LAPORAN PENILAIAN STATUS GIZI PADA BALITA
Related
DOWNLOAD DISINI
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang
selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, karena
pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan masyarakat salah satunya
melalui peningkatan kesehatan. Contoh upaya peningkatan derajat kesehatan
adalah perbaikan gizi masyarakat, karena gizi yang seimbang dapat meningkatkan
ketahanan tubuh, Namun sebaliknya, gizi yang tidak seimbang menimbulkan
masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia. Masalah gizi
yang tidak seimbang itu seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A
(KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan anemia zat besi. Masalah
Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang yang sering
ditemui pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit
ditanggulangi, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sederhana
yaitu kurangnya intke (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang,
namun tidak ditingkat rumah tangga, tapi anehnya di daerah-daerah yang telah
swasembada pangan bahkan terdistribusi merata sampai ketingkat rumah tangga,
masih sering ditemukan kasus gizi buruk. Padahal, sebelum
kasus gizi buruk itu terjadi telah melewati beberapa tahapan yang mulai dari
penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya
terlihat anak tersebut sangat buruk. Jadi masalah sebenarnya adalah masyarakata
atau keluarga balita kurang mengetahui cara menilai status berat badan anak
.selain itu juga belum mengetahui pola pertumbuhan berat badan anak.
Dengan banyaknya orang tua yang tidak mengetahui kebutuhan gizi balitanya oleh
karena itu penulis membuat makalah ini. Untuk mengingatka kepada orang tua akan
kebutuhan gizi balitanya.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Meningkatkan
pengetahuan dan pemberian informasih kepada seluruh masyarakat terutama seorang
ibu bahwa pentingya pengetahuan tentang status gizi pada balita, mengenai
kecukupan zat gizi yang seharusnya kita berikan sehingga pertumbuhan balita
berkembang sebagaimana semestinya.
1.2.2
Tujuan Khusus
Memberikan wawasan dan pemahaman kepada
masyarakat tentang status gizi pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Balita
3.1.1
Pengertian balita
Anak balita adalah anak yang telah
menginjak usia di atas satu tahun lebih popoler denga pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H,
2006). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2006), Balita adalah istilah umum
bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia
batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan
penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan
berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita
merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan
pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini
merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena
itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
3.2 Karakteristik
Balita
Menurut karakteristik,
balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak
usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif,
artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan
masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah
makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan
jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak
yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah
porsi kecil dengan frekuensi sering pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen
aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini
anak mulai bergaul dengan lingkungannya
atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam
perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka
akan mengatakan “tidak” terhadap setiap
ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan,
akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap
makanan.diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami
gangguan status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki (BPS, 1999).
3.3 Status Gizi
Menurut Soekirman
(2000) status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan,
tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya, Suhardjo, (2003)
menyatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari
pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan. menurut Supariasa, IDN. Bakri, B.
& Fajar, I. (2002), status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh
yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variable tertentu. Jadi intinya
terdapat suatu variable yang diukur (misalnya berat badan dan tinggi badan)
yang dapat digolongkan ke dalam kategori gizi
tertentu (misalnya ; baik, kurang, dan buruk). Status gizi menjadi indikator
ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat
membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan
yang optimal. Gizi yang baik juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga
diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat
membantu untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya masalah kesehatan.
Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam
merencanakan perbaikan status kesehatan anak.
3.4 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
Status
Gizi
Faktor yang
menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan secara
internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi
pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan
pokok masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional
(Depkes RI, 2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Penyebab
langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak.
Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering
sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang
makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah
terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara
bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
b.
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan
di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampun keluarga untuk memenuhi kebutuhan
pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola
pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik
fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah
tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau
oleh seluruh keluarga.Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat
pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan,
pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan
pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan
pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan
pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi
dan kesehatan.
3.5 Penilaian
Status Gizi
Penilaian
status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan
berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko
atau dengan status gizi buruk (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
Tujuan
penilaian status gizi menurut Hammond (2004) antara lain: 1) Mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan
nutrisi cukup; 2) Mempertahankan status gizi seseorang;
3) Mengidentifikasi penatalaksanaan
medis yang sesuai;
4) Memonitor efektivitas
intervensi yang telah dilakukan. Menurut Supariasa,et all (2002), penilaian
status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
a.
Penilaian
secara langsung.
Penilaian
status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri,
klinik, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah
sebagai berikut (Supariasa, et all, 2002):
1. Antropometri
Secara umum bermakna
ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Parameter yang diukur antara lain BB, TB, LLA, Lingkar kepala,
Lingkar dada, Lemak subkutan. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari
satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan
dengan umur (Hartriyanti,Yayuk dan Triyanti, 2007).
2. Klinis
Metode ini, didasarkan
atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan
zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata,
rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid.
3. Biokimia
Adalah
suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain:
urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
4. Biofisik
Penentuan gizi secara
biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.
b.
Penilaian
secara tidak langsung
Penilaian
status gizi secara tidak langsung di bagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi
makanan, statistic vital, dan foktor ekologi (Supariasa, et all 2002). Adapun
uraian dari ketiga hal tersebut adalah ;
1.
Survey
konsumsi makanan
Adalah
suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan
jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2.
Statistik
vital
Adalah
dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3.
Faktor
ekologi
Berdasarkan
ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Pengukuran status gizi umur kurang dari 18 tahun dapat menggunakan beberapa
indikator, seperti Z-Score IMT/U, Z-Score BB/U,
dan Z-Score TB/U.
3.6 Jenis
dan Parameter Status Gizi
Dalam
menentukan status gizi harus ada ukuran baku (reference). Baku
antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah baku World Health
Organization – National Centre for Health Stastics (WHO-NCHS) sesuai
rekomendasi pakar gizi dalam pertemuannya di Bogor tahun 2000. Selain itu juga
dapat digunakan baku rujukan yang dibuat oleh Departeman Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI membuat baku rujukan penilaian status gizi anak balita
yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan. Kriteria jenis kelamin
inilah yang membedakan baku WHO-NCHS dengan baku Harvard. Baku rujukan
penilaian status gizi menurut Depkes RI terlampir dalam lampiran. Dan jenis
parameter yang digunakan antropometri meliputi dacin (BB) dan mater manual
(TB).
a. Umur.
Umur
sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan
menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan
maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2
tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya
adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur
adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (
Depkes, 2004).
Rumus
antropometri anak (Soetjiningsih. 1998) yang berhubungan dengan umur :
1) Berat
Badan
Umur 1 – 6 bulan = BBL (gr) + (usia x 600 gr)
Usia
7 – 12 bulan = BBL (gr) + (usia x 500 gr) atau (usia / 2) +3 Umur
1- 6 tahun = 2n + 8
2)
Tinggi badan
Umur
1 tahun = 1,5 x panjang badan lahir
Umur 2 – 12 tahun =
umur (tahun) x 6 + 77
Kriteria
status gizi berdasarkan pengukuran tersebut dibandingkan dengan NCHS adalah :
1)
Gizi baik, jika BB
menurut umur > 80% standart WHO – NCHS.
2)
Gizi kurang, jika BB
menurut umur 61% - 80% standart WHO – NCHS.
3)
Gizi buruk jika BB
menurut umur ≤ 60% standart WHO - NCHS
b.
Berat Badan
Berat
badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan,
termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran yang terpenting pada bayi
baru lahir. Hal ini digunakan untuk menentukan apakah bayi termasuk normal atau
tidak (supariasa,et all, 2001). Berat badan merupakan hasil
peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot,
lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling untuk melihat perubahan yang
terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan
(Soetjiningsih 1998). Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang.
Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(1)
Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain,
(2)
Mudah diperoleh dan relatif murah harganya,
(3)
Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg,
(4)
Skalanya mudah dibaca,
(5)
Aman untuk menimbang balita.
Sedangkan
jenis timbangan sebaiknya yang memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang
dianjurkan untuk anak balita adalah dacin dengan kapasitas minimum 20 kg
dan maksimum 25 kg. jenis timbangan lain yang dapat digunakan adalah detecto,
sedangkan timbangan injak (bath room scale) akurasinya kurang karena
menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubah-ubah.
BAB
III
METODE PENILAIAN STATUS GIZI
3.1
Pengukuran Berat Badang (BB)
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang
memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat
peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun
konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk
indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam
penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak
digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan
umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi
dari waktu ke waktu (Djumadias, Abunain, 1990). Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral
tulang dalam tubuh. Pada pengukuran antropometri di sekolah dasar, berat badan ditimbang menggunakan timbangan
injak (Bathroom Scale ).
Nama alat : Dacin
Kapasitas : 120 kg
Cara penggunaan Dacin :
a.
Gantunglah dacin pada dahan pohon, palang
rumah yang kuat atau penyangga khusus
yang telah dibuat sebelumnya dengan memansang tali pengaman diujung batangan dacin.
b.
Periksalah apakah dacin sudah tergantung
dengan kuat, kemudian atur posisi
batang dacin sejajar dengan mata
penimbang.
c.
Geser bandul dacin pada angka nol dan
posisi jarum tegak lurus
d.
Pasang sarung atau celana timbang yang
kosong pada dacin
e.
Seimbangkan dacin dengan memberi kantung
plastik yang berisikan pasir diujung batang
dacin sampai jarum kedua
tegak lurus
f.
Baca berat badan balita dengan melihat
angka diujung bandul
g.
Catat hasil penimbangan dengan benar
dikertas/buku
h.
Geser kembali bandul keangka nol, letakkan
batang dacin pada tali pengaman dengan
mengeluarkan balita dari sarung timbang.
3.2 Pengukuran Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan memberikan
gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus
kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan
dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang
gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi
badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut
Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan
tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun
sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan
yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes
RI, 2004). Tinggi badan pada prinsipnya adalah mengukur
jaringan tulang skeletal yang terdiri dari kaki, punggung, tulang belakang dan
tulang tengkorak. Pada pengukuran antropometri di sekolah dasar, tinggi badan
dikur menggunakan alat yang disebut meter manual.
Nama alat : Meter manual (Meter
Kain)
Kapasitas : 200 cm
Cara menggunakan :
a.
Memilih tempat dengan lantai yang datar
b.
Pada saat pengukuran pastikan balita tidak
menggunakan alas kaki
c.
Balita dalam kedaan tegak lurus dan
bergerak untuk memastikan data yang akurat
d.
Baca tinggi badan balita dan catat pada
buku atau kertas
e.
Dan buka kembali meter yang digunakan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disajikan sebagai berikut.
NO
|
Nama
|
Jenis Kelamin
|
Tanggal Lahir
|
Umur
|
Berat Badan (kg)
|
Tinggi badan (cm)
|
IMT
|
Kategori Status Gizi
|
1.
|
Hafiz Al-Farizi
|
Laki-laki
|
4 Januari 2018
|
4 bulan 8 hari
|
5,8
|
65
|
5,6
|
Kurus
|
2.
|
Natasya Suleman
|
Perempuan
|
1 Desember 2016
|
1 tahun 5 bulan
|
7,4
|
70
|
7,0
|
Kurus
|
3.
|
Aisyah Putri Ramadani
|
Perempuan
|
10 juni 2017
|
11 bulan 2 hari
|
8,1
|
68
|
8,7
|
Normal
|
4.
|
Muh. Rehan
|
Laki-laki
|
12 september 2017
|
7 bulan
|
6,7
|
69
|
6,7
|
Kurus
|
5.
|
Regina Igirisa
|
Perempuan
|
14 september 2013
|
4 tahun 8 bulan
|
13,5
|
93
|
13,3
|
Kurang Gizi
|
6.
|
Muh. Algifari
|
Laki-laki
|
10 juni 2017
|
11 bulan 2 hari
|
8,4
|
68
|
8,4
|
Kurang Gizi
|
4.2 Pembahasan
Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan makanan. Status gizi seseorang dapat diukur
menggunakan metode antropometri, dimana metode ini dapat mengetahui Pada tanggal 12 Mei 2018, kami melakukan
pengukuran antropometri di salah satu puskesmas kota Gorontalo yaitu puskesmas
Hulanthalangi yang sedang melakukan posyandu. Sampel kami adalah balita dari
0-5 tahun sebanyak 6 balita. Pengukuran antropometri yang kami lakukan meliputi
penimbangan berat badan menggunakan Dacin dan pengukuran tinggi badan
menggunakan Meter manual. Dari data hasil pengukuran tersebut kami mendapakan
hasil bahwa 3 balita yang menderita gizi kurus, 2 balita menderita gizi kurang
dan hanya terdapat 1 balita saja yang gizi normal. Hal ini disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang serta minimnya pengetahuan orang tua khususnya pada
ibu, sehingga banyak balita yang kurang gizi. Jika konsumsi makanan yang
diberikan pada anak sedikit atau kurang baik dalam kualitas ataupun kuantitas
akan memberikan dampak yang tidak baik pula pada kesehatan anak. Faktor
lain yang menyebabkan anak kekurangan gizi adalah adanya infeksi dan penyakit
yang ditularkan. Anak-anak biasanya mudah tertular penyakit serta sering
mengalami infeksi yang umumnya dikarenakan kegiatan yang sangat aktif dan di
tempat yang sembarangan. Untuk mengatasi hal-hal seperti ini perlu adanya
perhatian dari pihak kesehatan yang ada
di puskesmas Hulothalangi, agar tidak
terjadi penyakit infeksi yang tidak diinginkan.
Kesulitan yang kami alami
pada pengukuran antropometri di posyandu pada puskesmas Hulonthalangi ini
adalah adanya beberapa balita yang sulit untuk diatur saat akan pengukuran dan
penimbangan, seperti susah diminta untuk
berdiri tegap. Hal seperti ini kemungkinan akan menimbulkan data
yang kurang valid.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengukuran antropometri 6 balita di Posyandu pada Puskesmas
Hulonthalangi, kami mendapatkan 3 balita
kategori gizi kurus, 2 balita gizi
kurang dan 1 balita gizi normal. dan pada hasil pengukuran ini perlu adanya
perhatian atau penyuluhan untuk meningkat pengetahuan tentang kesehatan balita.
5.2 Saran
Kepada pemerintah maupun pihak
kesehatan untuk selalu menghimbau kepada orang tua balita baik dalam bentuk
penyuluhan atau sosialisasi agar kiranya mereka memperhatikan asupan dan
lingkungan balitanya. Dan selebihnya pada orang tua balita aagar lebih
memperhatikan balitanya.
DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz Alimul Hidayat.
2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan,
Jakarta.Penerbit Medika Salemba.
Nursalam,Susilaningrum
Rekawati,Utami Sri. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan).Cetakan
Kedua, Jakarta.Penerbit Medika Salemba.Halaman 42-43
http://www.seputaribudananak.co.cc
Anggraeni TH. 2006. Gambaran penimbangan
balita dengan Status Gizi balita Di
Kelurahan Pekan Tanjung Pura Kecamatan
Tanjung
Pura
Kabupaten Langkat s[Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara;
LAMPIRAN







0 Response to "LAPORAN PENILAIAN STATUS GIZI PADA BALITA"
Post a Comment