juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat membantu untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya masalah kesehatan. Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan status kesehatan anak.
3.4   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes RI, 2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.         Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
b.          Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampun keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
3.5    Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).


Tujuan penilaian status gizi menurut Hammond (2004) antara lain: 1)  Mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan nutrisi cukup; 2)  Mempertahankan status gizi seseorang; 
3)  Mengidentifikasi penatalaksanaan medis yang sesuai;
4) Memonitor efektivitas intervensi yang telah dilakukan. Menurut Supariasa,et all (2002), penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

a.            Penilaian secara langsung.
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinik, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, et all, 2002):

1.  Antropometri
  Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter yang diukur antara lain BB, TB, LLA, Lingkar kepala, Lingkar dada, Lemak subkutan. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur (Hartriyanti,Yayuk dan Triyanti, 2007).

2.  Klinis
  Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3.  Biokimia
Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
4.  Biofisik
     Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.

b.    Penilaian secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung di bagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi makanan, statistic vital, dan foktor ekologi (Supariasa, et all 2002). Adapun uraian dari ketiga hal tersebut adalah ;
1.      Survey konsumsi makanan
Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2.      Statistik vital
Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3.      Faktor ekologi
Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Pengukuran status gizi umur kurang  dari 18 tahun dapat menggunakan beberapa indikator, seperti Z-Score IMT/U, Z-Score BB/U,  dan Z-Score TB/U.



3.6  Jenis dan Parameter Status Gizi
Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku (reference). Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah baku World Health Organization – National Centre for Health Stastics (WHO-NCHS) sesuai rekomendasi pakar gizi dalam pertemuannya di Bogor tahun 2000. Selain itu juga dapat digunakan baku rujukan yang dibuat oleh Departeman Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI membuat baku rujukan penilaian status gizi anak balita yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan. Kriteria jenis kelamin inilah yang membedakan baku WHO-NCHS dengan baku Harvard. Baku rujukan penilaian status gizi menurut Depkes RI terlampir dalam lampiran. Dan jenis parameter yang digunakan antropometri meliputi dacin (BB) dan mater manual (TB).
a.  Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
                                          
Rumus antropometri anak (Soetjiningsih. 1998) yang berhubungan dengan umur :


1)  Berat Badan

Umur 1 – 6 bulan = BBL (gr) + (usia x 600 gr)
Usia 7 – 12 bulan = BBL (gr) + (usia x 500 gr) atau (usia / 2) +3  Umur 1- 6 tahun = 2n + 8


2)  Tinggi badan
 Umur 1 tahun = 1,5 x panjang badan lahir
 Umur 2 – 12 tahun = umur (tahun) x 6 + 77

Kriteria status gizi berdasarkan pengukuran tersebut dibandingkan dengan NCHS adalah :

1)  Gizi baik, jika BB menurut umur > 80% standart WHO – NCHS.
2)  Gizi kurang, jika BB menurut umur 61% - 80% standart WHO –    NCHS.
3)  Gizi buruk jika BB menurut umur ≤ 60% standart WHO - NCHS

b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran yang terpenting pada bayi baru lahir. Hal ini digunakan untuk menentukan apakah bayi termasuk normal atau tidak (supariasa,et all, 2001). Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih 1998). Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:




(1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain,
(2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya,
(3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg,
(4) Skalanya mudah dibaca,
(5) Aman untuk menimbang balita.

Sedangkan jenis timbangan sebaiknya yang memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang dianjurkan untuk anak balita adalah dacin dengan kapasitas minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. jenis timbangan lain yang dapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak (bath room scale) akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubah-ubah.













BAB  III
METODE PENILAIAN STATUS GIZI
3.1 Pengukuran Berat Badang (BB)
                 Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan  yang menurun. Berat badan ini  dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan  berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias, Abunain, 1990). Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral tulang dalam tubuh. Pada pengukuran antropometri di sekolah dasar,  berat badan ditimbang menggunakan timbangan injak (Bathroom Scale ).
Nama alat : Dacin
Kapasitas : 120 kg
Cara penggunaan Dacin :
a.       Gantunglah dacin pada dahan pohon, palang rumah yang kuat  atau penyangga khusus yang telah dibuat sebelumnya dengan memansang tali pengaman  diujung batangan dacin.
b.      Periksalah apakah dacin sudah tergantung dengan kuat, kemudian atur posisi  batang  dacin sejajar dengan mata penimbang.
c.       Geser bandul dacin pada angka nol dan posisi jarum tegak lurus
d.      Pasang sarung atau celana timbang yang kosong pada dacin
e.       Seimbangkan dacin dengan memberi kantung plastik yang berisikan pasir diujung batang  dacin  sampai  jarum kedua  tegak lurus
f.       Baca berat badan balita dengan melihat angka diujung bandul
g.      Catat hasil penimbangan dengan benar dikertas/buku
h.      Geser kembali bandul keangka nol, letakkan batang  dacin pada tali pengaman dengan mengeluarkan balita dari sarung timbang.
3.2 Pengukuran Tinggi Badan (TB)
                        Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan  kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan  sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan  keadaan   berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga  indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi  Badan)  jarang dilakukan karena perubahan tinggi  badan yang lambat dan biasanya  hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes RI, 2004). Tinggi badan pada prinsipnya adalah mengukur jaringan tulang skeletal yang terdiri dari kaki, punggung, tulang belakang dan tulang tengkorak. Pada pengukuran antropometri di sekolah dasar, tinggi badan dikur menggunakan alat yang disebut meter manual.
Nama alat : Meter  manual (Meter Kain)
Kapasitas : 200 cm
Cara menggunakan :
a.       Memilih tempat dengan lantai yang datar
b.      Pada saat pengukuran pastikan balita tidak menggunakan alas kaki
c.       Balita dalam kedaan tegak lurus dan bergerak untuk memastikan data yang akurat
d.      Baca tinggi badan balita dan catat pada buku atau kertas
e.       Dan buka kembali meter yang digunakan


BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
            Berdasarkan hasil pengamatan dapat disajikan sebagai berikut.
NO
Nama
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Umur
Berat Badan (kg)
Tinggi badan (cm)
IMT
Kategori Status Gizi
1.
Hafiz  Al-Farizi
Laki-laki
 4 Januari 2018
4 bulan 8 hari
5,8
65
5,6
Kurus
2.
Natasya Suleman
Perempuan
1 Desember 2016
1 tahun 5 bulan
7,4
70
7,0
Kurus
3.
Aisyah Putri Ramadani
Perempuan
10 juni 2017
11 bulan  2 hari
8,1
68
8,7
Normal
4.
Muh.  Rehan
Laki-laki
12 september 2017
7 bulan
6,7
69
6,7
Kurus
5.
Regina Igirisa
Perempuan
14 september 2013
4 tahun 8 bulan
13,5
93
13,3
Kurang Gizi
6.
Muh. Algifari
Laki-laki
10 juni 2017
11 bulan 2 hari
8,4
68
8,4
Kurang Gizi

4.2  Pembahasan
            Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan makanan. Status gizi seseorang dapat diukur menggunakan metode antropometri, dimana metode ini dapat mengetahui      Pada tanggal 12 Mei 2018, kami melakukan pengukuran antropometri di salah satu puskesmas kota Gorontalo yaitu puskesmas Hulanthalangi yang sedang melakukan posyandu. Sampel kami adalah balita dari 0-5 tahun sebanyak 6 balita. Pengukuran antropometri yang kami lakukan meliputi penimbangan berat badan menggunakan Dacin dan pengukuran tinggi badan menggunakan Meter manual. Dari data hasil pengukuran tersebut kami mendapakan hasil bahwa 3 balita yang menderita gizi kurus, 2 balita menderita gizi kurang dan hanya terdapat 1 balita saja yang gizi normal. Hal ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang serta minimnya pengetahuan orang tua khususnya pada ibu, sehingga banyak balita yang kurang gizi. Jika konsumsi makanan yang diberikan pada anak sedikit atau kurang baik dalam kualitas ataupun kuantitas akan memberikan dampak yang tidak baik pula pada kesehatan anak. Faktor lain yang menyebabkan anak kekurangan gizi adalah adanya infeksi dan penyakit yang ditularkan. Anak-anak biasanya mudah tertular penyakit serta sering mengalami infeksi yang umumnya dikarenakan kegiatan yang sangat aktif dan di tempat yang sembarangan. Untuk mengatasi hal-hal seperti ini perlu adanya perhatian dari pihak kesehatan yang  ada di puskesmas  Hulothalangi, agar tidak terjadi penyakit infeksi yang tidak diinginkan.
            Kesulitan yang kami alami pada pengukuran antropometri di posyandu pada puskesmas Hulonthalangi ini adalah adanya beberapa balita yang sulit untuk diatur saat akan pengukuran dan penimbangan, seperti susah diminta untuk  berdiri  tegap. Hal seperti  ini kemungkinan akan menimbulkan data yang  kurang  valid.






BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
            Dari hasil pengukuran antropometri 6 balita di Posyandu pada Puskesmas Hulonthalangi, kami  mendapatkan 3 balita kategori gizi  kurus, 2 balita gizi kurang dan 1 balita gizi normal. dan pada hasil pengukuran ini perlu adanya perhatian atau penyuluhan untuk meningkat pengetahuan tentang kesehatan balita.
5.2 Saran
             Kepada pemerintah maupun pihak kesehatan untuk selalu menghimbau kepada orang tua balita baik dalam bentuk penyuluhan atau sosialisasi agar kiranya mereka memperhatikan asupan dan lingkungan balitanya. Dan selebihnya pada orang tua balita aagar lebih memperhatikan balitanya.
           











DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan, Jakarta.Penerbit Medika Salemba.

Nursalam,Susilaningrum Rekawati,Utami Sri. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan).Cetakan Kedua, Jakarta.Penerbit Medika Salemba.Halaman 42-43

http://www.seputaribudananak.co.cc

Anggraeni TH. 2006. Gambaran penimbangan balita dengan Status Gizi balita Di Kelurahan  Pekan  Tanjung  Pura  Kecamatan  Tanjung  Pura  Kabupaten Langkat s[Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara;
















LAMPIRAN

             
 
 





Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "LAPORAN PENILAIAN STATUS GIZI PADA BALITA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel